Sabtu, 22 Juni 2019

Menhan Sebut 3 Persen Anggota TNI Terpapar Radikalisme

📰  Menhan Sebut 3 Persen Anggota TNI Terpapar Radikalisme

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut Pancasila sedang mengalami pergolakan yang serius. Kata dia, banyak pihak-- termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI)-- ingin mengganti Pancasila dengan ideologi khilafah negara Islam.

Berdasarkan data yang dimilikinya, Ryamizard menuturkan ada sekitar tiga persen anggota TNI yang sudah terpapar paham radikalisme.

Sumber:
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190619113157-20-404549/menhan-sebut-3-persen-anggota-tni-terpapar-radikalisme

✒ #KomentarPolitik

Oleh:  Deu Ghoida

#OpiniMuslimahJateng -- Barat menciptakan common enemy, makhluk sakral bernama teroris yang dituding mengajarkan radikalisme, fundamentalisme mengatasnamakan ajaran agama. Mereka terus menebarkan opini bahwa radikalisme mengajarkan upaya untuk menerapkan Islam Kaffah dalam lingkup bernegara dan akan menggantikan hegemoni politik di negera tersebut.

Hal inilah yang kemudian dilakukan pemerintahan yang berkuasa di sebagian negeri-negeri muslim hari ini, untuk men-cap radikal dengan mudah kepada sebagian kelompok rakyatnya yang memiliki semangat untuk melakukan perubahan dan tegas dalam melakukan Muhasabah kepada penguasa dan membongkar zhalimnya kapitalisme.

Meletakkan tudingan radikal kepada institusi penjaga negara di Indonesia pun mulai muncul seiring kasus makar yang dituduhkan kepada beberapa pihak hingga pada akhirnya pihak rezim seolah memiliki alat legitimasi untuk mendalami dan melakukan beragam macam antisipasi untuk mencegah radikalisme di institusi tertentu.

Stigma radikal fundamental memang telah menjadi sebuah alat legitimasi kekuasaan untuk melakukan upaya mencabik-cabik lawan politik. Hal ini dikarenakan Barat telah menjadikan isu radikalisme sebagai problem politik internasional yang harus diperangi dan hal ini pun telah diamini oleh pemerintah Indonesia. Bahkan tak segan pemerintah melakukan pengawasan khusus terhadap pihak yang dituduh terkait dengan radikalisme hingga penyikapan ini melanggar norma kemanusiaan dan hukum yang berlaku di dalam negaranya sendiri.

Jika umat Islam tidak menyadari bahaya stigmatisasi radikalisme ini, kelemahan dan adu domba akan terus menghantui umat Islam. Tudingan buruk ini seharusnya menyebabkan perasaan sakit hati yang teramat dalam yang dirasakan umat Islam karena tidak ada satu ajaran pun dalam Islam yang membolehkan melakukan kekerasan fisik di dalam dakwah untuk melakukan perubahan dan ketika melakukan Muhasabah kepada penguasa sekalipun.

Muhasabah kepada penguasa merupakan perkara yang diwajibkan dalam agama apalagi berkaitan dengan kezholiman dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Merupakan perkara wajar seorang muslim menegakkan dakwah. Apalagi nyata adanya kemaksiatan dan kezhaliman. Sebagaimana perintah Allah:

خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (Al Imran 110)

Dari sini maka mudah dipahami bahwa sistem hidup kita saat ini mengacu kepada Barat sebagai polisi dunia, bukan independen sebagai negara berdaulat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar