Jumat, 10 Januari 2020

Negeriku Dirundung Duka

Setelah beberapa waktu menanti datangnya musim penghujan yang lama tak datang, Allah menguji kembali negeri ini dengan turunnya hujan hingga menyebabkan banjir di sebagian wilayah negeri ini. Disusul dengan beragam bencana lainnya, mulai dari badai, longsor, hingga problem berkelanjutan pun terus terjadi.

Permasalahan banjir bukan hanya sekedar kejadian alam biasa. Negeri ini hampir setiap tahunnya selalu mengalami musibah bencana alam. Tercatat pada 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 3.768 kejadian bencana alam terjadi di Indonesia. Di antaranya berupa gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, longsor, kebakaran hutan, dll. Menurut BNPB, akibat bencana sepanjang 2019, sebanyak 478 orang meninggal dunia, 109 hilang, 6,1 juta jiwa mengungsi dan 3.419 luka-luka. Bencana juga mengakibatkan 73.427 rumah rusak. Termasuk merusak 2.017 fasilitas meliputi 1.121 sekolah, 684 rumah ibadah, 212 fasilitas kesehatan, 274 kantor dan 442 jembatan (Katadata.co.id, 31/12/2019). 

Selain karena kejadian alam yang merupakan perkara qodhoNya, ada juga beragam bencana yang terjadi karena pengaruh manusianya. Sepanjang tahun 2019 saja BNPB mencatat setidaknya 747 kasus kebakaran/pembakaran hutan. Dalam kasus banjir bandang dan tanah longsor di Lebak, Banten, misalnya, penyebabnya antara lain perambahan hutan dan penambangan liar (Kompas.tv, 7/1/2020). 
Banjir yang melanda Kawasan Jakarta, khususnya di sebagian area Tol Jakarta-Cikampek, menurut Kemenhub, adalah akibat Proyek Kereta Cepat. Proyek tersebut telah menutupi sejumlah saluran air. Akibatnya, air meluap dan menimbulkan banjir (Detik.com, 6/1/2020).

Bencana ini sebagian besar terjadi akibat pengelolaan  dari manusianya yang banyak melanggar aturan. Menyepelekan sisi keamanan dan kelestariaan alam, sekedar mengeruk kekayaan tanpa memperhatikan AMDAL, merusak alam, menjadi perkara biasa tanpa memperhatikan  resikonya terhadap alam dan masyarakat. Hal ini juga makin bertambah beratnya musibah dikarenakan maraknya maksiat yang terjadi saat ini di bumi pertiwi. Allah padahal sudah mengingatkan kita, Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan (kemaksiatan) mereka itu agar mereka kembali (ke jalan-Nya)". (TQS ar-Rum [30]: 41)

Saat menafsirkan QS ar-Rum ayat 41 di atas, Imam Ibnu katsir mengutip pernyataan Abu al-Aliyah terkait perusakan bumi. Kata Abu al-Aliyah:

مَنْ عَصَى اللَّهَ فِي الْأَرْضِ فَقَدْ أَفْسَدَ فِي الْأَرْضِ لِأَنَّ صَلَاحَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ بِالطَّاعَةِ

Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di bumi maka sungguh ia telah merusak bumi. Sungguh kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan (kepada Allah SWT) (Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Azhim, 6/320).

Menurut tafsir Jalalain, Telah tampak kerusakan di darat disebabkan terhentinya hujan dan menipisnya tumbuh-tumbuhan (dan di laut) maksudnya di negeri-negeri yang banyak sungainya menjadi kering (disebabkan perbuatan tangan manusia) berupa perbuatan-perbuatan maksiat (supaya Allah merasakan kepada mereka) dapat dibaca liyudziiqahum dan linudziiqahum; kalau dibaca linudziiqahum artinya supaya Kami merasakan kepada mereka (sebagian dari akibat perbuatan mereka) sebagai hukumannya (agar mereka kembali) supaya mereka bertobat dari perbuatan-perbuatan maksiat.

Telah terlihat kebakaran, kekeringan, kerusakan, kerugian perniagaan dan ketertenggelaman yang disebabkan oleh kejahatan dan dosa-dosa yang diperbuat manusia. Allah menghendaki untuk menghukum manusia di dunia dengan perbuatan-perbuatan mereka, agar mereka bertobat dari kemaksiatan.

Musibah yang terus terjadi menimpa negeri ini seharusnya menjadikan kita sadar dan berpikir mendalam, selain meyakininya sebagai qodho Allah juga perlu introspeksi akan banyaknya kemaksiatan yang sudah dilakukan manusia di muka bumi.

Bumi saat ini sudah dirusak dengan beragam kemaksiatan dalam berbagai bentuk. Sesuatu yang dahulu belum pernah ada saat ini kejahatan dan kemaksiatan berwujud jelas. Manusia tanpa memiliki rasa malu melakukan kemaksiatan, mendakwahkan kemaksiatan dan dilegalkan oleh kebanyakan manusia lainnya. Na'udzubillah min dzalik. Mulai dari kejahatan kriminalitas yang beragam, kelainan seksual, problem ekonomi yang sudah tidak peduli akan halal haram, problem masyarakat yang sekuler hedonis  dan politik opprtunis telah melahirkan beragam kemaksiatan dan dosa yang mampu menyeret banyak orang pada kubangan dosa.


Sikap Muslim Menghadapi Musibah

Dalam menyikapi musibah, sikap seorang muslim haruslah membangun berdasarkan keimananan kepada Allah. Semua musibah, bencana merupakan Sunnatullah/qodho/ketentuan dari Allah SWT. Kita tak mungkin mampu menghindar, menolak atau mencegahnya. Sehingga tugas kita adalah ridho, sabar pada setiap ketetapan Allah tersebut. Bagi kaum Mukmin, qadha ini merupakan ujian dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ﴾

Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan kelaparan. Juga dengan berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (TQS al-Baqarah [2]: 155).

Allah SWT berfirman :

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)

Orang berakal akan menjadikan sikap sabar sebagai pilihannya dalam menyikapi bencana/musibah. Ia meyakini bahwa sebagai manusia ia tak mampu menolak qadha, sesuatu yang sudah tertulis didalam Lauhul Mahfuzh. Semua ini sudah merupakan ketentuan Allah SWT. Karena itu ia wajib menerima qadha dan takdir Allah SWT (Al-Jazairi, Mawsuah al-Akhlaq, 1/137).

Sabda Rasulullah SAW : 

إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلاءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

"Sesungguhnya besarnya pahala itu seiring dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah jika mencintai satu kaum, maka Allah memberi cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (terhadap cobaan itu), maka dia mendapat ridha Allah. Barangsiapa yang murka, maka dia mendapat murka Allah." (HR Tirmidzi, no. 2396, hadis hasan).

Sudah sepantasnya umat Islam membangun keimanan yang kokoh sehingga akan mampu menerima beragam ujian kehidupan dengan sikap tenang dan ikhlas sehingga ridho Allah akan mampu diraihnya.

Hal ini juga seharusnya menjadi pegangan umat Islam bahwa bencana yang menimpa seorang Mukmin, sesungguhnya bisa menjadi wasilah bagi penghapusan sebagian dosa-dosanya. Rasulullah saw bersabda:

«مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»

Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus sebagian dosa-dosanya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tentu, dosa-dosa terhapus dari orang yang tertimpa musibah jika ia menyikapi musibah itu dengan keridhaan dan kesabaran (Lihat: Ibn Qudamah al-Maqdisi, Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, 1/272; As-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, 1/255).

Seharusnya musibah dan ujian juga menjadikan seorang mukmin tidak putus asa dari rahmat Allah. Karena dalam setiap musibah Allah jauh lebih mengetahui kebaikannya dibandingkan manusia.

ا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.” (QS Yusuf [12] : 87).

Rasululah SAW mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah : 

اللَّهُمَّ أجُرْنِي فِي مُصِيْبَتي، وأخْلِفْ لِي خَيْراً مِنْهَا

*"Allahumma ajurnii fii mushiibatii wa-akhlif lii khairan minhaa."* (Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.) (HR Muslim)

Perbanyak mengingat Allah ketika mendapat musibah menjadikan diri ini tenang.

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13] : 28)

 Sabda Nabi SAW :

منْ لَزِم الاسْتِغْفَار، جَعَلَ اللَّه لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مخْرجًا، ومنْ كُلِّ هَمٍّ فَرجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya, akan membebaskannya dari kesedihan, dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR. Abu Dawud).

Memperbanyak istighfar dan memohon ampunan kepada Allah sebagai bentuk introspeksi atas dosa merupakan perkara yang dituntunkan. Bertaubatlah atas segala dosa, dan bersegeralah memohon ampunan Allah dan mengharap keridhoanNya merupakan perkara penting dalam menyikapi musibah.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syuura [42] : 30)

Sabda Nabi SAW :

كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون

“Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa). Dan sebaik-baik orang yang bersalah, adalah orang yang bertaubat.” (HR at-Tirmidzi).



Selalu Ada Hikmah Dibalik Musibah

 Sabda Rasulullah SAW :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى، شوْكَةٌ فَمَا فوْقَهَا إلاَّ كَفَّر اللَّه بهَا سَيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sabda Nabi SAW :

الشُّهَدَاءُ خَمسَةٌ: المَطعُونُ، وَالمبْطُونُ، والغَرِيقُ، وَصَاحبُ الهَدْم وَالشَّهيدُ في سبيل اللَّه

“Orang-orang yang mati syahid itu ada lima golongan; (1) orang yang terkena wabah penyakit tha’un, (2) orang yang terkena penyakit perut (disentri, kolera, dsb), (3) orang yang tenggelam, (4) orang yang tertimpa tembok/bangunan, dan (5) orang yang mati syahid dalam perang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW juga bersabda :

يغْفِرُ اللَّه للشَّهيدِ كُلَّ ذنب إلاَّ الدَّيْنَ

“Allah akan mengampuni bagi orang yang mati syahid setiap-tiap dosanya, kecuali utang.” (HR Muslim).

Sabda Nabi SAW :

أطفال المؤمنين في الجنة يكفلهم إبراهيم وسارة، حتى يدفعوهم إلى آبائهم يوم القيامة

“Anak-anak kaum muslimin [yang meninggal] akan masuk ke dalam surga. Mereka diasuh oleh Nabi Ibrahim AS dan Sarah (istrinya), hingga mereka akan dikembalikan kepada ayah ibunya pada Hari Kiamat." (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim. Dinilai sebagai hadis hasan oleh Al Albani dalam _As Silsilah Al Shahihah,_ no. 1467).

Allah SWT berfirman:

﴿ءَأَمِنْتُمْ مَّنْ فِى السَّمَآءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِىَ تَمُورُ - أَمْ أَمِنْتُمْ مَّنْ فِى السَّمَآءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ - وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ﴾

Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Sungguh orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Alangkah hebatnya kemurkaan-Ku.
(TQS al-Mulk [67]: 16-18). 

Apakah manusia akan berpikir sombong jika melihat ayat diatas? Masih terpikirkah untuk berbuat maksiat di bumi Allah ini?


Teladan Khalifah Umar ra dalam Mengatasi Bencana

Imam al-Haramain (w. 478 H) menceritakan bahwa pada masa Umar ra. pernah terjadi gempa bumi. Khalifah Umar ra. segera mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla. Saat itu bumi sedang berguncang keras. Khalifah Umar ra lalu memukul bumi dengan cambuk sambil berkata, “Tenanglah engkau, bumi. Bukankah aku telah berlaku adil kepadamu.” Seketika bumi pun behenti berguncang.

Imam al-Haramain menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Sebabnya, Khalifah Umar ra. adalah Amirul Mukminin secara lahir dan batin. Beliau adalah khalifah Allah bagi bumi dan penduduknya (Yusuf al-Nabhani, Jami Karamat al-Awliya, 1/157—158).

Ketakwaan Khalifah Umar ra sebagai pemimpin sanggup menjadikan bumi “bersahabat” dengan manusia. Sebaliknya, dosa dan kemaksiatan yang terjadi hari ini, khususnya yang dilakukan oleh penguasa, bisa menyebabkan bumi terus berguncang. 


Sudah saatnya muslim di negeri ini kembali kepada ketaatan, ketaqwaan kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Mewujudkan Islam kaffah dalam kehidupan menjadi sebuah kewajiban yang harus disegerakan. Karena taat tak bisa sendiri, tapi harus dilakukan bersama-sama agar Allah akan datangkan keberkahan dari langit dan bumi.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُو

Andai penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) sehingga Kami menyiksa mereka sebagai akibat dari apa yang mereka perbuat (TQS al-Araf [7]: 96). 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali ‘Imraan [3] : 102)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar