Sabtu, 26 Desember 2020

Mengakhiri Derita Ibu dalam Jeratan Demokrasi

Problem kemiskinan di negara manapun seringkali dikaitkan dengan perempuan. Karena, perempuan dianggap korban pertama kemiskinan. Mereka dianggap yang paling merasakan dampak dari hidup di bawah garis kebutuhan hidup minimum. Meski pada faktanya yang diderita kaum perempuan bukan hanya kemiskinan semata. Problem kompleks menggelayuti tiap sisi kehidupan perempuan selama masih ada dalam lingkaran sistem demokrasi. 



Mengapa demokrasi? Karena demokrasi kini diadopsi sebagai tata aturan hidup hingga akhirnya sendi kehidupan kita seluruhnya diatur oleh paradigma demokrasi. Paradigma demokrasi telah menjadikan kaum ibu terjerat derita panjang kemiskinan, ketidakamanan, kehilangan harga dirinya sebagai pendidik utama generasi bahkan perempuan telah menjadi mesin ekonomi perselingkuhan demokrasi dengan kapitalisme. 


Perempuan hanya dijadikan mesin ekonomi untuk meningkatkan kemajuan negeri. Hal ini didasarkan pada berbagai riset di negara maju di dunia bahwa yang membuat suatu negara maju adalah tingginya partisipasi angkatan kerja perempuan di negara tersebut. Saat perempuan memiliki akses terhadap uang, mereka dianggap cenderung akan mengelolanya demi kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Bahkan United Nations Development Programme atau UNDP menemukan fakta bahwa ketika perempuan mengontrol pendapatan keluarga, dampak pada kesehatan anak-anak dua puluh kali lebih besar ketimbang laki-laki yang mengontrol pendapatan tersebut.  


 Apa benar kenyataannya demikian? hari ini kita bisa temui bahwa perempuan justru ketika mengambil peran sebagai penggerak roda ekonomi akan dihadapkan dengan problem Kompleks. Mulai dari hilangnya peran sebagai pendidik generasi, banyak terjadi korban kekerasan terhadap perempuan, pelecehan hingga upah yang rendah. Berdasarkan hasil survei ILO pada Juli 2020, pekerja perempuan Indonesia memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki.


Sementara menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS),  pertumbuhan jumlah tenaga kerja perempuan dari tahun ke tahun kian meningkat. Pada 2018, tercatat 47,95 juta orang perempuan yang bekerja. Jumlahnya meningkat setahun setelahnya menjadi 48,75 juta orang. Namun proporsi perempuan terhadap total pekerja menurun, dari 38,66% menjadi 38,53% pada 2019. Dan memang ditarget untuk mencapai 50% seperti yang digencarkna para pegiat gender. Asumsi mereka supaya terjadi kemakmuran maka target perempuan bekerja ja 50 % merupakan salah satu keberhadilan kesetaraan gender. Apakah  demikian? 


Pada kenyataannya wanita bekerja dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini justru di sebabkan karena beban ekonomi yang sangat berat. Perempuan dihadapkan pada pilihan untuk bekerja bukan karena mereka memahami ide kesetaraan gender akan tetapi dikarenakan biaya kehidupan yang menuntut mereka untuk bekerja. 


Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan gender merupakan hal absurd yang jika direalisasikan hanya sekedar teori semata. Demokrasi kapitalisme telah menjadi penyebab kaum ibu harus membagi perannya serta meninggalkan tugas utamanya sebagai pembina generasi terbaik. 


Demokrasi telah menjadikan kemiskinan dan keterbatasan lapangan pekerjaan untuk laki-laki sebagai jalan masuk menyebarkan ide feminisme. Sejatinya kaum Ibu menderita ketika mereka dihadapkan dengan berbagai problem ekonomi di sisi lain harus pekerja keras menyelamatkan anak-anak mereka dari kerusakan moral.  betapa Banyak kaum perempuan harus mengorbankan pernikahan mereka demi tetap bertahan. 


Demokrasi Tak Layak Dibela


 Tak sepantasnya demokrasi di bela karena demokrasi bukan lahir dari rahim Aqidah Islam. Demokrasi lahir dari ide kufur jauh dari peradaban Islam. Dengan menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, Hal ini telah melegalkan manusia berperan sebagai Tuhan. Mewakilkan pada orang-orang yang dianggap populer yang dianggap kapabel padahal sejatinya mereka hanyalah manusia yang sarat dengan kepentingan. 


Demokrasi juga mendewakan kebebasan. Di mana mereka menjadikan kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi,atau berperilaku dan kebebasan kepemilikan. Di mana keempat kebebasan ini menjadi biang kerok permasalahan yang dihadapi oleh seluruh manusiaterutama kaum perempuan. 


 Telah menjadikan kebebasan aqidah jni sebagaiblandasan banyak muslim yang murtad. Dan mereka bangga dengan kekafirannya bahkan orang tua pun tidak mampu memaksa agama anaknya. Dikarenakan jaminan kebebasan ini. 


Kebebasan berpendapat seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mendiskreditkan Islam. Di mana Di dalam Islam justru kebebasan berperilaku itu diharamkan karena hukum asal dari perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat. Kebebasan berpendapat akan dijamin kebebasannya jika melanggengkan demokrasi. Sementara terhadap Islam dan pemikirannya kebebasan berpendapat itu hanyalah omong kosong. 


Kebebasan berekspresi hari ini banyak menjadi kerusakan moral di dalam kehidupan manusia tidak mau terikat kepada hukum syariat atas jaminan kebebasan ini. Sementara kebebasan berekonomi telah menjadikan pintu masuk perselingkuhan antara kapitalisme dengan demokrasi. Kaum kapital merajai sendi-sendi kehidupan seluruh umat manusia. Hanya segelintir orang menguasai dominasi aset berharga dalam kehidupan. 


Oleh karena itu demokrasi dengan memberikan manusia sebagai pembuat hukum dan kebebasan sebagai cerminan melanggengkan demokrasi hal ini telah terbukti bertentangan dengan Islam maka demokrasi tak selayaknya dibela. 


Mengakhiri Demokrasi 

Umat Islam seharusnya segera sadar akan kebobrokan demokrasi. Ini saatnya membangun kekuatan umat Islam yang sesungguhnya berdasarkan akidah Islam. Umat Islam harus berani untuk mencampakkan demokrasi dan membuang jauh dari kehidupan. Serta menggantinya sesuai dengan tuntutan aqidah yaitu dengan penerapan Islam Kaffah. 


Penerapan Islam Kaffah merupakan konsekuensi dari keimanan seorang muslim. 
Al-Quran secara tegas menyeru orang-orang beriman untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan ajaran yang satu dengan ajaran yang lain. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).

Penerapan Islam kaffah telah  dipraktekkan berabad-abad sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu pada masa generasi sahabat hingga kekhilafahan Utsmaniyah.  Bangunan Negara Khilafah berdiri tegak menjadi parameter dunia di dalam membangun sebuah peradaban manusia. Khilafah and pernah menjadi mercusuar yang menerangi kegelapan peradaban selain Islam. 

Maka jika hari ini kita menghendaki adanya perbaikan dan ingin mengakhiri beragam macam problem yang muncul akibat penerapan demokrasi kapitalisme maka kita harus menegakkan kembali gambaran kekhilafahan untuk membangun sebuah peradaban yang gemilang kembali. Dari sinilah problematika yang dihadapi kaum Ibu khususnya akan terselesaikan secara menyeluruh. 

Minggu, 29 November 2020

Pembelajaran Tatap Muka dan Stagnansi Penanganan Pandemi

Menteri Pendidikan dan Kebudyaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah mengumumkan diperbolehkannya kegiatan belajar tatap muka untuk kembali digelar, disampaikan pada Jumat (20/11/2020).


Nadiem menyebut, kebijakan ini berdasarkan keputusan bersama empat menteri, yakni Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. Nadiem mengatakan pemerintah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (pemda) atau kantor wilayah kementerian agama untuk menentukan pembelajaran tatap muka.Adapun kebijakan tersebut mulai berlaku pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau mulai Januari tahun depan.

Meski dibolehkan melakukan tatap muka dan tidak diwajibkan, pembelajaran tatap muka  diperbolehkan atas keputusan tiga piha yaitu pemda, kepala sekolah dan orang tua yaitu komite sekolah. Semua pun dilakukan apabila  sudah memenuhi enam syarat yakni sanitasi dan kebersihan toilet, sarana cuci tangan dan desinfektan, kedua akses kepada fasilitas pelayanan kesehatan, ketiga adalah kesiapan menerapkan wajib masker, keempat memiliki thermogun. Kelima, pemetaan warga satuan pendidikan, harus mengetahui siapa yang memiliki komorbiditas dari guru-gurunya dan muridnya, yang tidak memiliki akses transportasi yang aman dan tentunya riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi. Enam hal ini adalah daftar periksa untuk memberikan kepastian bahwa sekolah itu boleh dibuka. 

Tapi apakah solutif untuk dunia pendidikan jika beberapa waktu ini peningkatan pasien covid terus meningkat? 

Kasus Covid di negeri ini hingga akhir November sudah mencapai angka diatas 500 ribu, dengan kematian diatas 16.500. Angka yang fantastis untuk negeri yang termasuk lambat merespon Covid sejak awal tahun 2020 ini. Bahkan korban dan dampaknya dirasa jauh lebih besar dari negara asal Covid sendiri. 

Penanganan Covid yang dinilai lambar dr awal merespon, ditambah dengan pengaturan solusi negara yang enggan melakukan lockdown dari awal, serta beragam alasan pendanaan menjadikan penanganan Covid di negeri ini sangat terkesan lamban. Bahkan dinilai stagnan pada penanganan, dana keluar banyak hingga ratusan triliyun, tapi ciri menurunnya penularan Covid masih belum nampak. Peningkatan 5000 kasus dalam sehari menunjukkan bahwa ada masalah dalam penanganan Covid ini. 

Apakah kita akan mengorbankan anak-anak kita dengan kebijakan pendidikan yabg membolehkan mereka melakukan tatap muka dalam pembelajarannya? Apakah kita yakin akan mampu menjamin kualitas anak didik kita di tengah suasana pandemi seperti ini, sementara kurikulum sendiri selalu mengalami perubahan. Seakan ganti mentri ganti kurikulum menjadi pemandangan tiap periodenya. 

Yang ada hari ini menjadikan rakyat ada dalam posisi dilema, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masyarakat harus tetap keluar rumah beraktivitas seperti biasa. Karena kalau tidak keluar tidak akan ada yang dimakan. Begitu juga untuk pendidikan seakan-akan tidak ada solusi lain, di mana menjadikan anak-anak sebagai objek percobaan kurikulum juga objek dalam penanganan covid. 


Hal ini pun menjadikan anak didik ada dalam posisi dilema, antara kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan yang merupakan hak dan juga menjaga kesehatan yang merupakan kewajiban. Sangat dibutuhkan sekali kebijakan yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah ini. 

Islam menyelesaikan masalah pendidikan di tengah pandemi. Di dalam Islam penyelesaian masalah pandemi akan dapat dituntaskan jika negara adalah pengambil peran utama dalam penanganannya. Bagaimanapun wabah penyakit pernah pada zaman-zaman sebelumnya. Secara keimanan, wabah yang melanda dunia merupakan keputusan (qadha) Allah SWT. Oleh karena itu, sikap pertama yang harus diambil oleh manusia adalah ridha dengan (qadha) keputusan Allah SWT. Kedua, setiap manusia harus instropeksi. Sebabnya, meskipun semuanya adalah kehendak Allah, suatu kejadian, termasuk wabah, kadang dipicu oleh kesalahan atau dosa manusia.  Ketiga, saat wabah menimpa, kita harus berikhtiar untuk mengatasinya. 

 Menangani Wabah dengan Tepat, Solusi Masalah Lainnya


Islam dalam mengatasi wabah tidak bisa dilepaskan dari komprehensivitas ajaran Islam. Negara berperan maksimal dalam menangani pandemi ini. Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dia pimpin.” (HR al-Bukhari).
 
Pandemi yang sudah menelan banyam korban harus dikembalikan kepada bagaimana paradigma Islam melihatnya. Hilangnya nyawa seorang muslim harus dipandang sebagai perkara krusial melebihi keuntungan materil dari sektor ekonomi, pariwisata hingga devisa. Maka negara tidk boleh memprioritaskan maslahat duniawi tapi tak menghiraukan keselamatan warganya. 


Negara memiliki semua elemenn untuk Menentukan tes dan tracing dengan cepat.
Kelambanan dalam melakukan tes dan tracing berarti membiarkan masyarakat lebih banyak terkena wabah dan semakin banyak masyarakat yang meninggal. Orang yang terbukti positif harus segera diisolasi dan diobati. Dengan perangkat lengkap dan dana yang ada negara seharusnya mampu menanggung segala kebutuhannya hingga pasien dinyatakan sembuh. 


Pusat wabah harus segera ditentukan dengan cepat dan menjaga secara ketat agar wabah tidak meluas. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah saw: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari). Isolasi ini akan efektif jika diputuskan dan dijalankan oleh negara.

 Dalam penanganan pandemi ini negara harus benar-benar hadir dihadapan warganya. Saat terjadi isolasi, pasti masyarakat tidak bisa mencari nafkah, mengakibatkan kelaparan, kesempitan sehingga dapat menyebabkan kematian rakyat. Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, kebutuhan rakyat harus ditanggung oleh negara. Negara tidak boleh berlepas tangan. 

Masyarakat yang tekena virus harus segera diobati dengan pengobatan yang serius. Dalam kasus virus Corona, negara sangat mungkin sekali memotivasi para ahli untuk seaegera mungkin mencari obat dari oenyakit ini, karena tidaklah Allah ciptakan penyakit kecuali Allah berikan obatnya. Berikan penghargaan dan apresiasi pada setiap keunngulan dan kreatifitas ilmu, bukan semata mindset kapitalis dalam melihat setiap masalah. 

 Jika negara benar- benar hadir dalam menangani wabah, dan kesulitan masyarakat pastinya daya dukunga masyarakat kepada penguasa pun akan makin menguat. Dan hal ini akan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Termasuk masalah pendidikan. 

Daya dukung umat kepada penguasa untuk melepas anak mereka menghadiri tatap muka pembelajaran selama pandemi sangat tergantung pada kredibilitas pemerintah dalam mengatasi pandemi ini. Jika penanganan pandemi dirasakan stagnan, bahkan angkanya terus naik, disisi lain negara justru menghidupkan sektor pariwisata beberapa  waktu lalu dengan harapan mampu membangkitkan geliat ekonomi negara, hingga berakibat pada akhir tahun ini justru angka penderita covid semakin meningkat, hal ini justru semakin membuat kredibilitas pemerintah turun di hadapan rakyatnya. 
Jika mengorbankan anak didik dalam situasi yang masih belum menentu dna kecenderungan politik kapitalis dalam penanganan pandemi jelas hal ini akan membuat dilema dan ada keresahan masyarakat yang makin dalam. 

Seakan rakyat berjuang sendiri menghadapi Covid ini, jika untung hidup, jika tidak beruntung seakan bisa mati. Apakah seperti ini realita yang diharapkan? Dimana negara dalam melindungi ribuan nyawa? 





 




Sabtu, 21 November 2020

MENAKAR LARANGAN MINOL DI NEGARA SEKULER




Sejak 10 Nopember 2020, ramai diperbincangkan tentang larangan Minol (minuman beralkohol) yang dibahas di Baleg DPR RI. Hal ini sebagaimana yang diusulkan oleh Fraksi PPP, PKS dan Gerindra. RUU ini untuk pertama kali diajukan pada tahun 2012, kini DPR telah memutuskan memasukkan RUU Larangan Minol ini ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun 2020, seperti yang dilansir dari website resmi DPR.

Draf RUU Larangan Minol ini diberitakan berisi larangan bagi siapapun untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol, kecuali untuk "kepentingan terbatas" seperti kepentingan adat, ritual keagamaan atau untuk wisatawan. Mereka yang melanggar larangan-larangan di atas akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun sedangkan masyarakat yang konsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun. MBahkan denda mulai dari Rp20 juta hingga Rp1 miliar.

 Dikutip dari draf RUU ini pasal 3, pelarangan ini "perlu dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol" sehingga "terjaga kualitas kesehatan, ketentraman, ketertiban dan ketentraman di masyarakat. Selain itu juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya minol dan menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari peminum alkohol.

 Para pengusul juga mengutip ayat dalam kitab Alquran surat Al Maidah 90-91 yang intinya melarang konsumsi (khamr) dan bisa semakin jauh dari Allah karena telah melanggar aturannya. Meskipun demikian pengusul menegaskan tidak pernah mengusulkan agar minol diharamkan, bahkan mereka menegaskan tidak ada kaitannya dengan agama Islam akan tetapi usulan ini semata dilakukan melihat aspek kesehatan dan generasi muda saja. Jadi karena faktor kemaslahatan semata. 


Konsumsi Minol di Indonesia Kategori Rendah? 

WHO mencatat konsumsi minuman beralkohol Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Islam dan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Menurut data WHO, konsumsi alkohol tidak tercatat atau ilegal di Indonesia lebih tinggi daripada yang tercatat atau legal.

Kajian tersebut mengutip survei yang menunjukkan bahwa jumlah toko minuman beralkohol meningkat sebanyak lebih dari 75% dibandingkan tahun 2010, saat minuman keras masih legal dan banyak tersedia dengan harga yang terjangkau. Mereka juga menemukan bahwa korban tewas akibat minuman keras ilegal mengalami peningkatan dari 149 orang di tahun 2008-2012 menjadi 487 orang di tahun 2013-3016. Hal ini didorong juga oleh pajak cukai terhadap alkohol yang tinggi yang mendorong orang untuk membeli minuman beralkohol yang lebih murah dan berbahaya.

Kajian CIPS di tahun 2016 merekomendasikan penurunan tarif impor dan cukai agar minuman beralkohol yang legal dan aman dikonsumsi menjadi lebih terjangkau, sehingga konsumen pun dapat terhindar dari dorongan untuk membeli alkohol ilegal yang berbahaya. Untuk melindungi konsumsi di bawah umur, konsumen minuman beralkohol harus diwajibkan untuk memperlihatkan identitas dan usia mereka. Pemerintah juga harus memberikan lisensi dengan mekanisme dan prosedur yang ketat serta menciptakan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya konsumsi minuman beralkohol berlebihan melalui program edukasi. 



Beberapa peraturan yang telah memberikan payung hukum untuk pembatasan dan pengawasan dari minuman beralkohol di Indonesia antara lain Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004. Meski sudah ada perangkat hukum akan tetapi semua dirasakan tam mampu mewakili keresahan masyarakat akan bahaya minol. 


Para penentang RUU ini berargumen sebaliknya. Menurut mereka, tidak ada korelasi minuman beralkohol dengan tindak kriminal. RUU ini juga dianggap mengancam sejumlah sektor yang berhubungan dengan sejumlah kepentingan bisnis seperti industri minuman keras, pariwisata dan perhotelan.
Memang, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) mencapai Rp 3,61 triliun selama periode Januari hingga September 2020. Inilah yang sering membuat sebagian orang kemudian mencari alasan untuk menolak keharaman khamr. 


Khamr Tetap Haram

 Tidak ada perbedaan di kalangan ulama tentang hal ini. Banyak nas Al-Qur’an maupun hadis yang menunjukkan keharamannya. . Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung.” (QS al-Maidah [5]: 90)

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian serta menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan salat. Jadi, tidakkah kalian mau berhenti?” (QS al-Maidah [5]: 91)

Dari dua ayat nampak jelas bahwa khamr itu haram dan bisa menjadi penyebab masalah diantara manusia. Meskipun dicari ribuan maslahatnya tidak akan membuat khamr inu menjadi legal dihadaoan Allah. 


Khamr menurut hadits adalah  setiap minuman yang memabukkan. Nabi Saw. bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الآخِرَةِ

“Setiap yang memabukkan adalah khamr. Setiap yang memabukkan hukumnya haram. Siapa saja yang meminum khamr di dunia, lalu ia mati, sedangkan ia masih meminumnya dan belum bertobat, maka ia tidak akan meminumnya di akhirat (tidak akan masuk surga).” (HR Muslim)

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ

“Setiap yang memabukkan adalah haram. Apa saja yang banyaknya membuat mabuk, maka sedikitnya pun adalah haram.” (HR Ahmad)

Tidak terbantahkan lagi keharamannya. Dan jika hari ini justru khamr dibahas dalam rangka karena ada pihak menolak karena logika mudhorot akhirnya menjadi perdebatan karena disandingkan dengan maslahat. Sangat tidak layak jika jelas hukumnya tapi diperdebatkan oleh manusia. 

Disisi lain bukan sekadar mengonsumsi / meminum khamr. Syariat Islam juga mengharamkan sepuluh aktivitas yang berkaitan dengan khamr. Dalam suatu riwayat dinyatakan,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ

“Rasulullah saw. telah melaknat tentang khamr sepuluh golongan: 1. pemerasnya; 2. yang minta diperaskan; 3. peminumnya; 4. pengantarnya, 5. yang minta diantarkan khamr; 6. penuangnya; 7. penjualnya; 8. yang menikmati harganya; 9. pembelinya; 10. yang minta dibelikan.” (HR at-Tirmidzi)

Berdasarkan hadis ini, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan khamr adalah haram. Bar, kafe, restoran yang menjual khamr, profesi sebagai bartender, uang hasil penjualannya, dan cukai dari minuman keras juga haram secara mutlak. Jika demikian, dewan yang membahas UU minol pun sebenarnya tidak lepas dari hisabnya kelak dihadapan Allah. Wallahu a'lam 


Dilema Pelarangan Khamr dalam Sistem Sekuler

Rasulullah Saw. bersabda,

اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ

“Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)

Pada kenyataannya miras menimbulkan banyak persoalan sosial. Berdasarkan catatan Polri sepanjang tiga tahun terakhir, terjadi 223 tindak pidana yang dilatarbelakangi miras. 

Dalam jangka panjang, mengonsumsi miras berdampak merusak tubuh peminumnya, seperti merusak hati dan ginjal, pankreas, saraf, kerusakan otak permanen, penyakit kardiovaskular, infeksi paru-paru, diabetes hingga kanker seperti kanker faring, usus dan hati. Alkohol juga mengancam kesehatan mental seperti depresi.


Jika kita serahkan pertimbangan halal haram kepada akal manusia maka yang ada adalah perselisihan, beda pendapat dan pertimbangan mudhorot dan maslahat yang subyektif. Sekulerisme yang menjauhkan kehidupan dari ajaran Allah, terbukti menggantikan peran Tuhan kepada manusia. Manusia dipasrahi dengan beragam tugas membuat peraturan yang dianggap bisa mewakili semua manusia. Tapi akankah mampu? 

Dilema hidup dalam sekulerisme liberal ini telah menjadikan kehidupan manusia semakin rusak. Menjauhkan agama dari kehidupan sebenarnya tidak akan membuat hidup penuh dengan kedamaian, yang ada justru perselisihan dan ketidaktenangan. Terbukti pro kontra UU yang sebenarnya tidak ada motifasi agama ini pun riributkan, padahal dalam Islam sendiri jelas kedudukannya., Haram. 

Pengharaman khamr dan segala jenisnya adalah bagian dari kemuliaan syariat Islam yang memberikan perlindungan pada akal. Miras jelas menimbulkan kekacauan pada akal manusia. Miras bahkan mendorong berbagai tindak kejahatan selain melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT.

Tak pantas bagi seorang muslim untuk mempertimbangkan halal haram berdasarkan kemaslahatan semata. Apalagi dengan mencari dalih dan pembenaran dari pihak-pihak tertentu. Mengatasnamakan rakyat seakan membela padahal tindakannya justru kontra dengan syariat Allah. 

Seorang mukmin seharusnya mempertimbangkan halal-haram atas dasar syariat semata bukan pertimbangan akal manusia. Mencari oembenaran dengan fakta yang tak pantas menjadi hujjah. Dan saat ini Seharusnya umat Islam menunjukkan sikap beraninya untuk menyerukan  kebenaran berdasarkan hukum Allah bukan pertimbangan kemaslahatan semata. Hanya Islam kaffah yang akan menyelesaikan masalah manusia secara sempurna. Penerapan Islam kaffah tidak akan dilakukan dengan sempurna tanpa penerapan sistem pemerintahan khilafah sebagaimana yang telah dicontohkan. Ini seharusnya pilihan sikap seorang muslim.

Senin, 26 Oktober 2020

Dampak Industri Kapitalis Menyasar Winong

Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat membutuhkan banyak dana. Dan kekuatan kapital akhirnya mendorong pihak yang menginginkan berkuasa untuk terjun dalam kompetisi.

Tak sedikit yang merasa rugi, karena kekalahan tapi akhirnya maju kembali di periode berikutnya dengan modal yang jauh lebih besar. Tak sedikit peran sponsor dari kalangan pengusaha, bahkan ada yang didukung swasta asing ikut ambil bagian dalam kompetisi.

Semua berujung pada, konsekuensi pasca terpilihnya pihak berkuasa. Amandemen perundangan, penyiapan peraturan baru dan beragam perubahan dalam regulasi pun dibuat. Seakan dilakukan demi rakyat, tapi sejatinya semua merupakan kompensasi dari sebuah kemenangan. 

Tak ayal, maka industrialisasi yang ada di negeri ini pun didalamnya selalu ada pengusaha yang mempengaruhi kekuasaan. Rakyat dikhianati dengan perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Melakukan manipulasi hukum untuk melegalkan beragam eksploitasi atas nama investasi.

Dampak Industri menjadi perkara kesekian yang menuntut diselesaikan. Rakyat menuntut, berdemo berkali-kali akhirnya terjadi akibat ketidakpekaan penguasa akan dampak yang diakibatkan. Sebutlah salah satunya warga Winong desa Karangkandri Kecamatan Kesugihan Cilacap. Sedah bertahun-tahun mereka menghirup polusi pembakaran asap PLTU, kini beberapa tahun terakhir mulai nerasakan dampak abrasi. Jarak bibir pantai yang sebelumnya ada sekitar 200 meter bahkna ada yang menyebut 500 meter kini tersisa 5 hingga 7 meter. Dampak yang dirasakan tidak ada 10 tahun ini bisa dikatakan cukup besar sekali. Padahal dalam perundangan peraturan mentri disebutkan laju perubahan garis pantai dalam 5 tahun terakhir dikatakan tinggi jika  lebihndari 2 meter per tahun. Lalu abrasi yang dihadapi warga Winong jelas sudah melewati batas ini.

Jelas peraturan ini dilanggar karena selain abrasi yang ditimbulkan cukup besar, pembangunan di kawasan pemukiman warga pun layak mendapatkan tanda tanya besar. Jarak PLTU dengan perumahan warga kurang dari 500 meter Sehingga warga mudah sekali terdampak limbah B3 berupa abu. Padahal hal ini jelas membahayakan kesehatan wargajarak ideal terhadap pemukiman minimal 2km. Hal ini tertuang dalam penjelasan atas Peraturan Menteri Perinduatrian Nomor 40/M-IND/PER/7/2016 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri. Dampak kesehatan, lingkungan hingga ancaman pekerjaan dan perumahan terancam abrasi kini terus menghantui warga. 

Dimana Penguasa? 

Saling melemparkan tanggung jawab. Itu kenyataan yang terjadi. Adanya pemetaan wilayah dengan aset nasional dianggap menjadi alasan kenapa oemerintah daerah terkesan diam pada dampak yang dihadapi warga. PLTU dianggap merupakan investasi berskala nasional sehingga oenanganannya pun bukan wewenang oemerintah daerah. Inilah kenyataan yang dirasakan warga Winong. Kepada siapa lagi mereka harus menuntut keselamatan diri mereka atas dampak industrialisasi di wilayah mereka? Apakah kompensasi pekerjaan, materi saja cukup membayar derita mereka selama belasan tahun ini? 

Ini merupakan gambaran industrialisasi dalam kapitalisme tidak menomorsatukan warga dan lingkungan. Semata-mata keuntungan materi mereka seakan melegalkan banyak cara dengan tidak memperhatikan ekosistem dimana industri berdiri. Miris. 

Kapitalisme memang hanya berorientasi pada kapital semata. Selama menguntungkan maka faktor kerugian dianggap kecil dibanding berapa keuntungan yang akan mereka dapatkan. Telah banyak kasus yang menggambarkan bahwa industri kapitalis berujung nasub rakyat tragis. 

Islam Solusi Industri Manusiawi

Dalam Islam, basis industri adalah untuk pertahanan. Bukan semata komiditas. Jika negara membangun industri orientasi penjagaan negara dari perang menjadi dasar industrialisasi. Karena orientasinya untuk perang yang maka perusahaan yang akan berdiri adalah industri alat berat industri persenjataan dan beragam macam kebutuhan untuk pertahanan negara. Dan hal ini akan menutup akses peluang investasi dari luar negeri yang sekiranya akan melemahkan eksistensi negara. 

Atas dasar ini maka sangat kecil peluang negara barat menanamkan investasinya apalagi mendominasi industri yang ada di dalam negeri.  Negara tidak akan dilemahkan dengan jumlah saham yang dominan dari negara barat juga peraturan tidak akan didominasi oleh kepentingan para pengusaha di negeri ini. 

 Ketika pun negara perlu mempekerjakan tenaga asing yang ahli di dalam Islam, maka akan diperlakukan secara profesional bukan sekedar tenaga yang tidak profesional. Dan mereka pun akan dibayar dengan ujrah atau upah yang sesuai dengan kemampuan mereka, tapi mereka tidak akan diberikan posisi penting dalam kebijakan industri. 

 Industri yang dibangun pun tidak boleh merusak lingkungan bahkan menimbulkan mudharat bagi manusia dan lainnya. Karena hal tersebut merupakan suatu keharusan dan negara akan aturan yang tegas sesuai dengan hukum Islam. 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Mâjah, dan lainnya: 
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ 

"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain."(HR. Imam Ahmad 1/313. Ibnu Mâjah dalam Kitab Al-Ahkâm, Bab Man banâ bihaqqihi mâ yadhurru jârahu, No. 2341. At-Thabrâni dalam Al-Kabir, No. 11806 dari Jâbir al-Jâ’fi dari Ikrîmah dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu)

Rabu, 21 Oktober 2020

Abrasi dan Matinya Kemanusiaan


Deu Ghoida
 
Bencana seringkali terjadi tidak semata faktor alam, qodho Allah. Tapi didalamnya ada peran manusia yang cuek pada kerusakan, memanipulasi dengan kekuasaan untuk melanggengkan kepentingannya. Rusaknya ekosistem dan semrawutnya tata pengelolaan wilayah sudah menjadi problem kompleks industri kapitalisme.

Demi mengeruk kekayaan, mereka idak akan tanggung-tanggung dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi wilayah. Seringkali tak mempertimbangkan nasib makhluk hidup yang ada disekitar kawasan industri. Beragam dampak lahir dari kebijakan industrialisasi tak manusiawi.

Karena industri dalam kapitalisme tidak berbasis pada pertahanan negara, tapi hanya mengandalkan kepentingan ekonomi semata, maka tata kelola dan kebijakan yang memuluskan penjajahan ekonomi inipun mampu melegalkan perkara yang sebenarnya melanggar syariat, norma bahkan kemanusiaan pun kerap dilanggar. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam industri kapitalis sering muncul problem kemiskinan di sekitar Kawasan Industri. Seperti yang terjadi di Papua, warga asli di sekitar tambang Freeport justru merasakan ketimpangan yang luar biasa. Juga kondisi lain, industri kapitalis akan melahirkan dampak buruk di sekitar kawasan pemukiman industri. Baik itu pencemaran air, polusi udara polusi tanah, kurangnya penghijauan maraknya penderita ISPA dan berbagai dampak buruk lainnya. Hingga kepada hewan dan tumbuhan sekalipun.

Apa yang terjadi di Winong Cilacap menunjukkan hal tersebut. Proyek PLTU beberapa tahun ini melahirkan problem kompleks bagi warga sekitar Karang Kandri, Winong dan daerah sekitaran proyek tersebut. PLTU yang diprediksi akan menjadi pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara ini melahirkan banyak masalah. Mulai dari penyempitan ruang milik warga, program pembebasan tanah yang tidak sepadan, dampak polusi akibat debu pembakaran di PLTU dan kini warga di sekitar Winong dihadapkan dengan abrasi yang terus mengancam. Sudah dua rumah menjadi korban ganasnya air laut karena semakin dekatnya bibir pantai dengan perumahan warga akibat sedimentasi. terjadi abrasi disebabkan adanya pembangunan kanal intake dan maintenance dredging. Akhirnya hal ini mempengaruhi makin cepatnya abrasi dalam waktu satu tahun terakhir. 

Warga sudah melakukan banyak aksi dan sikap untuk membuat perhatian pemerintah agar menyelesaikan masalah tersebut. Akan tetapi seruan demi seruan seakan tidak berakhir baik. Warga seakan harus bersabar akan keganasan industri kapitalis, meski korban polusi udara tetap harus mereka rasakan dan sudah banyam korban bahkan hingga meninggal akibat ISPA. 

Kini warga pun harus merasakan ancaman dengan rumah mereka. Air laut terutama ketika pasang, seakan mengancam mereka setiap waktu. Mana kesejahteraan yang dijanjikan dari induatrialisasi? Yang ada warga kehilangan banyak mata pencaharian akibat industri kapitalis ini. Nelayan turun hasil tangkapannya, penambangan pasir turun drastis juga. Janji kesejahteraan hanya jargon menutupi kejahatan industri kapitalis. 

Yang mendapatkan kesejahteraan habya mereka yang ada dalam lingkaran industri kapitalis ini. Dekatnya para pengusaha dengan para oengambil kebijakan telah menyelingkuhi rakyat demi kepentingan duniawi mereka. Perselingkuhan itu nyata, dan menyakiti bahkan mengorbankan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya atas kekayaan di negeri ini. Kapitalisme memang kejam, tak memanusiakan manusia. 


Minggu, 20 September 2020

Pakta Integritas, Bukti Otoritarianisme Kampus

 Munculnya Pakta Integritas di kampus UI beberapa waktu lalu menuai pro kontra. Banyak pihak menolak dan menilai pakta ini sebagai upaya memberangus kebebasan berpolitik mahasiswa. Penolakan datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia yang menentang pakta integritas untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2020/2021 dan menyebut perjanjian di atas meterai itu bisa mengekang hak berpolitik mahasiswa. 

Penolakan lainnya datang dari Mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang mendukung Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia menolak menandatangani Pakta Integritas untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2020-2021. Dia mengingatkan bahwa jangan sampai hal tersebut memasung hak politik. Rocky Gerung pun menilai penandatanganan Pakta Integritas untuk mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) mengancam kebebasan mahasiswa, dan tidak sesuai dengan tradisi di Kampus Perjuangan itu. Bahkan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra Ali Zamroni menilai materi pakta integritas bagi mahasiswa baru UI seolah menarik mund2😊😊😑ur demokrasi di Indonesia.

Yang menjadi pro kontra pakta ini karena dianggap ada beberapa poin yang menunjukkan sikap "takut" pihak UI akan munculnya mahasiswa aktivis yang kritis pada kondisi bangsa. Berikut isi Pakta Integritas yang beredar di media sosial dan wajib ditandatangani oleh mahasiswa baru UI angkatan 2020:
"Sebagai mahasiswa UI dan selama menjadi mahasiswa UI, dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab berjanji untuk:" 
1. Menerapkan 9 nilai-nilai dasar Universitas Indonesia dalam perilaku sehari-hari
2. Menaati aturan dan tata tertib yang berlaku di Universitas Indonesia, sebagaimana tercantum dalam peraturan rektor tentang organisasi tata dan laksana kemahasiswaan universitas indonesia
3. Menerima dan menjalankan sanksi akademik dan non-akademik ketika melakukan pelanggaran selama menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia
4. Menerima dan menjalankan sanksi pidana dan/atau perdata ketika melakukan pelanggaran terhadap hukum positif yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Menerima dan menjalankan sanksi atas segala tindakan, sikap, perkataan dan aktivitas mahasiswa yang mencoreng nama baik pribadi dan institusi Universitas Indonesia di ruang luring dan daring, sesuai peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
6. Memberikan informasi dan data yang sebenar-benarnya sesuai kebutuhan universitas
7. Menjaga harkat dan martabat pribadi, keluarga, dan institusi Universitas Indonesia
8. Mempersiapkan diri dan menjalankan dengan sungguh-sungguh apabila diminta mewakili Universitas Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam berbagai program akademik dan non akademik
9. Siap menjaga kesehatan fisik dan mental serta bertanggungjawab secara pribadi jika dikemudian hari mengalami gangguan kesehatan fisik dan/atau mental
10. Tidak terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara
11. Tidak melaksanakan dan/atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/orientasi studi/latihan/pertemuan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak mendapat izin resmi dari pimpinan fakultas dan/atau pimpinan universitas Indonesia
12. Tidak terlibat dalam tindakan kriminal, sebagai pengguna maupun pengedar minuman keras (miras), narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba)
13. Tidak melakukan aktivitas kekerasan fisik, mental, verbal, non-verbal dan/atau seksual terhadap sivitas akademika dan masyarakat baik secara luring dan daring, serta siap menerima sanksi akademik, non-akademik, pidana dan/atau perdata atas pelanggaran yang dilakukan. 

Munculnya Pakta Integritas ini mengatur soal kehidupan politik dan berorganisasi mahasiswa baru. Meski dalam pemberitaan sudah dilakukan revisi tapi beberapa kalangan terutama BEM UI tetap menolak adanya pakta integritas tersebut. Msnurutnya hal ini akan mengekang kehidupan berdemokrasi mahasiswa, salah satunya mahasiswa tidak akan bisa mengkritik kebijakan pemerintah atau melakukan aksi demonstrasi. Bahkan mewajibkan mahasiswa menerima dan menjalankan sanksi atas sikap, tindakan dan aktivitas yang mencoreng nama baik kampus secara daring maupun luar jaringan (luring). Ini menunjukkan pihak kampus berlaku otoriter terhadap mahasiswanya. 

Pakta Integritas ini bagi kalangan yang pro dinilai mampu menjamin bahwa mahasiswa UI tidak hanya mendapatkan Ilmu Pengetahuan dan keterampilan tapi juga penguatan karakter dan kepribadian sebagai orang Indonesia melalui berbagai kegiatan akademik dan non-akademik. Mahasiswa baru dinilai banyak diperebutkan untuk dikader oleh banyak kelompok/ organisasi yang memiliki afiliasi paham tertentu dan menjadi sayap organisasi/ partai tertentu. Di masa lalu, kampus UI (dan juga kampus lain) menjadi persemaian jaringan fundamentalisme, gerakan tarbiyah kemudian mendominasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Mereka banyak dibina oleh dosen-dosen lulusan Perguruan Tinggi di Timur Tengah dan sempalan binaan intelejen. Inilah sebenarnya alasan ketakutan utamanya. 


Pakta Integritas Membungkam Jiwa Kritis Mahasiswa

Pakta Integritas bisa dikata lahir dari menguatnya Narasi Radikalisme akhir-akhir ini. Ditambah makin besarnya gelombang kritis di kalangan mahasiswa. Ada pihak yang khawatir peristiwa 98 kembali terulang.  Pakta integritas seakan menunjukkan sebuah upaya membentengi mahasiswa dari ancaman dan pemanfaatan. Meski sebenarnya justru yang nampak adalah kediktatoran pihak kampus karena adanya dorongan rezim otoriter anti kritik yang ada untuk saat ini. 

Mahasiswa sejauh ini dinilai merupakan pihak yang mampu mendorong terjadinya perubahan dan sangat identik dengan sikap kritis terhadap realita politik kekinian. Kita tidak lupa reformasi 98 juga diawali dari letupan sikap kritis para mahasiswa dalam menggulingkan rezim Soeharto. Ada kekhawatiran dari sebagian kalangan saat ini, mengingat kalangan mahasiswa pun sudah banyak yang ikut dalam partisipasi politik terutama dalam menuangkan sikap kritisnya kepada pemerintah. 

Upaya menggandeng kampus dalam upaya mencegah radikalisme sudah dilakukan sejak 2018. Beragam kalangan seperti BNPT, Menristek Dikti pun sudah diarahkan untuk mencegah masuknya paham radikal di kalangan mahasiswa. Meski radikalisme disini masih sangat subyektif sekali. Karena hanya ditujukan kepada upaya dakwah Islam kaffah. 

Mengeluarkan pakta ini ditengah lemahnya pengaturan kehidupan yang dilakukan pemerintah pada rakyatnya, makin derasnya narasi radikalisme di negeri ini menunjukkan bahwa sikap otoriter akhirnya menjadi pilihan pihak yang berkuasa sebagai bentuk anti kritik atas kebijakan zhalim yang dirasakan rakyat. 


Islam Membuka Peluang Msngoreksi Penguasa 

Di dalam Islam pihak yang berkuasa tidak akan bisa menggunakan posisinya untuk kepentingan individual atau kelompoknya. Karena di dalam Islam siapapun yang berkuasa bukanlah anti kritik, justru membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan muhasabah kepada penguasa sekalipun aturan yang ditegakkan adalah aturan syariat Allah akan tetapi secara implementasi memungkinkan tetap terbukanya masukan dan muhasabah dari masyarakat. 

Apalagi dalam tataran dunia pendidikan negara memiliki peran utama dalam mengarahkan anak didik memiliki sikap militansi besar untuk membela negara dan bangsanya dari kerusakan. Dengan tetap menjaga pada keterikatannya terhadap syariat. 

Mengoreksi penguasa yang lalai, salah dan keliru, termasuk perkara yang ma’lûm bagian dari agama ini. Salah satu hadits yang mendorong untuk mengoreksi penguasa, menasihati mereka, adalah hadits dari Tamim al-Dari –radhiyaLlâhu ’anhu-, bahwa Nabi Muhammad –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:

«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»

Agama itu adalah nasihat

Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:

«لِلّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَتِهِمْ»

Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum Muslimin pada umumnya.”(HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim)

Di sisi lain, Rasulullah–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– pun secara khusus telah memuji aktivitas mengoreksi penguasa zalim, untuk mengoreksi kesalahannya dan menyampaikan kebenaran kepadanya:

«أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ»

Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya)

«سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدُ الْمُطَلِّبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»

Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath)


Hukum asal amar makruf nahi mungkar harus dilakukan secara terang-terangan, dan tidak boleh disembunyikan. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa menasihati seorang penguasa haruslah dengan cara sembunyi-sembunyi (empat mata). Menurut mereka, seorang Muslim dilarang menasihati penguasa secara terang-terangan di depan umum, mengungkap kesalahan mereka di muka publik, karena ada dalil yang mengkhususkan. Pendapat semacam ini adalah pendapat tidak tepat. 

Perilaku Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– tidak segan-segan mengumumkan perbuatan buruk yang dilakukan oleh pejabatnya di depan kaum Muslim, dengan tujuan agar pelakunya bertaubat dan agar pejabat-pejabat lain tidak melakukan perbuatan serupa. Imam Bukhari dan Muslim menuturkan sebuah riwayat dari Abu Humaid Al-Sa’idi bahwasanya ia berkata: “Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- mengangkat seorang laki-laki menjadi amil untuk menarik zakat dari Bani Sulaim. Laki-laki itu dipanggil dengan nama Ibnu Luthbiyyah. Tatkala tugasnya telah usai, ia bergegas menghadap Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam-; dan Nabi Muhammad –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- menanyakan tugas-tugas yang telah didelegasikan kepadanya. Ibnu Lutbiyah menjawab, ”Bagian ini kuserahkan kepada anda, sedangkan yang ini adalah hadiah yang telah diberikan orang-orang (Bani Sulaim) kepadaku.”

Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– berkata, ”Jika engkau memang jujur, mengapa tidak sebaiknya engkau duduk-duduk di rumah ayah dan ibumu, hingga hadiah itu datang sendiri kepadamu”. Beliau –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– pun berdiri, lalu berkhutbah di hadapan khalayak ramai. Setelah memuji dan menyanjung Allah SWT, beliau bersabda,”’Amma ba’du. Aku telah mengangkat seseorang di antara kalian untuk menjadi amil dalam berbagai urusan yang diserahkan kepadaku. Lalu, ia datang dan berkata, ”Bagian ini adalah untukmu, sedangkan bagian ini adalah milikku yang telah dihadiahkan kepadaku. Apakah tidak sebaiknya ia duduk di rumah ayah dan ibunya, sampai hadiahnya datang sendiri kepadanya, jika ia memang benar-benar jujur? Demi Allah, salah seorang di antara kalian tidak akan memperoleh sesuatu yang bukan haknya, kecuali ia akan menghadap kepada Allah swt dengan membawanya. Ketahuilah, aku benar-benar tahu ada seseorang yang datang menghadap Allah swt dengan membawa onta yang bersuara, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik. Lalu, Nabi–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- mengangkat kedua tangannya memohon kepada Allah swt, hingga aku (perawi) melihat putih ketiaknya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas adalah dalil sharih yang menunjukkan bahwa Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– pernah menasihati salah seorang pejabatnya dengan cara mengungkap keburukannya secara terang-terangan di depan publik. Beliau tidak hanya menasihati Ibnu Luthbiyyah dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi membeberkan kejahatannya di depan kaum Muslim. Lantas, bagaimana bisa dinyatakan bahwa menasihati penguasa haruslah dengan sembunyi-sembunyi (empat mata), sedangkan Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam-, manusia yang paling mulia akhlaknya, justru menasihati salah satu pejabatnya (penguasa Islam) dengan terangan-terangan, bahkan diungkap di depan khalayak ramai?

Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:

«سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا»

Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”. Para shahabat bertanya, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat” Jawab Rasul.” (HR. Muslim)

· Ketika Umar bin Khaththab –radhiyaLlâhu ’anhu– berkhuthbah di hadapan kaum Muslim, setelah beliau diangkat menjadi Amirul Mukminin, beliau berkata, “Barangsiapa di antara kalian melihatku bengkok, maka hendaklah dia meluruskannya”. Seorang laki-laki Arab berdiri dan berkata, “Demi Allah wahai Umar, jika kami melihatmu bengkok, maka kami akan meluruskannya dengan tajamnya pedang kami”.

Inilah realitas kepemimpinan dalam Islam, jauh dari otoriter dan zalim dengan kekuasaannya. Jika ada keluhan dari rakyat sejatinya penguasa mendengar karena kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkannya.

Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Maka dalam Islam, membahas pentingnya kepemimpinan dalam Islam jelas bukan merupakan perkara radikal. Bahkan merupakan kewajiban adanya satu pemimpin di tengah kehidupan umat Islam. Inilah realitas keadaan yang seharusnya diperjuangan. Maka pakta integritas di kalangan manapun sebagai upaya membentengi muhasabah kepada tindak kezhaliman dan mencegah umat Islam untuk berislam kaffah sebenarnya merupakan bentu kewaspadaan hegemoni kekuasaan kafir yang khawatir kekuasaan demokrasi akan digantikan dengan Islam.

WalLahu a’lam. 

Sabtu, 12 September 2020

Narasi Radikalisme Menghantui Keluarga Muslim


_Dewi Ummu Syahidah_



Radikalisme dalam dua dekade ini telah banyak digaungkan dan dilekatkan sekali pada agama, Islam khususnya. Beragam narasi dilontarkan dan dibenturkan dengan beragam tuduhan  ingin mengubah dasar negara, mengemban ide transnasional, intoleran dan lainnya yang sejenis. Lontaran itu selalu diucapkan oleh pejabat negeri ini hingga berujung panas karena dinilai tidak pas dengan beragam definisi yang dibuat.

Seperti yang kita tahu, bahwa opini war on radicalism merupakan kelanjutan war on terrorism sejak Peristiwa WTC 2001 lalu. Hingga akhirnya AS memposisikan diri sebagai polisi dunia, seakan hendak memberangus segala bentuk teror atas nama agama. Hal senada tidak berlaku terhadap kebrutalan Zionis. Justru seakan mereka menutup mata akan kebengisan Israel berpuluh tahun lamanya. Adanya pergeseran dari WOT menjadi radikalisme ini seiring dengan kekalahan narasi terorisme yang disematkan kepada Islam, karena faktanya Islam sangat jauh dari kekerasan dan aktivitas teror dalam dakwahnya. Akhirnya narasi terorisme pun bergeser pada radikalisme, sebuah narasi yang sangat subyektif sesuai kepentingan pembuatnya. 

Radikalisme kini dianggap menjadi common enemy di dunia,diopinikan seolah jauh lebih berbahaya dari pandemi Covid. Padahal yang dihadapi dari perang melawan radikalisme sejatinya adalah selalu ditujukan kepada dakwah Islam kaffah. Dakwah yang menginginkan tegaknya hukum Allah secara sempurna di muka bumi. Akhirnya perang narasi ini butuh pemain, dan negara kafir memanfaatkan posisi umat Islam sendiri untuk diadu domba dengan perang anti radikalisme ini. Mereka kucurkan dana, mereka kuatkan posisi pihak yang berkuasa, mereka beri janji akan hutang, investasi bahkan dana hibah untuk memuluskan perang anti radikalismenya.

Begitu gencarnya narasi dan opini Perang malewan radikalisme akhirnya tidak sedikit umat Islam yang terpengaruh, menuding radikal saudaranta hanya karena perbedaan dalam memahami konsep solusi bangsa. Wajar sebenarnya dalam kondisi jauh dari kesejahteraan, keamanan manusia berpikir kritis atas kehidupan. Apalagi sampai menemukan solusi untuk kembali kepada Islam kaffah dengan menerapkan khilafah, karena sisi lain ada tuntutan syariat padanya juga karena kelemahan kapitalisme saat ini yang makin terindra bobroknya, wajar jika wacana penerapan Islam kaffah ini menjadi pilihan dan perbincangan. Tapi kafir Barat tak menghendakinya, lalu muncullah narasi radikalisme ini sebagai pembendungnya. 

Isu radikalisme dilontarkan seiring dengan pemikiran toleran, moderat sebagai wacana tandingan yang dianggap bisa dijadikan sebagai penangkal radikalisme.Barat ciptakan profile Islam ramah versi mereka yabg sangat terbuka sekali pada kekufuran, dan budaya Barat. Mereka pilih agen-agennya dari. Kalangan muslim moderat, kuasai kelompok umat Islam tertentu lalu memberi posisi kekuasaan sebagai kompensasi loyalitasnya. Inilah strategi lama ala kompeni di masa lalu. Menggunakan tangan-tangan umat Islam sendiri untuk menghunuskan pedang menghancurkan sodatanya sendiri. Devide et impera.

Narasi Radikal Masuk Kepada Keluarga Muslim
Keluarga muslim pun pada akhirnya terpengaruh akan narasi radikalisme ini. Tak sedikit orang tua mencurigai anaknya akan perubahan hijrah sang anak. Suami mencurigai istrinya karena telah berubah penampilan dan pola pikirnya. Dll. Saling curiga, ada rasa takut dan beragam respon akhirnya mulai bermunculan seiring dengan makin menguatnya gelombang hijrah dan dakwah.

Derasnya opini khilafah pun menjadi ukuran rezim berkuasa makin represif pada dakwah Islam. Persekusi ulama dan tudingan negatif pada dakwah pun kerap dilontarkan berulang kali di media. Kegaduhan justru kerap muncul akibat opini yang dipaksakan. Tapi bangsa ini kini menganggap  korupsi, kriminalitas, kegagalan dalam mensejahterakan bangsa seakan bukan lagi masalah besar yang butih diseriusi untuk dipecahkan. Narasi radikal jauh lebih empuk untuk terus digoreng oleh apartur negara yang sedang berkuasa. Miris.


Pandangan Islam pada Narasi Radikalisme

Bagaimanapun wacana radikal ini muncul dari negara Barat kafir. Krtakutan mereka akan keyakinan umat Islam akan tegaknya khilafah Islamiyah sebagai fase akhir umat Islam di dunia telah melahirkan kevencian, ketakutan dan sikap arogan Barat. Kebencian kepada dakwah khilafah akhirnya meluas dan dibentengi manusia di dunia dengan pemikiran sekuer liberal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha’ kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka” (QS. al-Baqarah: 120).

Kebencian mereja akan terus ada terutama kepada dakwah Islam kaffah
 Sehingga dari sinilah umat Islam harus tus menyadari bahwa afa yang memainkan opini untuk menakuti-nakuti umat Islam, mencegahnya dari Kebangkitan. 

Dari sini seharusnya umat Islam bersikap bijak dan berpikir mendalam akan perang opini tersebut. 

1. Jangan mudah termakan pada opini yang menyesatkan hingga akhirnya melemahkan kepercayaan dan  keyakinan.
  
2. Tetap berpositif thinking kepada saudara muslim apalagi kepada mereka yang mendakwahkan Islam. 
Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)

3. Kuasai politik global dengan terus mengikuti perkembangan politiknya. Maka akan mengetahui siapa yang memainkan perang global tersebut. 

4. Mengambil posisi pada bagian penyeru kebaikan, mendukung kebenaran dan selalu memberikan pembelaan kepada kebenaran. Menentsng kebathilan meski nampak resikonya. 

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

  Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."(al Imron 110)

5. Saling membangun kekuatan diantara sesama saudara muslim menguatkan ukhuwah dan berpegang teguh pada diin Islam. 
Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَا نًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَ نْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah seraya dengan berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali ‘Imran [3]: 103).

Semoga Allah jauhkan umat Islam dari fitnah dan perpecahan. Tetaplah yakin bahwa janji Allah pasti akan tiba jika memang sudah waktunya. Ending fase umat Islam akan berujung pada kemenangan dan muncul fase baru kekhilafahan. Tinggal hari ini, dimana posisi kita dalam menerima kebenaran janji Allah tersebut. 
WalLahu a’lam bi shawwab.

Rabu, 09 September 2020

Islampohobia Menghantui Remaja Muslim


Oleh: Dewi Ummu Syahidah

 Semangat remaja muslim untuk mengkaji dan mendalami Islam akhi-akhir ini dirasakan sangat baik. Ditambah dengan semakin mudahnya akses informasi dan beragam cara untuk mendalami Islam makin mendorong remaja untuk jauh lebih cepat dalam berhijrah. Meski disisi lain serangan budaya Barat yang liberal dan permisif seakan ikut bertanding dalam ruang pikiran remaja saat ini.

Tak sedikit para pendakwah tampil dengan beragam upaya penyampaian dakwah yang cukup menarik, beragam diskusi dan tampilan modern dibuat untuk makin membuat materi keislaman mudah dipahami, tapi seiring dengan makin menggeliatnya dakwah Islam mulai bermunculan beragam upaya tandingan yang justru berkebalikan.

Muncullah arus Islamophobia (Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an,[3] tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001.

Pada tahun 1997, Runnymede Trust seorang Inggris mendefinisikan Islamofobia sebagai "rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua Muslim," dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa.-wikipedia). Yang sebenarnya cukup tidak nyambung, ketika arus Islamophobia ini justru dilakukan oleh muslim sendiri yang ditujukan untuk saudara muslim yang lain.

Padahal, awal munculnya Islamophobia sendiri adalah dari Barat, hingga pasca tregedi 911, AS kembali mendakwahkan Islamophobia yang ditujukan pada umat Islam, supaya muncul kecurigaan diantara sesama saudara muslimnya. Imbasnya yang terjadi hari ini, banyak pihak akhirnya ketakutan pada kajian Islam, ditambah dengan makin massifnya arus moderasi Islam. Dimana saat ini moderasi Islam dianggap sebagai solusi ats makin gencarnya dakwah Islam kaffah di tengah umat Islam.

Padahal istilah Islam Moderat, ini muncul dari sebuah dokumen lembaga think tank AS, RAND Corporation yang berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, yang ditulis Cheryl Benard pada 2003, dan Building Moderate Muslim Network pada 2007. Dokumen tersebut mengelompokkan umat Islam pada kutub Islam radikal/fundamentalis, Islam moderat/sekuler, Islam modernis, dan Islam tradisionalis. Dokumen ini juga menjelaskan bahwa karakter Islam moderat adalah mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian dan menentang terorisme.
Sedangkan istilah Islam radikal/fundamentalis, oleh RAND diasosiasikan pada sosok intoleran, cenderung radikal dalam konotasi memaksakan kehendak, brutal, memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah melalui tegaknya Khilafah Islamiyah, menolak demokrasi berikut derivatnya, termasuk anti-Barat.

Selain mengotakkan muslim menjadi empat kelompok, disebutkan pula bahwa tiga kelompok Islam (tradisionalis, sekuler/moderat, modernis) ini kemudian harus dibenturkan dengan kelompok ke-4: fundamentalis.

Stereotip buruk tersemat kepada kelompok fundamentalis, seperti teroris, pemecah belah bangsa, diskriminatif terhadap perempuan, garis keras, antidamai, dll. Semua strategi ini bertujuan untuk membendung bibit kebangkitan Islam, termasuk membendung persatuan umat Islam.

Artinya, kemunculan Islam Moderat vs. Islam Radikal dan berbagai isu mengenai hal itu adalah by design. Kebijakan pemerintah di negeri-negeri muslim juga mengacu pada design tersebut. Artinya –pula–, Barat menyadari adanya bibit kebangkitan Islam.

 Ini diperkuat dengan laporan yang dirilis Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Intelligent Council/NIC) dalam bentuk dokumen berjudul Mapping The Global Future pada Desember 2004.

Jika hari ini remaja merasakan adanya upaya deradikalisasi, sehingga terbentuk Islamophobia, maka harus menyadari bahwa semua hal ini adalah merupakan upaya yang dirancang Barat dalam memecah belah umat Islam di negeri ini. Bagaimanapun Islam hanya ada satu. Perpecahan sengaja dihembuskan Barat dalam perang opini yang mereka lakukan sebagai bentuk serangan pemikiran Barat kepada dunia Islam. Karena Barat mengakui bahwa jika umat Islam diserang secara fisik, mereka takkan mampu mengalahkannya, sehingga Barat melakukan serangan kepada umat Islam dengan melemahkan pemikirannya.

 Ingat, bagaimanapun orang kafir tidak akan pernah ridho sampai kapanpun kepada umat Islam hingga umat Islam mengikuti millah mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

_“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha’ kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka”_ (QS. al-Baqarah: 120).

Maka umat Islam khususnya remaja hari ini harus menyadari bahwa ada upaya membangun Islamophobia di tengah umat Islam. Dan ada yang menjajakan Islam moderat, sebagai solusi untuk mencegah Islam kaffah di tengah umat Islam. 

Ada framing islam intoleran yang sengaja dibentuk, yang mereka framing untuk pihak yang menganggap agama yang benar hanya Islam saja. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

 ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ

_“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”_

Lalu alasan apalagi bagi kita umat Islam untuk mengikuti skenario Barat, sedangkan dalam Islam jelas bahwa berIslam kaffah merupakan suatu keharusan, bukan berislam moderat yang diperintahkan.

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
_“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”_ (QS. Al Baqarah: 208)

Maka sikap yang harus diambil remaja hari ini terhadap upaya pembentukan Islamophobia adalah:

1. Kaji Islam dengan benar dan rutin

2. Pahami dalil dan mengkaji dengan periwayatan yang shohih

3. Ikuti perkembangan politik di dunia Islam sehingga bisa melihat lebih obyektif terhadap beragam peristiwa yang terjadi.

4. banyak berdiskusi dan memilah teman diskusi untuk memudahkan dalam memahami.

5. ikut ambil peran dalam upaya kebaikan dan mendakwahkan Islam, selain mejadi muslim, mukmin, muttaqin juga muslih.

6. Berdoa memohon terus kepada Allah agar senantiasa ditunjukkan kepada jalan yang lurus.

Wallahu a’lam.

Remaja Melek Politik Global

Oleh: ‏Dewi Ummu Syahidah



‏Remaja saat ini menjadi sorotan dalam gaya hidup, ‏cara berpikir, ‏hingga remaja milenial dinilai sangat identik dengan dunia media sosial dan gadget. ‏Seakan tau informasi bisa dengan sangat cepat. ‏Dunia ada dalam genggaman. ‏Meski semua itu tergantung dari siapa, ‏latar belakangnya apa, ‏dan motifnya apa.Maka atas dasar inilah remaja banyak yang menjadi target pasar produk kapitalis, ‏beragam produk online dengan platform baru muncul pun jika viral  maka akan dengan cepat dilahap remaja. ‏

Bahkan tak sedikit juga remaja menjadi sasaran ekspansi budaya asing, ‏hingga penanaman nilai yang kontra dengan aqidah pun seringkali tidak disadari masuk dalam pemdirinya tak seikiran remaja milenial.Sisi lain ada banyak kebaikan, ‏tapi keburukan pun seakan sulit dicegah. ‏Meski sebenarnya sangat baik sekali jika remaja sebagai pengguna gadget tertinggi memaksimalkan dalam membangun kecerdasan intelektualnya dalam melihat permasalahan umat Islam. 

‏Bagaimanapun, ‏remaja muslim merupakan bagian dari umat Islam, ‏yang sudah seharusnya juga memiliki kepekaan dan tanggung jawab terhadap umat.Remaja harus memahami problematika yang dihadapi umat Islam tidak hanya sekedar meratapi masalahnya sendiri. ‏Dia harus melihat dirinya tak sekedar menjadi seorang manusia saja, ‏tapi dia harus menempatkan dirinya sebagai muslim, ‏dan ada kaitannya dengan saudara muslim lainnya dan agamanya.

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لَا تَزَالُ الرِّيحُ تُفِيئُهُ، وَلَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيبُهُ الْبَلَاء

“Perumpamaan seorang mukmin seperti tanaman, ‏angin menerpanya ke kiri dan ke kanan. ‏Seorang mukmin senantiasa mengalami cobaan. ‏Sedangka perumpamaan orang munafik seperti pohon yang kuat tidak pernah digoyangkan angina sampai ia ditebang.” (al-Hadits)

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, ‏sebagian menguatkan sebagian yang lain.” [Shahih Muslim No.4684]مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ

، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, ‏mengasihi dan menyayangi, ‏seumpama tubuh, ‏jika satu anggota tubuh sakit, ‏maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. ‏Muslim]

Seorang muslim akan menjadi pembela untuk saudaranya, ‏dia akan menjadi cermin untuk saudaranya, ‏membelanya dan memperbaikinya.

الْمُؤْمِنُ مِرَآةُ أَخِيْهِ، إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْباً أَصْلَحَهُ

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. ‏Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, ‏maka dia memperbaikinya.” [sanadnya Hasan]Seharusnya seorang muslim mampu memberikan banyak manfaat untuk saudaranya, ‏seperti dalam hadits:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ مَثَلُ النِّحْلَةِ ، إِنْ أَكَلَتْ أَكَلَتْ طَيِّبًا ، وَإِنْ وَضَعَتْ وَضَعَتْ طَيِّبًا ، وَإِنْ وَقَعَتْ عَلَى عُودِ شَجَرٍ لَمْ تَكْسِرْهُ

“Perumpamaan seorang Mukmin seperti lebah, ‏apabila ia makan maka ia akan memakan suatu yang baik. ‏Dan jika ia mengeluarkan sesuatu, ‏ia pun akan mengeluarkan sesuatu yang baik. ‏Dan jika ia hinggap pada sebuah dahan untuk menghisap madu ia tidak mematahkannya.” (HR. ‏Al-Baihaqi]

Atas dasar inilah seharusnya seorang muslim terus menerus memperhatikan nasib saudaranya. ‏Menggali dan mencari solusi untuk menyelesaikannya. ‏Sehingga memahami konstelasi global kondisi umat Islam menjadi suatu kewajiban sebagai seorang muslim.Kita harus paham apa yang terjadi di belahan bumi lainnya.

 ‏Bagaimana terjadi peristiwa perampasan tanah di Palestina, ‏bagaimana terjadi pengkhianatan negeri muslim seperti bersekutu dengan Israel yang jelas-jelas mereka secara ofensif memerangi saudara muslim kita di Palestina dan beberapa negeri lainnya. ‏UEA, ‏dan beberapa negara lain di Timur Tengah justru bermesraan dengan Israel. ‏Bahkan UEA akan membangun pangkalan militer bersama Israel di Yaman. 

‏Lalu beragam sikap diskriminatif yang menimpa saudara kita di Kashmir, ‏Uyghur dan negeri Afrika selama berpuluh tahun seakan tidak pernah terbahas dalam diskusi anak-anak umat Islam sendiri. ‏Inilah yang membuat kepekaan dan kepedulian remaja muslim hari ini makin menghilang. ‏Sense sebagai muslim telah dibunuh oleh kesibukan liberal materialistis, ‏disibukkan dengan repotnya memenuhi kebutuhan perut dan dibawah perutnya. ‏Na’udzubillah.

Maka seharusnya seorang muslim siapapun itu, ‏khususnya remaja muslim harus mengetahui ada upaya sistematis yang digencarkan untuk memerangi umat Islam, ‏melemahkan pemikirannya, ‏dan menancapkan nilai-nilai sekuler Barat yang mana jika hal ini dilakukan maka akan memuluskan beragam upaya penjajahan dan penjarahan kekayaan negeri-negeri muslim.

Kita harus menyadari di dunia ini ada negara yang berkuasa sebagai negara pertama, ‏menancapkan ideologinya dan mengatur dunia agar terjerat dalam peta global ‎"The New World Order". ‏Amerika telah memetakan dunia dan membaginya dengan strategi yang sudah dirancang. ‏Mereka menanamkan nilai dan pemikiran mereka, ‏menancapkan para agennya untuk makin menguatkan hegemoninya. ‏Amerika dengan kekuatan ideologi kapitalismenya telah merajai dunia dalam membangun peradaban kapitalis yang sekuler, ‏jauh dari agama.

Lalu ada negara pengikut, ‏dimana negara ini terikat dengan  negara lain dalam politik luar negerinya dan sebagian masalah dalam negerinya. ‏Misal Mesir terhadap AS.Ada pula negara satelit,  ‏dimana negara yang politik luar negerinya terikat dengan negara lain dalam ikatan kepentingan,  ‏bukan ikatan sebagai pengikut. ‏Misal negara satelit adalah Jepang terhadap AS, ‏Australia terhadap AS dan Inggris.Dan di dunia ada negara independen yaitu merupakan negara yang mengelola politik dalam dan luar negerinya sesuai kehendaknya sendiri atas dasar kepentingannya sendiri. ‏Misal Perancis, ‏China, ‏Rusia.Dari pembacaan itulah, ‏maka segala apa yang terjadi di dunia saat ini tidak akan terlepas dari peranan negara pertama. ‏

Karena seperti AS misalnya, ‏mereka tidak menjajah dengan fisik tapi menjajah negeri umat Islam dengan politik dan kebijakan yang di'paksa'kan atas nama arahan lembaga dunia. ‏Berkedok sebagai lembaga dunia yang menolong ekonomi suatu negara, ‏sejatinya ada yang memainkan dominasinya sebagai polisi dunia untuk terus menjajah umat Islam, ‏hingga mencegah kembalinya kemunculan Islam sebagai pemenang di akhir jaman kelak. 

‏Mereka terus berupaya menjadikan umat Islam sebagai target dan sasaran atas dominasi kekufurannya. ‏Melemahkan umat Islam dengan berbagai strategi jahat dengan kedok manis.Maka atas dasar inilah, ‏umat Islam khususnya remaja wajib memahami konstelasi global, ‏untuk mengetahui dimana posisinya saat ini dan apa yang akan dilakukan di dunia ini.Menjadikan arah intelektual mahasiswa dan remaja menuju arah kebangkitan umat merupakan keniscayaan jika dimulai dari menata pola pikirnya agar sesuai dengan arah pandang Islam sebagai cara pandang kehidupan.

Menata umat Islam untuk menjadi pemenang akhir  jaman jelas tidak akan dimulai dari generasi plagiat, ‏generasi pembebek atas peradaban Barat. ‏Semua itu akan diraih jila dimulai dari kebangkitan berpikir dan bersikap umat Islam dengan menjadikan Islam  sebagai kepemimpinan dalam berpikirnya. ‏Keinginan merealisasikan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan merupakan finalnya perjuangan di bumi Allah. 

Sabtu, 25 Juli 2020

Krisis Pangan Mengancam Keluarga Muslim

Perekonomian dunia berada di ambang ketidakpastian akibat pandemi virus Corona (COVID-19). Hal ini pun membawa  dampak perekonomian Indonesia kian memburuk. Bahkan, dalam peluncuran laporan Bank Dunia untuk ekonomi Indonesia edisi Juli 2020, tak ada jaminan bagi ekonomi Indonesia terbebas dari resesi. Ekonomi Indonesia bisa mengalami resesi jika infeksi COVID-19 terus bertambah banyak. 

Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Bagi perbankan, bukti resesi adalah meningkatnya angka kredit macet. Sementara, bagi Pemerintah bukti resesi juga dapat dilihat dengan meningkatnya angka utang luar negeri.

Semenjak virus corona menyerang dunia ini, kata resesi sering kali disebut. Melansir The Balance, ada 5 indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi, yakni PDB riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Bagi negara penganut  kapitalisme, resesi dianggap suatu kewajaran. Bahkan AS sendiri juga sudah mengalami berkali-kali hingga puluhan kali resesi. Tepatnya 33 kali resesi sejak 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, AS mengalami 4 kali resesi termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008.

Indonesia yang menerapkan kapitalisme pun berisiko mengalami resesi. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery memprediksi PDB Indonesia akan minus 0,3% di tahun ini. Sebabnya, penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai berlaku efektif di beberapa daerah. Sementara pada kuartal I lalu, kebijakan PSBB belum diterapkan. Akibatnya, roda perekonomian di kuartal II mengalami perlambatan signifikan, sehingga pertumbuhan ekonomi terancam merosot.

Data pengangguran, aktivitas manufaktur, serta penjualan ritel Indonesia sudah mengirim sinyal potensi terjadinya resesi. Pandemi Covid-19 membuat Pemutusan Hubungan Kerja terjadi dimana-mana. Per 12 Mei, total pekerja yang dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.727.913 orang.

Imbas selanjutnya dari resesi ini adalah adanya krisis pangan yang siap menerjang di depan mata. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto pernah menjelaskan bahwa ketika resesi terjadi maka akan ada ledakan gelombang pengangguran. Ujung-ujungnya orang miskin akan bertambah.

Ancaman krisis pangan terjadi karena produksi global dan nasional terjadi penurunan akibat Covid, negara pengekspor beras seperti Thailand dan Vietnam, juga memasuki musim kering. Sementara Vietnam dan India juga sudah melakukan pembatasan ekspor.
FAO telah memprediksi bahwa dunia akan mengalami krisis pangan pada 2030 dan puncaknya 2050. Dikarenakan jumlah penduduk di bumi.makin bertambah. Tapi apakah benar krisis pangan dan resesi disebabkan karena makin bertambahnya penduduk bumi dan karena adanya Covid 19?


Kapitalisme Biang Kerusakan 

Perlu disadari bahwa penerapan kapitalisme di dunia senantiasa menyebabkan krisis secara periodik. Kelemahan sistem ekonomi kapitalisme telah menyebabkan beragam macam problem dalam kehidupan. Bukan hanya karena pandemi, akan tetapi kapitalisme lah yang sebenarnya menjadi biang krisis. Adanya pandemi justru dinilai banyak pihak, sebagai upaya menutupi kebobrokan kapitalisme. Menuduh pandemi menyebabkan krisis padahal kapitalisme lah yang gagal menyejahterakan manusia.

Penguasaan aset umat menjadi milik segelintir orang, privatisasi, pencabutan subsidi, penerapan ribawi dalam transaksi ekonomi dan beragam kebijakan moneter yang berbasis utang menjadi rantai penyebab krisis makin pelik dalam menghadapi pandemi.

Tidak adanya pandemi pun rakyat tetap menopang keuangan mereka sendiri. Rakyat menjadi target sasaran pendapatan negara dari pajak, beragam kebijakan kapitalis dirancang untuk meraup keuntungan dari pola penjual pembeli penguasa dan rakyat dalam sistem kapitalisme. Rakyat terbebani beragam macam pajak, pemenuhan kebutuhan pokok pun tergantung kepada barang impor karena bagi penguasa hal ini jauh lebih menguntungkan daripada berswasembada pangan, privatisasi BUMN mengatasnamakan pengelolaan, mengakali rakyat dengan segudang istilah rumit, mengelabuhinya dan menyiapak seperangkat regulasi untuk menjadikan penjarahan aset unat seakan legal dan menutupi watak penjajahnya.

Apakah dunia mengalami kondisi krisis pangan karen kehabisan lahan untuk ditanami? Apakah industrialisasi dan beragam kebijakan dan perlindungan untuk para kapital dilakukan untuk kemakmuran rakyat,atau kesejahteraan kaum kapitalis semata?

Sebelum ada pandemi 22 juta rakyat di negeri ini sudah berada dibawah garis kemiskinan, mengalami krisis pangan. Jika melarikan opini bahwa krisis pangan terjadi karena pandemi, dan menilai terjadinya resesi hanya karena roda kaum kapitalis terhenti hal ini merupakan sebuah kejahatan luar biasa.


Islam Solusi Hadapi Krisis

Islam pernah membuktikan masa kejayaannya hamir 13 abad. Dan mampu membuktikan bahwa  sistem ekonomi Ìslam mampu menyelesaikan beragam problem ekonomi manusia bukan hanya muslim saja.  Sistem hari ini telah gagal menyejahterakan manusia, baik pada saat tanpa wabah, terlebih lagi ketika terjadi wabah.

Satu-satunya harapan umat hanyalah kepada sistem Islam dan Khilafah ini yang terbukti pernah menjadi kekuatan besar. Keluarga muslim hari ini harus mengetahui bahwa sistem Islam inilah sistem yang dibangun di atas landasan wahyu Allah SWT dan dituntun oleh Rasulullah SAW serta dilanjutkan para Khalifah setelahnya.

Mengatasi problem ekonomi saat pandemi, seharusnya menjadikan solusi lockdown  turut meminimalisasi terjadinya berbagai krisis ikutan pascawabah. Hal ini karena isolasi total wilayah yang terkena wabah dengan segera, akan meminimalisasi penularan ke wilayah lain. Sehingga masyarakat yang berada di luar wilayah wabah tetap menjalankan aktifitasnya secara normal. Tentu ini akan mengurangi terjadinya krisis ekonomi, pangan, dsb seperti kekhawatiran dunia saat ini.

Penerapan demikian  merupakan konsekuensi penerapan syariat dimana pemimpin Rasulullah SAW “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad).

Dalam hadis lainnya Rasulullah menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya….”(HR Muslim).

Dengan kedua fungsi politik ini, maka seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian, namun penguasaan tetap di tangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Negaralah yang menguasai produksi sebagai cadangan pangan negara.

Jika penguasaan negara secara totalitas terhadap produksi dan stok pangan, maka negara akan leluasa melakukan intervensi dalam keadaan apa pun. Seperti ketika dilakikan lockdown, pemenuhan pangan rakyat sangat mudah dilakukan karena ketersediaan pangan dijamin penuh oleh negara. Hal ini jelas berbeda dengan sistem sekarang,dimana Bulog justru hanya menguasai  kurang dari 10%, sebagian besarnya dikuasai swasta.

Padahal Allah sudah mengingatkan kita dalam  QS An Nisaa: 141 yang artinya:

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman". 

Oleh karena itu jika menginginkan solusi menyeluruh,  kita tidak dibolehkan memiliki ketergantungan pangan pada impor. Beginilah mindset yang seharusnya dibangun agar memaksimalkan porensi pertanian agar tidak tergantung dengan impor. karena kapitalisme tidak akan berorientasi kepada kepentingan rakyat,  tapi mereka akan terus berusaha memperkaya diri sendiri.

Mengikuti arahan FAO dan memiliki ketergantungan pada bahan impor hal ini justru dianggap solusi yang menyesatkan. Apalagi keluarga muslim harus mampu melihat masalah krisis dan resesi ini dengan berpikir politis.

1. Mengetahui akar masalah krisis

2. Mendalami solusi Islam mengatasi krisis supaya tidak terjebak.pada solusi parsial.

3. Yakin akan qodhoNya, bahwa Allah telah menetapkan rizqi pada seseorang.

4. Sabar akan kesulitan dan kesempitan karena dibalik kesempitan da kebahagiaan

5. Melakukan counter balik atas opini sesat kegagalan kapitalisme.

6. mendakwahkan Islam dan solusi Islam dalam mengatasi krisis.

7. Bekerjasama menyelesaikan krisis dan mendakwahkannya kepada penguasa untuk kembali kepada sistem Islam. Sebagaimana Khalifah Umar bin Khaththab ketika menghadapi krisis beliau membangun pos-pos penyedia pangan di berbagai tempat, bahkan mengantarkan sendiri makanan ke setiap rumah.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (TQS Al Anfaal: 24).



Sabtu, 06 Juni 2020

Meleburkan Keberagaman dalam Naungan Islam

Panasnya rasisme di  dunia Barat seakan seperti fenomena gunung es. Tak nampak tapi terus menjalar dan kejadian yang terekspose hanya sebagian saja. Padahal negeri AS sendiri merupakan negeri penganut kebebasan, yang katanya disana sangat dijunjung Hak Asasi Manusia. Perangkat penjaga tegaknya HAM saja lengkap, akan tetapi fenomena Floyd beberapa waktu lalu telah membuka mata bahwa negara Barat penjunjung tinggi HAM nyata-nyata gagal dalam memanusiakan manusia.

Panasnya rasisme di Amerika diawali dari peristiwa 25 Mei 2020 di mana George floyd yang merupakan korban PHK akibat pandemi dituduh membeli dengan uang palsu. Lalu dikejar oleh polisi Amerika yang kemudian berujung pada tindakan kekerasan hingga menyebabkan floyd meninggal di tempat secara dramatis terekam cctv dan orang sekitar. Videonya pun viral dan memanaskan seantero Amerika. 

Setelah kejadian itu bemunculan aksi unjuk rasa di hampir seluruh wilayah Amerika. Lalu berujung kepada aksi penjarahan, perampokan dan tindakan represif lainnya. Hal ini dihadang oleh agresivitas polisi Amerika untuk menghalangi para demonstran unjuk rasa rasisme karena arahan dari Presiden Donald Trump.  Hingga akhirnya berujung pada meninggalnya 13 orang pendemo dan 10000 orang ditangkap. 

Demonstrasi anti rasial di AS merupakan babak baru yang terjadi di Amerika untuk membuka Kepalsuan demokrasi dan HAM. Amerika senantiasa mengekspor pemikiran demokrasi dan HAM ke negara-negara lain di dunia, akan tetapi Amerika sendiri justru mengalami problem yang cukup kontradiktif dengan pemikiran yang mereka demonstrasikan. Hal ini menyebabkan ironi dimana kampanye global AS tentang kebebasan berpendapat, demokrasi dan HAM ternyata hanya menjadi kedok as untuk bersikap kontradiktif terhadap pemikiran yang mereka sebarluaskan. 

Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran yang diekspor Amerika berupa kebebasan berpendapat, berekspresi merupakan sebuah pemikiran yang gagal. Karena terbukti justru Amerika mengadopsi cara kekerasan, otoriter, jauh dari nilai demokrasi dan HAM yang mereka pasarkan dalam merespon ekspresi kebebasan yang dilakukan warganya. Sehingga dari sinilah terbuka topeng Amerika bahwa kebebasan sebenarnya merupakan jargon yang dimanfaatkan untuk melegalkan beragam upaya penjajahan atau imperialisme yang dilakukannya.

Islam Menyatukan Keberagaman

Pluralitas merupakan sebuah kenicayaan yang tidak bisa kita hindari. Keberagaman yang ada di tengah-tengah kita merupakan sesuatu yang alami dan berasal dari Sang Pencipta. 

Islam sejak ditegakkan dalam institusi negara Madinah oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam lalubdiikuti oleh para khalifah sesudahnya  tidak pernah melakukan penyeragaman (pluralisme) terhadap keragaman yang ada di tengah-tengah umat. Yang dilakukan saat itu adalah mengikat keragaman yang ada dengan ikatan yang kokoh sehingga terbentuklah sebuah ikatan yang kuat dan solid.

Ikatan yang kokoh adalah ikatan yang dibangun atas dasar permikiran, perasaan dan sistem (aturan) yang sama. Bukan dibangun atas ikatan kebangsaan (nasionalisme), kesukuan atau kekeluargaan, ikatan kerohanian dan ikatan kemaslahatan (manfaat) seperti yang diterapkan oleh negara Barat saat ini. Ikatan-ikatan ini merupakan ikatan yang lemah dan telah terbukti kelemahannya. Tidak ada ikatan lain yang kokoh dan terbukti dalam menjaga persatuan kecuali ikatan yang dibangun atas dasar pemikiran, perasaan dan sistem (aturan) yang sama.

Seberapapun besarnya perbedaan yang ada, jika pemikiran, perasaan serta sistem yang diterapkan atas seluruh warga negara adalah sama, maka persatuan akan terwujud tanpa adanya pihak yang merasa dirugikan. Begitulah Islam, berusaha untuk membangun persatuan dari keragaman yang ada, bukan menjadikan keragaman menjadi keseragaman.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh betapa toleransi merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB merumuskan Declaration of Human Rights, Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan beragama. Melalui Watsîqah Madînah pada 622 M, Rasul saw. telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antarumat beragama, mengakui eksistensi non-Muslim sekaligus menghormati peribadatan mereka. Piagam Madinah yang dirumuskan Rasul saw. itu merupakan bukti otentik mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang dipraktikkan umat Islam. Di antara butir-butir toleransi itu adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada, tidak saling menyakiti dan saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Melalui Piagam Madinah itu, Rasul saw. sebagai râ’is ad-dawlah (kepala negara) menunjukkan bukti, betapa beliau sangat menghormati agama lain. Contoh, saat Rasul saw. melihat ada rombongan orang mengusung jenazah Yahudi melewati beliau, beliau sepontan berdiri (sebagai penghormatan). Sahabat protes, “Wahai Rasulullah, bukankah dia seorang Yahudi?”

Rasulullah saw. menjawab, “Bukankah dia manusia?”

Di lain kesempatan, ketika Rasul saw. ditanya oleh para Sahabat tentang memberikan bantuan materi kepada non-Muslim, “Apakah kami boleh memberi bantuan kepada kaum Yahudi?”

Beliau menjawab, “Boleh, sebab mereka juga makhluk Allah, dan Allah akan menerima sedekah kita.”

Akan tetapi, harus diingat bahwa toleransi Rasul di atas tidak lantas menjadikan Rasulullah saw. membenarkan apa yang menjadi keyakinan mereka. Sikap toleransi, harmonis, tolong-menolong dan kerjasama umat Islam dengan non-Muslim hanyalah dalam masalah muamalah keduniaan yang tidak berhubungan dengan permasalahan akidah dan ibadah.

Jaminan atas keberagaman yang telah dibangun oleh Rasulullah saw. juga dipraktikkan oleh para Sahabat saat mereka mendapatkan amanah kepemimpinan sebagai para khalifah, menggantikan kepemimpinan Rasul saw. atas umat Islam.

Di antara contoh paling mengemuka adalah saat Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. membebaskan Baitul Maqdis (Yerussalem), Palestina. Saat itu Khalifah Umar menandatangani perjanjian damai dengan Pendeta Sofranius yang merupakan pemimpin umat Nasrani di Yerussalem. Perjanjian yang dinamai Ihdat Umariyah itu memberikan jaminan kepada warga non-Muslim agar tetap bebas memeluk agama dan keyakinan mereka. Khalifah Umar tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam dan tidak menghalangi mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya. Mereka hanya diharuskan membayar jizyah sebagai bentuk ketundukan pada pemerintahan Islam. Bahkan Khalifah memberikan keleluasaan kepada mereka untuk tetap memasang salib-salibnya di Gereja al-Qiyamah. Khalifah Umar ra. juga memberikan kebebasan dan hak-hak hukum dan perlindungan kepada seluruh penduduk Yerussalem.

Hal.senada juga ditunjukkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz saat berkuasa. Saat itu di Negara Khilafah tidak ada seorang pun yang terkategori sebagai mustahiq zakat hingga harta yang terkumpul di Baitul Mal luar biasa melimpah. Akhirnya, Khalifah membelanjakan harta Baitul Mal tersebut untuk membebaskan perbudakan di benua Eropa dan Amerika.

Saat umat Islam berkuasa di Semenanjung Iberia, Andalusia, selama hampir 7 abad, soal toleransi ini pun tetap menjadi perhatian para amir Bani Umayyah dalam memperlakukan penduduk asli baik Katolik, Yahudi maupun paganis. 

Fakta sejarah telah membuktikan bahwa Islam mengakui dan menghargai keberagaman. Jadi, kenapa tuduhan intoleran selalu dituduhkannya kepada Islam?  

Dari sinilah seharusnya kita berpikir bahwa hanya Islam saja satu-satunya pengatur keberagaman yang ada di tengah kehidupan manusia. Sebab, jaminan atas keberagaman yang hakiki hanya akan terwujud jika Islam diterapkan.

Karena dalam Islam kemuliaan manusia tidaklah dilihat dari faktor ras, bahasa dan warna kulit tapi kemuliaan manusia terlihat dari seberapa besar ketaqwaanya kepada Allah.

Ayat yang patut jadi renungan saat ini adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,  “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169)

Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.

Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya. Namun muliany seseorang di akhirat karena takwanya.” Demikian dinukil dalam tafsir Al Baghowi. (Ma’alimut Tanzil, 7: 348)

Jika firmanNya telah menunjukkan kepada kita bagaimana menyatukan keberagaman dan kemuliaan, lalu apa alasan kita untuk enggan bersatu dalam naungan Islam?