By Dewi Ummu Syahidah
-Aktivis Dakwah Muslimah Cilacap
Karena viral di media sosial, pemberitaan seputar kekerasan terhadap napi narkoba di lapas Nusakambangan Cilacap ramai diperbincangkan publik. Video berdurasi beberapa menit memang menunjukkan cara evakuasi napi menuju lapas dengan beberapa tindakan kekerasan. Menuai kontra karena alasan tidak manusiawi dan melanggar HAM. Dan hal ini pun berujung pada dicopotnya kalapas Nusakambangan. ( https://news.detik.com/detiktv/d-4533739/heboh-tahanan-narkoba-diseret-di-nusakambangan)
Apa kemudian masalah selesai? Tidak. Problem lapas sebenarnya kompleks dan bukan hanya masalah beberapa jenis saja. Berawal dari adanya pelanggaran hingga akhirnya menyeret pelakunya kepada hukuman dibalik jeruji. Beragam perlakuan sering dilaporkan napi terhadap dirinya selama di sel. Tapi hal ini pun sebenarnya menunjukkan bukan hanya sisi perilaku aparatnya tapi lebih kepada rentannya pemberian hukuman kepada para pelaku maksiat jika kita kembalikan lagi kepada Islam. Serta bagaimana pengaturan lapas dalam negara.
Permasalahan membludaknya kapasitas penghuni lapas di Indonesia memang sudah melebihi batas kewajaran. Per Agustus 2016 Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta, penghuninya sudah tiga kali lipat dari kapasitas sesungguhnya. Andai sebuah kapal laut, sudah pasti akan tenggelam. Kapasitas untuk 984 orang harus ditempati 2838 orang. Ruang sel yang sewajarnya berisi 3 orang terpaksa ditempati 7 orang. Sel 5 orang dipaksakan untuk ditempati 13 orang dan sel 7 orang harus ditempati 21 orang.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami menyebut jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan (LP), dan Rutan di Indonesia mencapai 255 ribu. Jumlah itu didominasi napi kasus narkotika yakni sebanyak 115 ribu orang. Jadi problem lapas memang didominasi dengan banyaknya napi narkoba dan maraknya transaksi narkoba justru dikendalikan dari dalam lapas.
Kepala BNN Komjen Heru Winarko menyebut pemesanan narkoba dari lapas mendominasi kasus-kasus yang saat ini ditangani BNN. Selama 7 bulan ada 24 kasus yang berhasil dibongkar BNN.
Jika melihat hal ini sebenarnya tidak mengherankan jika muncul rasa "gemas" dari pihak lembaga pemasyarakatan akan sikap polah dari napi narkoba. Meski demikian sebenarnya bukan berarti bisa berbuat semena-mena. Akan tetapi justru perlu dikritisi dari lemahnya hukum sanksi dalam sistem kita hari ini.
Pengguna Narkoba Tak Pernah Jera
Makin meningkatnya jumlah konsumsi narkoba menunjukkan bahwa hukum yang berlaku di negeri ini tak mampu membuat mereka berhenti mengkonsuminya. Bahkan pelakunya setiap tahun selalu bertambah.
Tak membuat jera karena sanksi penjara pada UU No.35 tahun 2009 Pasal 111, 112, 113, 114 adalah minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati. Sedangkan sanksi pada Pasal 127 adalah rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun. Ringan dan tak membuat efek jera.
Solusi Islam
Tiada solusi menyelesaikan masalah ini, kecuali menggunakan solusi yang bersumber dari sang Pencipta. Fakta lain, kapitalisme-demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah gagal dalam melindungi masyarakat dari perilaku maksiat terbukti penghuni lapas selalu naik angkanya setiap tahun.
Islam memiliki aturan lengkap dalam menyikapi para pelanggar hukum dan melakukan upaya preventif terlebih dahulu. Bagaimanapun problem adanya pelanggaran hukum harus dilihat secara menyeluruh.
Pertama, negara harus berupaya meningkatkan ketakwaan setiap individu masyarakat, dijelaskan gambaran syariat secara kafah dalam realita kehidupan. Dan dijelaskan konsekuensi pelanggaran tersebut yaitu di akhirat kelak pelakunya akan dimasukkan ke neraka. Ketakwaan tersebut akan menjadi kontrol bagi masing-masing sehingga mereka akan tercegah untuk melakukan pelanggaran.
Kedua, Negara dalam Islam harus menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (sandang, pangan, dan papan) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan), dan setiap orang juga difasilitasi untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing. Dengan begitu, alasan ekonomi tidak lagi menjadi faktor orang melakukan kejahatan.
Ketiga, jika dengan semua itu masih ada yang melakukan tindak kriminal, maka sistem sanksi (‘uqubat) Islam akan menjadi palang pintu terakhir yang efektif, yang sanggup memberi efek jera mencegah terjadinya kejahatan. Ada ta'zir , jinayat, hudud dan mukholafah.
Dalam masalah pengguna narkoba dalam Islam pelakunya dapat dipenjara 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada hakim (al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hal. 189). Jika membahayakan maka bisa pelakunya dihukum mati.
Jika vonis telah dijatuhkan, maka harus segera dilaksanakan dan tidak boleh dikurangi atau bahkan dibatalkan (al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, 1990). Pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama setelah dijatuhkan vonis. Hukuman hendaknya disaksikan masyarakat seperti dalam had zina (QS. an-Nur [24]: 2). Sehingga masyarakat paham bahwa itu merupakan sanksi atas kejatahan tersebut dan merasa ngeri. Maka, setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan serupa.
Keempat, perlu ditekankan dalam merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang bersumber dari Allah swt, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan mudah diperjual-belikan. Mafia peradilan –yang marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini– kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam. Ini karena dalam menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa menyadari, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika menyimpang atau berkhianat. Sehingga dalam menangani pelaku maksiat pun tetap dengan berpegang teguh pada tata aturan Islam.
Selain itu, dalam sistem pidana Islam jelas, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman, atau menerima suap dalam mengadili, misalnya, diancam hukuman yang berat. Dalam sebuah riwayat dinyatakan: “Seorang hakim (Qadhi), jika memakan hadiah berarti dia telah memakan suht (haram), dan jika menerima suap berarti dia telah terjerumus dalam tindakan kufur.” (HR. An-Nasa’i 5571).
Demikianlah solusi Islam secara lengkap akan menyelesaikan problem maksiat dan menyelesaikan kasus kekerasan napi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar