Dewi Ummu Syahidah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menargetkan konstruksi tahap pertama Jalan Tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap akan dimulai pada tahun 2022. yakni ruas tol Gedebage-Tasikmalaya.
Anggota BPJT Unsur Profesi Koentjahjo Pamboedi mengatakan bahwa ruas Tol Gedebage - Tasikmalaya - Cilacap pada tahap konstruksi dan operasi dibagi menjadi 2 bagian, yakni Tahap 1 Gedebage - Tasikmalaya, dan konstruksinya dilakukan pada tahun 2022 sampai selesai 2024. Kemudian Tahap 2 selanjutnya dari ruas Tol Tasikmalaya - Cilacap pada tahun 2027 diperkirakan selesai tahun 2029 dan nantinya terdapat jeda pengoperasian sekitar 3 tahun.
Jalan Tol ini akan menghubungkan wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah dengan memiliki total panjang 206,65 Km dan nilai investasi sebesar Rp56 triliun.
Kementerian PUPR melalui BPJT telah menetapkan pemenang pelelangan pengusahaan Jalan Tol Gedebage - Tasikmalaya - Cilacap. Serah terima surat penetapan pemenang lelang oleh Menteri PUPR yang diserahkan dari BPJT dalam hal ini dilaksanakan Kepala BPJT Danang Parikesit bersama Anggota BPJT Unsur Profesi Koentjahjo Pamboedi kepada konsorsium selaku pemenang pelelangan yang terdiri dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Daya Mulia Turangga-PT Sarana-PT Gama Group, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya (Persero Tbk (Konsorsium).
Pembangunan tol menurut Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil diharapkan mampu mengatasi masalah kemacetan seperti saat arus mudik dan balik Lebaran. Juga untuk menghubungkan Jawa Barat dengan Jawa Tengah serta mendukung pariwisata di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Apakah untuk kepentingan rakyat?
Pertanyaan ini sering muncul jika ada beragam proyek di negeri ini. Mengingat beragam kasus sering terjadi pasca pembangunan infrastruktur. Mulai dari korupsi, sengketa lahan ketika pembebasan, hingga proyek mangkrak pun pernah terjadi. Jalan tol apalagi, hanya kendaraan tertentu saja yang akan melintas akan tetapi sejauh ini selalu digadang- gadang akan memperbaiki ekonomi masyarakat. Benarkah?
Hal ini sebagaimana pernah terjadi pada dana yang dikucurkan untuk pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, misalnya, meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari sebesar Rp119 triliun di 2019, naik menjadi Rp120 triliun di 2020, dan mencapai Rp150 triliun pada 2021. Amat disayangkan, berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korupsi di bidang infrastruktur ternyata sangat besar. Dampaknya tentu saja terkait dengan kualitas bangunan yang pada ujungnya mengancam keselamatan publik.
Kasus lainnya adalah dalam masalah agraria, total 30 kasus yang tercatat dalam laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Tahun 2020, konflik agraria PSN sebanyak 17 kasus. Adapun total konflik agraria sepanjang 2020 menurut Laporan KPA sebanyak 241 kasus yang terjadi di 359 daerah di Indonesia dengan korban terdampak 135.332 kepala keluarga (KK), dan 624.272 hektar lahan.
KPA memprediksi, ke depan konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur ini akan semakin menguat karena UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memperkuat kepentingan pengadaan tanah untuk PSN.
Mengenai proyek mangkrak, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut ada hampir sepuluh megaproyek di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terancam mangkrak.
Mangkrak dalam pengertian Agus tidak saja bahwa proyek tersebut tidak selesai dikerjakan, melainkan juga termasuk proyek-proyek yang berhasil diselesaikan tetapi tidak beroperasi secara optimal sehingga berpotensi merugi.Dia mencontohkan, proyek ambisius yang dicanangkan Jokowi tetapi mangkrak adalah Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.
Bandara tersebut bahkan kini hampir tidak pernah disinggahi pesawat, dan justru berubah menjadi 'bandara hantu'. Yang ada di sana hanyalah petugas bandara yang bertugas merawat fasilitas publik dengan biaya yang terus dialokasikan tiap tahunnya.
Padahal proyek infrastruktur secara pendanaan pun masih tidak sepenuhnya ditopang dana dalam negeri. Bank Dunia mencatat kebutuhan investasi infrastruktur nasional selama 2020—2024 mencapai Rp6.445 triliun. Anggaran yang murni datang dari negara hanya mencapai 37 persen, sementara itu badan usaha milik negara (BUMN) diramalkan dapat berkontribusi hingga 21 persen.
Dengan kata lain, negara dapat menopang sekitar 58 persen dari total target pendanaan atau sekitar Rp3.738 triliun. Namun, kontribusi pendanaan dari BUMN memiliki risiko memenuhi pangsa pasar pihak swasta dan daur ulang aset.
Untuk fase pemuliihan ekonomi, kemampuan menarik investasi swasta penting untuk membangun infrastruktur sektor swasta akhirnya dianggap berkontribusi hingga 42 persen dari total target pendanaan. Walaupun investasi swasta pernah mencapai Rp187 triliun pada 2017, kini kebutuhan pendanaan dari swasta naik menjadi Rp400 triliun per tahun hingga 2024.
Disinilah akhirnya, aset vital menjadi berpeluang dikuasai para pebisnis karena tidak mandirinya pendanaan. Semua berujung pada naiknya pajak dan kebutuhan di tengah ramainya pembangunan infrastruktur. Miris.
Orientasi Pembangunan
Seharusnya perkara mendasar yang menjadi misi suatu politik perindustrian akan terkait erat dengan bagaimana merubah pola berpikir dalam masyarakat, dan juga seperangkat aturan-aturan dalam sistem ekonomi seperti hukum kepemilikan; politik moneter; perdagangan luar negeri; aturan-aturan tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI); dan perburuhan; sampai sistem pendidikan dan sistem politik dan pertahanan. Sehingga tidak memunculkan masalah lainnya untuk masyarakat.
Islam memiliki aturan lengkap termasuk dalam masalah industri dan pembangunan infrastruktur.
Paradigma negara dalam Islam sebenarnya adalah untuk melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan, keamanan dan negara. Karena itu, seluruh politik yang diwujudkan akan disinergikan untuk mewujudkan hal tersebut.
Islam ketika membangun infrastruktur berdasarkan kepentingan rakyat, menggunakan kas negara, serta tanpa menyerahkan proyek tersebut pada swasta. Sangat jauh berbeda dengan negara dalam sistem kapitalis hari ini, yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur hanya berbasis keuntungan.
Sejarah telah menggambarkan bagaimana institusi khilafah Islam yakni masa Khalifah Abdul Hamid II. Khalifah membangun proyek Hejaz Railway atau jalur kereta api Hijaz sepanjang 1464 km sebagai infrastruktur penunjang transportasi haji. Jalur kereta Suriah terhubung antara kota Damaskus dan Madinah yang mampu memperpendek perjalanan dari 40 hari menjadi lima hari saja. Tidak hanya meningkatkan perjalanan, kapasitas penumpang juga sangat besar untuk ukuran masa itu, yaitu mampu membawa 300 ribu jamaah dalam satu pemberangkatan.
Juga infrastruktur pendidikan, pada masa Dinasti Abbasiyah, pada masa Khalifah Al-Muntansir Billah (1226 M – 1242 M) telah dibangun Universitas Al-Mustansiriyah di Bagdad. Perguruan tinggi ini tidak hanya fokus pada satu studi saja tetapi memiliki sekaligus empat bidang studi, antara lain ilmu Al-Qur'an, biografi Nabi Muhammad, ilmu kedokteran, serta matematika. Universitas ini juga dilengkapi oleh perpustakaan yang mendapat sumbangan buku sebanyak 80 ribu eksemplar yang diangkut oleh 150 unta.
Kemandirian negara dalam pendanaan, kebijakan berorientasi kepentingan umat serta mindset pengurusan secara maksimal atas urusan umat menjadi paradigma mendasar modal pembangunan infrastruktur.
Semua karena dibangun pada paradigma luar biasa, kekuatan aqidah.
"Imam [kepala negara] melaksanakan penggembalaan, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya). ” (HR.Bukhari dan Muslim)
Juga bagaimana ketika khalifah Umar bin Khattab radhiallahu'anhu, beliau sangat mengutamakan sikap wara' ketika hendak bertindak.
Umar bin Khattab pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di daerah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian ada seekor keledai yang terperosok kedalamnya, maka ia (Umar) bertanggung jawab karenanya.
Terlihat sekali dalam kisah di atas bahwasanya Umar bin Khattab sangat memerhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia.
Inilah Islam yang dengan luar biasa telah membangun peradaban hebat sepanjang sejarah. Apakah hal ini sama dengan mindset penguasa hari ini dalam membangun infrastruktur?!