Mengenaskan memang pelayanan kesehatan negeri ini. Memang masih banyak pelayanan kesehatan yang baik, tapi sistem pelayanan pada akhirnya membentuk mereka menjadi robot yang mau tidak mau bekerja pada sistem yang dibuat. Bahkan dokter melayanipun terkadang dirasa setengah hati karena pasti berat ilmu dan fasilitas yang seharusnya mereka dapat tidak sesuai.
Semua seakan protes, menjerit, tapi semua dilakukan dalam kebisuan. Cerita beragam pelayanan kesehatan collaps saja sudah memenuhi daftar panjang di negeri ini. Tunggakan klaim BPJS hingga miliaran rupiah menunggak belum terbayarkan. Tak sedikit rumah sakit menutupnya dengan pinjaman ribawi kepada institusi perbankan. Makin miris.
Lalu dimana letak kesabaran atas rasa sakit itu?
Para penderita sakit tahu persis bagaimana arti kesabaran dari para pemberi pelayanan kesehatan dalam.melayani pasien. Meski kadang kondisi berubah terbalik, tapi tetap pasien sabar itu jauh lebih bernilai. Karena mereka harus mengeluarkan sejumlah dana atas pelayanan rasa.sakitnya.
Rezim ini menciptakan sakit rasa baru. Karena tak hanya menahan sakitnya rasa sakit penyakit yang diderita, tapi juga harus menahan beragam rasa sakit hati atas kepenatan ribetnya administrasi dan pelayanan kesehatan. Pada akhirnya, karena masalahnya sistemik, hanya melahirkan ukiran panjang yang butuh lebih diulur lagi panjangnya. Harus panjang sekali sabarnya. Masyaallah.
Inilah justru yang perlu dipelajari. Bagaimana membangun rasa cinta pada kesabaran rasa sakit dalam situasi saat ini. Dimana rasa sakit, tak hanya sekedar berjuang untuk sembuh tapi rasa sakit disini hingga mempertahankan bagaimana bisa tetap berjuang tunduk pada syariat Allah, sementara kehidupan tidak banyak berpihak.
Ketaatan pada Allah dan tetap bertahan dalam kondisinya meruapan bentuk kesabaran yang tinggi. Dan saat inipun, umat Islam harus mampu merasakan indahnya kesabaran otu dalam tiap rasa sakitnya mereka. Bertahan dalam ketaatan padaNya meski ujian mendera merupakan bentuk keagungan sikap.
Sabar tidak hanya diartikan sebagai menahan diri. Tapi sabarnya seorang muslim adalah ketika dia mampu tetap menunjukkan ketaatannya pada syariat Allah dalam semua kondisi. Tetap memperjuangkan diri dalam ketundukan pada Allah merupakan keistimewaan sikap. Apalagi kehidupan saat ini mengkomersialkan kesehatan sebagai bentuk dari penerapan kapitalisme. Memberikan efek luar biasa menyengsarakan rakyat. Semua lini diorientasikan untuk keuntungan materi semata. Bukan pelayanan dan pengaturan urusan rakyat lagi.
Menikmati ketundukan dalam kondisi tidak normal merupakan sebuah tantangan tersendiri. Sehingga bagaimana seorang muslim saat ini seharusnya mampu tetap berjuang untuk kesembuhannya, juga tetap menjaga ketaatannya sehingga buah sabar akan tetap didapatkannya dengan penuh keindahan. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar