Rabu, 30 Desember 2015

Nama Setan

Nama-Nama Setan dan Tugasnya Ketika Menyesatkan Manusia


Setan merupakan makhluk pembangkang yang pekerjaan utamanya mengajak manusia menuju jalan kesesatan. Mereka akan melakukan segala cara untuk mencari sebanyak-banyaknya teman ke neraka saat  hari kiamat kelak

Jumlah setan akan terus bertambah sejak diciptakannya sampai dengan kiamat tiba. Mereka tidak pernah mengalami kematian layaknya manusia. Itulah mengapa saat ini semakin mudah dijumpai kemaksiatan yang merajarela.

Layaknya organisasi, setan pun memiliki tugas dan tanggungjawab ketika menggoda manusia. Mereka memiliki nama dengan tugas masing-masing yang berbeda-beda. Siapa sajakah nama setan tersebut dan apa tugas mereka? Berikut ini ulasannya.

1. Wahhar
Wahhar merupakan nama setan yang menjadi tentara iblis. Setan yang satu ini memiliki tugas untuk mengganggi para mukmin ketika sedang bermimpi. Adapun hal-hal yang sering dilakukannya adalah dengan menimbulkan kesedihan serta ketakutan ketika bermimpi. Oleh sebab itu, ada baiknya ketika hendak tidur untuk terlebih dahulu mengambil wudhu, berdzikir dan membaca doa sebelum tidur agar terhindar dari gangguan setan.

2. Tamrih
Nama setan selanjutnya adalah Tamrih. Setan yang satu ini merupakan pembantu iblis yang bertugas untuk membisikan hal-hal jahat di telinga manusia. Jadi setiap perbuatan yang dilakukan oleh umat manusia bersumber dari bisikan setan yang bernama Tamrih ini.

3. Ruhaa
Kita tentu sering merasa malas untuk mengerjakan shalat tahajud atau bahkan malas bangun untuk menunaikan shalat subuh. Kejadian seperti ini merupakan tugas dari setan yang bernama Ruhaa. Ia merupakan jenis jin yang mencegah para mukmin untuk bangun malam dan mengikat tiga ikatan saat seorang tidur.

4. Masuth (Mathuun)
Masuth adalah nama setan selanjutnya yang bertugas untuk menggoda manusias melalui lidahnya. Godaan tersebut dalam bentuk berita bohong, perkataan keji, hingga perkataan yang menyakitkan lainnya. Tugas setan yang satu ini sangat berpotensi untuk memecah belah persatuan serta kerukunan antar manusia.

5. Khinzib
Pernahkanh anda merasa mengantuk ketika sedang melaksanakan shalat? Berarti pada saat itu anda sedang diganggu oleh jin yang bernama khinzib. Ia bertugas untuk menggoda manusia ketika sedang shalat. Ia yang membuat kita lupa rakaat shalat, sering menggelincirkan lidah sehingga salah membaca suatu surat yang kita hapal.

Ada seorang sahabat Rasulullah yang mengadu gangguan yang dialami ketika shalat. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “ Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali”.

Kemudian Ustman berkata “ Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim. No. 2203).

6. Dasim
Dasim adalah salah satu nama setan yang bertugas untuk membuat seseorang lupa mengucapkan salam ketika memasuki rumah serta untuk tidak mengingat Allah. Tidak hanya itu, Dasim ini juga membat orang tidak membaca Basmallah ketika hendak makan. Jika seseorang makan tanpa membaca bismillah, maka ia makan bersama dengan setan tersebut. Oleh sebab itu, memang sudah seharusnya kita selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun agar tidak mudah digoda oleh setan dan kelompoknya.

7. Watsin
Watsin adalah nama setan selanjutnya yang bertugas untuk merusak hati dan akal hingga rusak akhlak dan iman. Karena itu ia dan kelompoknya diberi tugas menggoda bagi manusia yang tengah ditimpa musibah. Orang yang ditimpa musibah ini lebih mudah untuk digoda karena pikiran mereka yang masih kalut sehingga membuat mereka tidak bisa berfikir jernih dalam menyikapi sesuatu.

8. Awan
Nama setan terakhir adalah Awan, ia memiliki tugas untuk menggoda para penguasa agar menjadi orang yang dzolim dan mendzolimi manusia lainnya. Ia akan terus menggoda manusia sehingga mereka akan ikut bersamanya menuju jalan kebatilan.

Minggu, 27 Desember 2015

Kehilangan Itu Biasa, Nak!

Ada yang tidak biasa di pagi hari ini. Suasana rumah yang biasanya hangat, agak mendung karena suara tangisan lembut terdengar di sudut rumah.
Pagi ini, 2 peliharaan anakku hilang. Wenny dan Ecky. Duo anak kucing yang selalu jadi motivasi anak-anak bermain di luar tiba-iba tidak nampak batang hidungnya sejak semalam. Otomatis, pagi ini rumah dipenuhi nuansa melankolis.

Memang, dengan peliharaan anak-anak belajar bagaimana memenuhi tuntutan naluri berkasih sayangnya. Mereka berlatih menyayangi, bertanggingjawab bahkan berlatih bagaimana menjadi makhluq berakal: lahir, tumbuh, berkembang, bertanggungjawab atas pilihan.

Setiap manusia memang terlahir dengan potensi akal dan naluri-naluri(Gharaiz). Dan potensi naluri salah satunya adalah Naluri nau'(naluri berkasih sayang).
Jika seorang dewasa, memenuhi naluri ini terhadap pasangan suami-istri. Tapi joka seorang anak, bukan hal yang wajar jika nalurinya didominasi pada lawan jenis. Karena seharusnya nalurinya dominan kepada orang tuanya terutama ibunya, adiknya, kakaknya,keluarganya, bahkan dengan binatang peliharaan termasuk bisa diarahkan sebagai bentuk pemenuhannya.
Oleh karena itu, tugas orang tua sebenarnya untuk menjauhkan munculnya tuntutan naluri kasih sayang pada anak kepada lawan jenis. Karena belumlah tepat waktu untuk bisa menempatkan naluri pada lawan jenis.

Orang tua bertanggungjawab,jika anak salah menempatkan naluri kasihsayang justu kepada lawan jenis. Karena naluri kasih sayang terhadap lawan jenis sebenarnya hanya diperunukkan untuk pasangan suami istri semata.

Bayangkan jika peradaban manusia saat ini didominasi pada naluri kasih sayang pada lawan jenis, baik orang dewasa, pelajar, maupun anak-anak. Maka jadilah kerusakan demi kerusakan terjadi. Produktifitas berkurang, dominasi kehidupan hanya pada seksualitas dan hubungan lawan jenis ada dalam setiap bentuk interaksi.

Peradaban pada akhirnya menghadapi dilema kerusakan. Anak-anak sudah kenal rasa tertarik pada lawan jenis, pelajar tidak ptoduktif, suami-istri saling selingkuh, bahlan prang tua banyak yang dilupakan anak mereka.

Islam merupakan pengaturan terbaik bagi manusia. Indahnya islam tak terkalahkan dalam sistem kehidupan manapun.

Sabtu, 26 Desember 2015

Jangan Menunda

#Muhasabah

Dari Abu Ishaq ada yang berkata kepada seseorang dari Abdul Qois " Nasehatilah kami". kemudian ia berkata "Hati 'hatilah dengan sikap menunda nunda (nanti dan nanti)".

ketika menunda kebaikan belum tentu di lain waktu mendapatkan kesempatanya untuk melakukan kebaikan lagi, karena kebaikan yang dilakukan sekarang akan di akumulasi dengan kebaikan-kebaikan berikutnya. Jika kita tidak melakukan kebaikan yang diberikan sekarang tentu sangat merugi.

Suka menunda adalah kebiasaan orang yang malas dan tidak menghargai waktu, padahal waktu yang sudah berlalu tidak dapat kembali lagi.

Muhasabah

Kebanyakan manusia banyak yang mau bersusah payah demi dunia ,tapi enggan bersusah untuk akhiratnya.

Berjuang mendapatkan keinginannya tapi lupa akan hisab setelahnya.

Berani menapaki kehidupan tapi enggan menyiapkan jalan menuju kematian.

Memimpikan kemuliaan dan sanjung puji tapi melalaikan muhasabah diri.

Merasa diri hebat padahal dia sejatinya hanyalah hamba.

Berani bertaruh untuk kekayaan tapi lupa bahwa harta hanyalah tiipan juga ujian.

Berani mengaku muslim tapi syariat saja tidak mengetahui.

Apalah kita, hina dan tak bernilai jika hanya mengandalkan kesombongan diri.

Allah menguji kita dengan keterbatasan diri ini, seharusnya kita berani introspeksi, muhasabah diri seberapa kuat diri kita hingga kita berani menilai orang lain.
Jangan marah jika diberi nasihat.
Ikhlas jika beramal, dan jauhi murka Allah karena keangkuhan kita..
Bersandarlah hanya pada Allah

Kita bukan siapa-siapa....kita hanya hamba yang seharusnya hanya taat, taat dan taat.
Berlarilah untuk terus memahami syariatNya.
Marahlah jika hukum Allah dicampakkan.
Berbaiklah pada saudara muslim karena aqidah kita sama.
Dan seharusnya, perjuangan kita juga sama...bukan untuk dunia tapi untuk meninggikan agama Allah.

#Muhasabah

Nasihat Syeikh Taqiyuddin an Nabhani

Nasihat Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani tentang Berpikir atas Teks-teks Politik

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah menyatakan:

“Banyak orang membaca tetapi tidak berpikir (tentang apa yang dibacanya). Banyak pula yang membaca dan berpikir, namun proses berpikirnya tidak lurus dan tidak dapat menjangkau pemikiran-pemikiran yang diekspresikan oleh kalimat-kalimat (yang dibaca).”

Dengan kata lain, bacaan (teks) hanya sekedar ungkapan pemikiran, dan bukan pemikiran itu sendiri. Oleh karena itu, orang justru keliru jika menyangka bahwa masyarakat (termasuk Indonesia) dapat dibangkitkan hanya dengan diajari membaca dan menulis.

Bacaan tidak dapat memberikan apapun bagi proses berpikir. Termasuk juga tidak dapat digunakan untuk membangkitkan dorongan apa pun untuk berpikir. Sebab, proses berpikir diwujudkan melalui fakta terindera dan informasi awal yang berkaitan dengannya.

Bacaan bukanlah fakta terindera, bukan pula informasi awal. Bacaan (teks) hanyalah ekspresi pemikiran atau sekedar “wadah” yang digunakan untuk menampung pemikiran. Jadi, bukan pemikiran itu sendiri.

Jika seorang pembaca dapat memahami dengan baik maksud berbagai ungkapan tentang pemikiran dalam teks sehingga dia dapat menangkap pemikiran-pemikirannya, itu karena pemahamannya terhadap teks cukup baik, bukan karena semata-mata membaca. Jika pembaca tersebut tidak memahami teks dengan baik, tidak akan ada pemikiran apa pun yang  didapat, sekali pun dia telah membacanya berjam-jam.

Jadi, berpikir terhadap teks-teks (tulisan) itu penting dipahami, agar dapat memahami teks dengan baik. Termasuk teks (tulisan) tentang politik.

Teks politik itu ada dua jenis, yaitu teks yang terdapat dalam literatur-literatur politik dan teks yang terdapat dalam berita-berita politik. Dari membaca teks-teks politik itulah berpikir politis dimulai.

Jika teks politik itu terdapat dalam literatur ilmu politik (misalnya perbandingan sistem pemerintahan), maka proses berpikirnya hampir sama dengan proses memahami teks-teks tentang pemikiran. Contoh: untuk memahami teks ilmu politik tentang pemisahan kekuasaan, maka kita tidak bisa mencukupkan diri membuat gambaran tentang bahaya sentralisasi kekuasaan (misalnya) sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru. Akan tetapi, kita harus membayangkan sentralisasi kekuasaan di negara-negara Eropa, khususnya Prancis. Sebab, Montesquieu-lah yang merupakan tokoh pemikir tentang pemisah kekuasaan pemerintahan.

Lalu, jika kita membaca teks-teks berita politik, maka (menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani), hal ini adalah berpikir yang paling sulit. Sebab, ini adalah aktivitas berpikir atas segala peristiwa, di samping melibatkan semua jenis aktivitas berpikir, mulai dari berpikir terhadap teks-teks pemikiran, teks-teks hukum, dan sebagainya. Selain itu, juga karena tidak adanya kaidah atau patokan yang dapat digunakan di dalamnya. Selama seorang pemikir atau politisi jarang mengamati berbagai berita politik, teks ilmu politik, dan jarang beraktivitas politik, kurang cermat dalam memahami teks-teks, maka akan sulit baginya untuk berpikir politis. Jadi, hal ini memang sangat sulit.

Karena itu, orang yang ingin pintar berpikir politis, ia harus selalu mengikuti berbagai macam berita dan peristiwa politik dari berbagai media massa seperti koran, radio, televisi, atau internet; bukan membaca teks-teks pemikiran politik.

Memang, membaca teks-teks pemikiran politik akan membantu seseorang berpikir politis dalam memahami berita politik. Tetapi, ini bukan keharusan. Banyak memahami teks-teks pemikiran politik hanya akan menjadikan seseorang menguasai pemikiran politik. Orang seperti ini lebih layak menjadi dosen ilmu politik daripada seorang politisi.

sumber: DakwahMedia

Tahun Baru

Mengenal Perayaan Tahun Baru Masehi Yuk!

Semua kalangan dari kota-kota besar hingga di desa yang sedikit metropolitan seolah tidak ada kata ‘absen’ untuk perayaan setiap tanggal 1 Januari. Hari spesial yang hanya ditemui setahun sekali ini ternyata dirayakan oleh banyak orang di dunia. Libur panjang yang beriringan dengan Natal bahkan bertepatan dengan liburan sekolah menambah riuh orang-orang yang berkeinginan melalui pergantian tahun itu dengan berbagai kegiatan spesial. Di Indonesia, perayaan tahun baru identik dengan kembang api dan terompet. Bukan hanya itu, malah perayaan tahun baru identik juga dengan berbagai bentuk kemaksiatan dan kriminalitas seperti free sex, pesta narkoba, hura-hura dll. Pemuda seolah-olah melegitimasi segala bentuk kemaksiatan pada hari itu.

============================
Perayaan tahun baru bukan dari Islam
============================

Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Pada mulanya perayaan ini dirayakan oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.

Di Brazil, mereka merayakan tahun baru dengan melakukan ritual penghormatan kepada dewa Lemanja—Dewa laut. Umat kristen sendiri merayakan tahun baru dalam bentuk mengadakan jamuan kudus (Sakramen Ekaristi). Jelaslah, tahun baru di beberapa tempat dalam perjalanannya identik dengan kebudayaan yang erat dengan aqidah tertentu sehingga seorang muslim harus meninggalkannya.

Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Dalil keharamannya ada 2 (dua); Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar). Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim).

Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain firman Allah SWT (artinya) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS Al Baqarah : 104). Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ‘ru’uunah’ (bodoh sekali) sebagai ejekan kepada Rasulullah SAW seakan-akan mereka mengucapkan ‘raa’ina’ (perhatikanlah kami). (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).

Rasulullah Saw. juga pernah bersabda : ”Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud). Hadits ini sekaligus memperingatkan agar kaum muslim menjauhkan diri dari kebiasaan kaum di luar Islam.
Dalil yang mengharamkan muslim yang ikut merayakan hari raya kaum kafir yaitu :
dari Anas bin Malik ra. beliau berkata : Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”Dua hari apa ini?” Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasulullah Saw. bersabda :
”Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhha dan idul fithri.” [Shahih riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasaî dan al-Hakim.]

Dengan demikian tanggal 1 Januari tidak layak mendapatkan pengagungan, apalagi perayaan, meski hanya dengan ucapan selamat. Sebab, semua aktivitas tersebut adalah bentuk kegembiraan atas momentum tertentu yang tidak disyariatkan. Terlebih, tanggal 1 Januari sudah identik dengan budaya di luar Islam.

Sehingga, perayaan, kegembiraan, ucapan selamat dan sejenisnya yang dilakukan semata-mata karena hadirnya 1 januari adalah bentuk pengekoran terhadap budaya di luar Islam. Kaum muslim haram melakukannya. Apa yang terjadi saat ini menjadi bukti kebenaran sabda Rasulullah Saw. Dari Abu Hurairah r.a , Rasulullah saw bersabda:
“Hari kiamat tak bakal terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persi dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?” (HR. Bukhari no. 7319)

====================================================
Perayaan Tahun Baru Menjerumuskan Indonesia kedalam Kemaksiatan
====================================================

Menjelang perayaan tahun baru, apotik-apotik dibanjiri oleh pembeli alat kontrasepsi berbentuk kondom, di Bekasi misalnya, salah satu apotik mengaku bahwa kondom di apotiknya terjual 10 pack per hari padahal sebelumnya hanya tiga pack dalam sehari dan kebanyakan pembelinya usia 20 tahun ke atas. (rimanews.com). Bukan hanya di Bekasi, di apotik kota-kota lainnya juga mengalami hal yang serupa. Ini membuktikan bahwa perayaan tahun baru hanya dijadikan ajang pesta seks oleh kaum muda-mudi Indonesia. Perlu diketahui, dosa zinah itu bukan hanya meliputi pelakunya tetapi orang yang tidak berzinapun memikul dosa, Allah SWT berfirman dalam surat An-Nur : 2
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Kalau pelaku zinah sudah tentu mendapatkan dosa zinah, tetapi untuk orang selainnya mendapatkan dosa karena tidak memenuhi perintah-Nya untuk mendera pelaku zinah. Realitanya kita kan belum bisa menerapkan syariat-Nya, karena untuk menegakkan hukum tersebut yang berwenang adalah negara. Nah, masalahnya sekarang adalah apakah syariat Islam dilegalkan menjadi hukum negara?

Menurut kaidah ushul fiqih
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.

Kewajiban kita adalah menegakkan syariah Allah, karena tidak dilegalkan oleh negara sebagai hukum, maka menegakkan khilafah wajib hukumnya. Semoga kita diistiqomahkan dalam perjuangan syariah dan khilafah. [] bkim-ipb

Bila Allah Membongkar Aib


BILA ALLAH MEMBONGKAR AIB SANG HAMBA?

Allah membongkar aib-aib hambnya dalam dua kondisi :

(1) Jika sang hamba mencari-cari kesalahan saudaranya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ولا تتبعوا عوراتهم فإنه من اتبع عوراتهم يتبع الله عورته ومن يتبع الله عورته يفضحه في بيته

((Janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan kaum muslimin, karena barang siapa yang mencari-cari kesalahan mereka maka Allah akan menelusuri kesalahan-kesalahannya, dan barang siapa yang ditelusuri kesalahannya oleh Allah maka Allah akan membongkarnya (meskipun) dia di dalam rumahnya sendiri))
(HR Abu Dawud no 4880)

(2) Jika sang hamba terlalu sering melakukan dosa-dosa secara sembunyi-sembunyi maka Allah akan membongkarnya sebagai pelajaran untuk yang lainnya. Jika satu aib kita atau satu dosa kita saja dibongkar oleh Allah maka mau taruh di mana wajah kita ini....??
Orang-orang yang selama ini menghargai atau menghormati kita maka akan menjauhi kita.... sahabat dekat akan menjauh...
bahkan memusuhi...,
Diantara doa Nabi shallallahu 'alahi wa sallam :

اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي

Yaa Allah tutuplah aib-aibku...
(HR Ibnu Maajah no 3871 dan Ibnu Hibbaan no 957)

Demikian semoga kita terus senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dan menjauhi segala laranganNya Insya Allah.

Uwais al Qarni

Di Yaman, tinggalah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.

"Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji," pinta Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, Kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik lembu. Olala, ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. "Uwais gila.. Uwais gila..." kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya.

Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka'bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka'bah, ibu dan anak itu berdoa. "Ya Allah, ampuni semua dosa ibu," kata Uwais. "Bagaimana dengan dosamu?" tanya ibunya heran. Uwais menjawab, "Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga."

Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais.

Beliau berdua sengaja mencari Uwais di sekitar Ka'bah karena Rasullah SAW berpesan "Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdua untuk kamu berdua."

"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)." (HR. Bukhari dan Muslim)

CERITA KEHIDUPAN UWAIS AL QORNI

Pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad saw, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw, kerinduan karena iman.

Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinyadan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.

Uwais Ai-Qarni Pergi ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra, istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “engkau harus lekas pulang”.

Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.

Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad saw melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah talapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Waktu terus berganti, dan Nabi saw kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?

Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “saya lah yang harus meminta do'a pada kalian.”

Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Fenomena Ketika Uwais Al-Qarni Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.

Subhanallah

Selasa, 22 Desember 2015

Kepada Para Pencela Ulama

Jawaban yang Membungkam Para Oknum Pencela Ulama Pemimpin Gerakan Dakwah

Oleh: Irfan Abu Naveed

Penjelasan: http://www.irfanabunaveed.net/2015/12/jawaban-membungkam-bagi-pencela-para.html

Asal-Usul Kata-Kata Keji yang Dicela Syari’ah

Saya tidak tahu darimana asal muasal celaan sebagian oknum atas ulama yang aktif berdakwah namun tidak mempublikasikan wajahnya dan tidak mengumumkan keberadaannya dengan celaan-celaan yang dicela syari’ah: ”pengecut” ”penakut” dan lain sebagainya yang tak pantas saya sebutkan di sini.

Namun satu hal yang bisa saya pastikan bahwa semua kata-kata tercela berasal dari was was syaithan golongan jin yang membisikkan pikiran buruk dan perkataan keji kepada mereka yang terpedaya, atau karena dorongan hawa nafsunya sehingga ia lalai terhadap syari’at memelihara lisan, karena al-hawâ’ (hawa nafsu) adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan al-wahyu, sebagaimana diisyaratkan dalam dalil:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ {٣} إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ {٤}
”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. Al-Najm [53]: 3-4)

Ungkapan ’an al-hawâ’ yakni bi al-hawâ’ (menurut hawa nafsunya).[1] Dan Imam Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (w. 489 H) dalam tafsirnya mengisyaratkan bahwa al-hawâ’ bermakna ghayr al-haq (selain dari kebenaran atau kebatilan).[2] Dan bahwa hal itu sebagaimana dituturkan dalam ungkapan sya’ir:

واحذر هواك تجد رضَاه * فإنما أصل الضلالة كلها الأهواء
”Berhati-hatilah terhadap hawa nafsumu maka engkau temukan keridhaan-Nya * Karena sesungguhnya sumber kesesatan seluruhnya adalah hawa nafsu.”[3]

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) pun mengetengahkan atsar dari 'Ali bin Abi Thalib r.a.:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ اثْنَتَيْنِ طُولُ الأَمَلِ وَاتِّبَاعُ الْهَوَى ، فَأَمَّا طُولُ الأَمَلِ فَيُنْسِي الآخِرَةَ وَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ
”Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah dua perkara: berpanjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu, adapun berpanjang angan-angan maka ia akan melalaikan terhadap akhirat, dan mengikuti hawa nafsu akan menghalangi dari kebenaran.”[4]

Semoga Allah mengampuni dosa kita semua.

Tanbih (Peringatan Awal)

Sebelum saya jelaskan poin demi poin peringatan, perlu saya ingatkan bahwa sebenarnya kita tidak perlu menanggapi kaum yang berani mencela para ulama demi hawa nafsunya, ini sebagaimana nasihat dalam kitab Min Muqawwimaat al-Nafsiyyah al-Islaamiyyah untuk menghindari debat kusir dengan orang pandir, dimana kitab ini diadopsi oleh Hizbut Tahrir untuk dikaji oleh setiap syababnya.
Namun berangkat dari keprihatinan dan sebagai bentuk nasihat dan peringatan bagi mereka dan kita pun memiliki hujjah untuk berlepas dari dari celaan-celaan itu semua, dan bagi para syabab yang mencintai para ulama ini sebaiknya tinggalkan debat kusir dengan para pencela ini, tak perlu lagi sibuk meladeni apa-apa yang tak berfaidah kecuali menambah dosa dan kesalahan, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita dan mereka semua.

Jawaban yang Membungkam

Pertama, Mengenai tuduhan mereka atas para ulama ini yang tidak menampakkan wajahnya, maka saya ingatkan bahwa perkara ini tidak bisa digeneralisir sebagai ukuran keberanian dalam dakwah, karena hukum syara' pun mensyari'atkan memelihara nyawa jika memang ada ancaman yang nyata dari musuh-musuh dakwah islam, dan malu lah mengukur kedudukan mereka dengan ukuran kita yang berdakwah sekedarnya saja, tidak ada kepentingan bagi musuh-musuh dakwah untuk "membinasakan" kita, lain halnya dengan mereka -hafizhahumullah- yang di antaranya terbukti memang pernah dipenjara oleh para penguasa zhalim karena menyuarakan kebenaran, maka malulah wahai pemuda yang siangnya sibuk dengan urusan dunia dan malamnya terbuai dalam tidur nyenyak di atas kasur yang empuk, namun sibuk mencela para ulama yang dikenal dalam dunia dakwah ini.

Kedua, Di zaman ini sarana dan prasarana mencakup persenjataan dan teknologi tidak seperti di zaman Rasulullah -shallallâhu 'alayhi wa sallam- dimana musuh tidak mampu memata-matai dan mengancam nyawa mereka kecuali dengan senjata seadanya dan secara langsung atau paling tidak  seukuran jangkauan panah dan tombak, sedangkan di zaman ini, target bisa dibunuh dengan senjata rudal jarak jauh. Maka membajak sirah Rasulullah --shallallâhu 'alayhi wa sallam- untuk menghina para ulama yang bergerak aktif dalam dakwah meneladani Rasulullah -shallallâhu 'alayhi wa sallam- adalah perbuatan tercela dalam pandangan syari'ah. Di sisi lain Rasulullah -shallallâhu 'alayhi wa sallam- pun  mencontohkan ikhtiar memelihara keamanan beliau dengan memerintahkan 'Ali bin Abi Thalib untuk mengelabui kaum kafir Quraysyi yang nyata-nyata hendak membunuh beliau dan bersembunyi di gua bersama Abu Bakr dalam perjalanan hijrahnya.

Adapun komentar mereka: “Rasulullah -shallallâhu 'alayhi wa sallam-hanya bersembunyi sementara” sebagai bantahan dari penjelasan di atas, ini sama sekali tidak menjadi bantahan syar’i, karena perbuatan beliau -shallallâhu 'alayhi wa sallam- tidak mengandung mafhûm pembatasan ‘adad jumlah hari, namun sesuai dengan kadar dari ancaman itu sendiri, di sisi lain apakah kita sudah menyertai kehidupan dakwah mereka? Sehingga mengesankan tahu ukuran sembunyi dan tidaknya? Allah al-Musta’ân, maka berhentilah membebani diri sendiri dengan celaan-celaan tersebut.

Ketiga, Memelihara nyawa karena ada ancaman yang nyata demi keamanan dan pemeliharaan urusan dakwah adalah mulia, upaya memelihara nyawa adalah bagian dari syari'ah dan terpeliharanya nyawa adalah bagian dari maqâshid al-syari'ah (hikmah dibalik penerapan syari'ah), tidak ada yang akan mempermasalahkannya kecuali mereka yang jahil terhadap syari'at atau berpenyakit dalam hatinya dengan penyakit hasad, dan kita berlindung kepada Allah dari keduanya.

Keempat, Tidak menampakan wajah tidak bisa dijadikan sebagai ukuran keaktifan, karena gerak dakwah bisa dilakukan dengan banyaknya sarana teknologi, mencakup koordinasi dakwah, kontrol/pengawasan dan pengaturannya.

Kelima, Para ulama ini nyata-nyata bergerak bersama-sama gerakan dakwah yang dipimpinnya, terasa dari perkembangan dakwah yang kian berkembang dan meluas, opini yang kian membesar, dan dukungan yang nyata dari para anshar al-da'wah, di sisi lain, mereka pun aktif dalam dunia keilmuan dengan penguasaannya terhadap ilmu-ilmu syari'ah. Jadi mari belajar untuk berdakwah mencontoh orang-orang teladan dan memelihara lisan.

Inilah Sikap Kita Semestinya (Nasihat Penutup)

Sebagai penjelasan akhir dari poin-poin di atas, saya ingatkan peringatan keras dari Rasulullah –shallallâhu ’alayhi wa sallam- bahwa perbuatan mencela seorang muslim merupakan perbuatan dosa, bahkan dikecam sebagai perbuatan kefasikan, dari ’Abdullah bin Mas’ud –radhiyallâhu ’anhu- berkata bahwa Nabi -shallallâhu 'alayhi wa sallam- bersabda:

«سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»
”Mencela seorang muslim itu suatu kefasikan dan membunuhnya merupakan kekufuran.” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad[5] dan dalam Shahîh-nya[6], Muslim dalam Shahîh-nya[7], Ahmad dalam Musnad-nya[8], Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya[9], Al-Humaidi dalam Musnad-nya[10], dll)

Kata fusûq dalam syari’at lebih kuat celaannya daripada istilah ’ishyân  (kemaksiatan), hal itu sebagaimana penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani (w. 852 H) yang menjelaskan hadits di atas menukil dalil QS. Al-Hujurât [49]: 7 ini:

قَوْلُهُ فُسُوقٌ الْفِسْقُ فِي اللُّغَةِ الْخُرُوجُ وَفِي الشَّرْعِ الْخُرُوجُ عَنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَهُوَ فِي عُرْفِ الشَّرْعِ أَشَدُّ مِنَ الْعِصْيَانِ
”Sabda Rasulullah –shallallâhu ’alayhi wa sallam- fusûq, yakni al-fisq yang secara bahasa bermakna al-khurûj (keluar) dan secara syar’i bermakna keluar dari keta’atan terhadap Allah dan Rasul-Nya dan al-fisq ini dalam tradisi syari’at lebih besar daripada istilah al-’ishyân (kemaksiatan).”[11]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani pun menukil ayat ini:

{وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ}
”Akan tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurât [49]: 7)

Dan jelas bahwa tidak ada alasan syar’i apa pun untuk mencela para ulama ini, dan ini menjadi peringatan keras bagi kita semua. Jika ada, coba sebutkan satu saja alasan syar’i? Tidak ada! Kecuali hanya dilatarbelakangi dorongan hawa nafsu yang menggiring kepada neraka jahannam, wal ’iyâdzu biLlaah. Mari menjadi golongan yang difirmankan Allah ’Azza wa Jalla:

{الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ}
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya, mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Al-Zumar [39]: 18)

Inilah sifat mereka yang dipuji Allah dengan istilah, Ulul Albâb, dan peringatan bermanfaat bagi mereka yang beriman:

{وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ}
”Dan berilah peringatan, karena peringatan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Dzâriyât [51]: 55)

Footnotes:
[1] Abu al-Muzhaffar Manshur bin Muhammad al-Sam’aniy, Tafsîr al-Qur’ân, Riyadh: Dâr al-Wathan, cet. I, 1418 H, juz V, hlm. 284.
[2] Ibid.
[3] Azhariy Ahmad Mahmud, Dâ’ al-Nufûs wa Sumûm al-Qulûb: al-Ma’âshiy, Dâr Ibn Khuzaimah, hlm. 15.
[4] Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Al-Zuhd, Daar Ibn Rajab, cet. II, 2003, hlm. 249.
[5] Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Adab al-Mufrad, Riyadh: Maktabat al-Ma’ârîf, cet. I, 1419 H/1998, juz I, hlm. 221, hadits no. 431
[6] Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jâmi’ al-Shahîh al-Mukhtashar (Shahîh al-Bukhârî), Ed: Dr. Mushthafa Dib al-Bugha’, Beirut: Dâr Ibn Katsîr, cet. III, 1407 H/1987, juz V, hlm. 2247, hadits no. 5697.
[7] Abu al-Husain Muslim bin al-Hijaz al-Naisaburi, Al-Musnad al-Shahîh al-Mukhtashar (Shahîh Muslim), Beirut: Dâr al-Jîl, juz I, hlm. 57, hadits no. 133
[8] Abu ‘Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal, Ed: Syu’aib al-Arna’uth dkk, Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, cet. I, 1421 H/2001, juz VI, hlm. 157-158, hadits no. 3647. Disebutkan muhaqqiq-nya bahwa hadits ini shahih sesuai syarat syaikhayn (al-Bukhari dan Muslim).
[9] Abu Dawud Sulaiman bin Dawud al-Thayalisi, Musnad Abi Dâwud al-Thayâlisi, Mesir: Dâr Hijr, cet. I, 1419 H/1999, juz I, hlm. 207, hadits no. 256
[10] Abu Bakr ‘Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi al-Makki, Musnad al-Humaidi, Damaskus: Dâr al-Saqâ, cet. I, 1996, juz I, hlm. 212, hadits no. 104.
[11] Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-‘Asqalani, Fat-h al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhârî, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379, juz I, hlm. 112.