Mengenal Perayaan Tahun Baru Masehi Yuk!
Semua kalangan dari kota-kota besar hingga di desa yang sedikit metropolitan seolah tidak ada kata ‘absen’ untuk perayaan setiap tanggal 1 Januari. Hari spesial yang hanya ditemui setahun sekali ini ternyata dirayakan oleh banyak orang di dunia. Libur panjang yang beriringan dengan Natal bahkan bertepatan dengan liburan sekolah menambah riuh orang-orang yang berkeinginan melalui pergantian tahun itu dengan berbagai kegiatan spesial. Di Indonesia, perayaan tahun baru identik dengan kembang api dan terompet. Bukan hanya itu, malah perayaan tahun baru identik juga dengan berbagai bentuk kemaksiatan dan kriminalitas seperti free sex, pesta narkoba, hura-hura dll. Pemuda seolah-olah melegitimasi segala bentuk kemaksiatan pada hari itu.
============================
Perayaan tahun baru bukan dari Islam
============================
Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Pada mulanya perayaan ini dirayakan oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Di Brazil, mereka merayakan tahun baru dengan melakukan ritual penghormatan kepada dewa Lemanja—Dewa laut. Umat kristen sendiri merayakan tahun baru dalam bentuk mengadakan jamuan kudus (Sakramen Ekaristi). Jelaslah, tahun baru di beberapa tempat dalam perjalanannya identik dengan kebudayaan yang erat dengan aqidah tertentu sehingga seorang muslim harus meninggalkannya.
Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Dalil keharamannya ada 2 (dua); Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar). Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim).
Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain firman Allah SWT (artinya) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS Al Baqarah : 104). Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ‘ru’uunah’ (bodoh sekali) sebagai ejekan kepada Rasulullah SAW seakan-akan mereka mengucapkan ‘raa’ina’ (perhatikanlah kami). (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda : ”Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud). Hadits ini sekaligus memperingatkan agar kaum muslim menjauhkan diri dari kebiasaan kaum di luar Islam.
Dalil yang mengharamkan muslim yang ikut merayakan hari raya kaum kafir yaitu :
dari Anas bin Malik ra. beliau berkata : Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”Dua hari apa ini?” Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasulullah Saw. bersabda :
”Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhha dan idul fithri.” [Shahih riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasaî dan al-Hakim.]
Dengan demikian tanggal 1 Januari tidak layak mendapatkan pengagungan, apalagi perayaan, meski hanya dengan ucapan selamat. Sebab, semua aktivitas tersebut adalah bentuk kegembiraan atas momentum tertentu yang tidak disyariatkan. Terlebih, tanggal 1 Januari sudah identik dengan budaya di luar Islam.
Sehingga, perayaan, kegembiraan, ucapan selamat dan sejenisnya yang dilakukan semata-mata karena hadirnya 1 januari adalah bentuk pengekoran terhadap budaya di luar Islam. Kaum muslim haram melakukannya. Apa yang terjadi saat ini menjadi bukti kebenaran sabda Rasulullah Saw. Dari Abu Hurairah r.a , Rasulullah saw bersabda:
“Hari kiamat tak bakal terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persi dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?” (HR. Bukhari no. 7319)
====================================================
Perayaan Tahun Baru Menjerumuskan Indonesia kedalam Kemaksiatan
====================================================
Menjelang perayaan tahun baru, apotik-apotik dibanjiri oleh pembeli alat kontrasepsi berbentuk kondom, di Bekasi misalnya, salah satu apotik mengaku bahwa kondom di apotiknya terjual 10 pack per hari padahal sebelumnya hanya tiga pack dalam sehari dan kebanyakan pembelinya usia 20 tahun ke atas. (rimanews.com). Bukan hanya di Bekasi, di apotik kota-kota lainnya juga mengalami hal yang serupa. Ini membuktikan bahwa perayaan tahun baru hanya dijadikan ajang pesta seks oleh kaum muda-mudi Indonesia. Perlu diketahui, dosa zinah itu bukan hanya meliputi pelakunya tetapi orang yang tidak berzinapun memikul dosa, Allah SWT berfirman dalam surat An-Nur : 2
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Kalau pelaku zinah sudah tentu mendapatkan dosa zinah, tetapi untuk orang selainnya mendapatkan dosa karena tidak memenuhi perintah-Nya untuk mendera pelaku zinah. Realitanya kita kan belum bisa menerapkan syariat-Nya, karena untuk menegakkan hukum tersebut yang berwenang adalah negara. Nah, masalahnya sekarang adalah apakah syariat Islam dilegalkan menjadi hukum negara?
Menurut kaidah ushul fiqih
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.
Kewajiban kita adalah menegakkan syariah Allah, karena tidak dilegalkan oleh negara sebagai hukum, maka menegakkan khilafah wajib hukumnya. Semoga kita diistiqomahkan dalam perjuangan syariah dan khilafah. [] bkim-ipb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar