Jumat, 14 Oktober 2022

Mampukah Kawasan Industri Menuntaskan Problem Kemiskinan?

Upaya membangkitkan kondisi perekonomian Jawa Tengah yang terpuruk akibat pandemi terus dilakukan oleh berbagai pihak.Kawasan industri dinilai berperan besar dalam membangkitkan perekonomian di Jawa Tengah. Dengan adanya kawasan industri, dianggap peluang investasi masuk dan tenaga kerja terserap semakin tinggi.

Hal inilah yang mendorong Ganjar Pranowo sangat aktif dalam menawarkan beragam potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah khususnya barang potensi ekspor.

Provinsi Jawa Tengah dinilai memiliki potensi kerjasama yang bagus dengan Uni Eropa, terutama sektor industri hijau, energi terbarukan, hingga transportasi publik. Selain itu pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mengunggulkan industri garmen, dan produk kebudayaan Jawa Tengah. 

Ganjar memaparkan, data total investasi negara-negara Eropa yang tergabung dalam UE di Jateng sebesar 4.924,40 dolar AS (Semester I 2022). Negara Benua Biru yang paling besar menanamkan modal di Jateng adalah Jerman, disusul Belgia, Luxembourg, Denmark, Perancis, Spanyol, Italia, dan Swedia. Setidaknya ada 7 kawasan industri di Jawa Tengah yang berpotensi menjadi lahan investasi oleh pihak Uni Eropa.(https://jatengprov.go.id/publik/uni-eropa-jajaki-investasi-di-jateng-ganjar-ini-potensi-yang-bagus/) 

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kawasan industri diharapkan dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja serta pembangunan kawasan industri yang berkelanjutan dan punya daya saing global.

Menurutnya, kawasan industri harus bisa menarik minat investor, merealisasikan pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, kawasan industri juga bisa membangun pendidikan semacam vokasi agar bisa dorong pekerja di sektor kawasan industri untuk bekerja.

Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah bekerja keras untuk mengupayakan pemerataan pembangunan industri dengan mengakselerasi pembangunan kawasan industri melalui fasilitasi pengembangan 27 kawasan industri yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan 16 Proyek Strategis Nasional (PSN).

Hingga Januari 2022, terdapat 135 perusahaan kawasan industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektare yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Dari 135 kawasan industri tersebut, 46% atau 30.464 hektare diantaranya sudah terisi oleh tenant industri.

Akan tetapi masuknya investasi asing bak pisau bermata dua. Satu sisi membawa keuntungan yang tak sebanding dengan ancaman kerugiannya. Investasi disisi lain menjadi ancaman bagi pengusaha domestik. Akibatnya produk dalam negeri tidak dipakai dan pengusaha dalam negeri tidak memiliki pasarnya di negeri sendiri.

Dampak lain yang muncul dalam kegiatan industri adalah pencemaran lingkungan. Pencemaran ini dapat berupa limbah maupun pencemaran udara. Makin banyak perusahaan asing di Indonesia, makin meningkatkan produksi limbah. Limbah yang tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan.

Dampak selanjutnya adalah berkurangnya lahan produktif. Areal yang dapat digunakan sebagai lahan produktif seperti untuk usaha pertanian akan habis karena dimanfaatkan untuk mendirikan pabrik. Bahkan Beberapa perusahaan asing akan melakukan eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan. Akibatnya sumber daya alam di Indonesia habis atau rusak.

Dalam beberapa penanaman modal asing memberikan keuntungan yang lebih besar kepada penanam modal. Hasil usaha penanaman modal asing banyak yang dibawa ke negara investor. Akhirnya kaum kapital yang akan jauh diuntungkan dengan adanya investasi bahkan dengan kemudahannya justru menjadikan wilayah kita terjajah hegemoni politik ekonomi negara asing.

Dalam Islam, membebaskan rakyat dari kemiskinan adalah tugas negara. Jika pun negara memberlakukan investasi, pemerintah seharusnya bertanggung jawab agar investasi dapat berjalan sesuai koridor Islam. Selain menerapkan aturan Islam secara total, ia juga harus mengawasi pelaksanaannya. Nabi saw. dan para khalifah setelah beliau telah mencontohkan bagaimana mereka, misalnya, mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.

Pemerintah juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan penuh amanat, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi rakyat. Sikap tersebut dalam pernyataan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. : “ Sungguh saya tidak menemukan keuntungan pada harta Allah ini kecuali dengan tiga hal: diambil dengan cara yang benar; diberikan dengan cara yang benar; dan dari berbagai kebatilan melihatlah, posisi saya atas harta kalian seperti seorang wali atas harta yatim. Jika merasa cukup, saya tidak mengambilnya, namun jika saya membutuhkannya, maka saya akan memakannya dengan cara yang makruf."

Menyerahkan investasi berbasis kapitalis dalam pengelolaan kawasan industri kepada asing, tidak akan mampu menuntaskan masalah kemiskinan rakyat, bahkan pertumbuhan ekonomi. Negara hanya akan terjebak dengan jeratan hegemoni asing, hingga akhirnya akan menjadikan negara lemah dan terjajah secara ekonomi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar