Sabtu, 26 Desember 2020

Mengakhiri Derita Ibu dalam Jeratan Demokrasi

Problem kemiskinan di negara manapun seringkali dikaitkan dengan perempuan. Karena, perempuan dianggap korban pertama kemiskinan. Mereka dianggap yang paling merasakan dampak dari hidup di bawah garis kebutuhan hidup minimum. Meski pada faktanya yang diderita kaum perempuan bukan hanya kemiskinan semata. Problem kompleks menggelayuti tiap sisi kehidupan perempuan selama masih ada dalam lingkaran sistem demokrasi. 



Mengapa demokrasi? Karena demokrasi kini diadopsi sebagai tata aturan hidup hingga akhirnya sendi kehidupan kita seluruhnya diatur oleh paradigma demokrasi. Paradigma demokrasi telah menjadikan kaum ibu terjerat derita panjang kemiskinan, ketidakamanan, kehilangan harga dirinya sebagai pendidik utama generasi bahkan perempuan telah menjadi mesin ekonomi perselingkuhan demokrasi dengan kapitalisme. 


Perempuan hanya dijadikan mesin ekonomi untuk meningkatkan kemajuan negeri. Hal ini didasarkan pada berbagai riset di negara maju di dunia bahwa yang membuat suatu negara maju adalah tingginya partisipasi angkatan kerja perempuan di negara tersebut. Saat perempuan memiliki akses terhadap uang, mereka dianggap cenderung akan mengelolanya demi kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Bahkan United Nations Development Programme atau UNDP menemukan fakta bahwa ketika perempuan mengontrol pendapatan keluarga, dampak pada kesehatan anak-anak dua puluh kali lebih besar ketimbang laki-laki yang mengontrol pendapatan tersebut.  


 Apa benar kenyataannya demikian? hari ini kita bisa temui bahwa perempuan justru ketika mengambil peran sebagai penggerak roda ekonomi akan dihadapkan dengan problem Kompleks. Mulai dari hilangnya peran sebagai pendidik generasi, banyak terjadi korban kekerasan terhadap perempuan, pelecehan hingga upah yang rendah. Berdasarkan hasil survei ILO pada Juli 2020, pekerja perempuan Indonesia memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki.


Sementara menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS),  pertumbuhan jumlah tenaga kerja perempuan dari tahun ke tahun kian meningkat. Pada 2018, tercatat 47,95 juta orang perempuan yang bekerja. Jumlahnya meningkat setahun setelahnya menjadi 48,75 juta orang. Namun proporsi perempuan terhadap total pekerja menurun, dari 38,66% menjadi 38,53% pada 2019. Dan memang ditarget untuk mencapai 50% seperti yang digencarkna para pegiat gender. Asumsi mereka supaya terjadi kemakmuran maka target perempuan bekerja ja 50 % merupakan salah satu keberhadilan kesetaraan gender. Apakah  demikian? 


Pada kenyataannya wanita bekerja dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini justru di sebabkan karena beban ekonomi yang sangat berat. Perempuan dihadapkan pada pilihan untuk bekerja bukan karena mereka memahami ide kesetaraan gender akan tetapi dikarenakan biaya kehidupan yang menuntut mereka untuk bekerja. 


Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan gender merupakan hal absurd yang jika direalisasikan hanya sekedar teori semata. Demokrasi kapitalisme telah menjadi penyebab kaum ibu harus membagi perannya serta meninggalkan tugas utamanya sebagai pembina generasi terbaik. 


Demokrasi telah menjadikan kemiskinan dan keterbatasan lapangan pekerjaan untuk laki-laki sebagai jalan masuk menyebarkan ide feminisme. Sejatinya kaum Ibu menderita ketika mereka dihadapkan dengan berbagai problem ekonomi di sisi lain harus pekerja keras menyelamatkan anak-anak mereka dari kerusakan moral.  betapa Banyak kaum perempuan harus mengorbankan pernikahan mereka demi tetap bertahan. 


Demokrasi Tak Layak Dibela


 Tak sepantasnya demokrasi di bela karena demokrasi bukan lahir dari rahim Aqidah Islam. Demokrasi lahir dari ide kufur jauh dari peradaban Islam. Dengan menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, Hal ini telah melegalkan manusia berperan sebagai Tuhan. Mewakilkan pada orang-orang yang dianggap populer yang dianggap kapabel padahal sejatinya mereka hanyalah manusia yang sarat dengan kepentingan. 


Demokrasi juga mendewakan kebebasan. Di mana mereka menjadikan kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi,atau berperilaku dan kebebasan kepemilikan. Di mana keempat kebebasan ini menjadi biang kerok permasalahan yang dihadapi oleh seluruh manusiaterutama kaum perempuan. 


 Telah menjadikan kebebasan aqidah jni sebagaiblandasan banyak muslim yang murtad. Dan mereka bangga dengan kekafirannya bahkan orang tua pun tidak mampu memaksa agama anaknya. Dikarenakan jaminan kebebasan ini. 


Kebebasan berpendapat seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mendiskreditkan Islam. Di mana Di dalam Islam justru kebebasan berperilaku itu diharamkan karena hukum asal dari perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat. Kebebasan berpendapat akan dijamin kebebasannya jika melanggengkan demokrasi. Sementara terhadap Islam dan pemikirannya kebebasan berpendapat itu hanyalah omong kosong. 


Kebebasan berekspresi hari ini banyak menjadi kerusakan moral di dalam kehidupan manusia tidak mau terikat kepada hukum syariat atas jaminan kebebasan ini. Sementara kebebasan berekonomi telah menjadikan pintu masuk perselingkuhan antara kapitalisme dengan demokrasi. Kaum kapital merajai sendi-sendi kehidupan seluruh umat manusia. Hanya segelintir orang menguasai dominasi aset berharga dalam kehidupan. 


Oleh karena itu demokrasi dengan memberikan manusia sebagai pembuat hukum dan kebebasan sebagai cerminan melanggengkan demokrasi hal ini telah terbukti bertentangan dengan Islam maka demokrasi tak selayaknya dibela. 


Mengakhiri Demokrasi 

Umat Islam seharusnya segera sadar akan kebobrokan demokrasi. Ini saatnya membangun kekuatan umat Islam yang sesungguhnya berdasarkan akidah Islam. Umat Islam harus berani untuk mencampakkan demokrasi dan membuang jauh dari kehidupan. Serta menggantinya sesuai dengan tuntutan aqidah yaitu dengan penerapan Islam Kaffah. 


Penerapan Islam Kaffah merupakan konsekuensi dari keimanan seorang muslim. 
Al-Quran secara tegas menyeru orang-orang beriman untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan ajaran yang satu dengan ajaran yang lain. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).

Penerapan Islam kaffah telah  dipraktekkan berabad-abad sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu pada masa generasi sahabat hingga kekhilafahan Utsmaniyah.  Bangunan Negara Khilafah berdiri tegak menjadi parameter dunia di dalam membangun sebuah peradaban manusia. Khilafah and pernah menjadi mercusuar yang menerangi kegelapan peradaban selain Islam. 

Maka jika hari ini kita menghendaki adanya perbaikan dan ingin mengakhiri beragam macam problem yang muncul akibat penerapan demokrasi kapitalisme maka kita harus menegakkan kembali gambaran kekhilafahan untuk membangun sebuah peradaban yang gemilang kembali. Dari sinilah problematika yang dihadapi kaum Ibu khususnya akan terselesaikan secara menyeluruh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar