Sabtu, 22 Oktober 2022

Tindak Tegas Pemotong Bansos, Bukan Pansos!

Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo,SH., M.IP., wanti-wanti kepada seluruh pihak agar tidak memotong bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Hal itu disampaikan saat memberikan arahan secara virtual di hadapan ratusan kepala desa, kepala kelurahan, serta Forkopimcam se - Kabupaten Blora, Rabu (21/9/2022) di Pendopo Kabupaten Blora.

Meski pada kenyataannya beredar pemberitaan pemotongan dana BLT BBM dengan berbagai alasan. Ada yang menyebut untuk pembangunan masjid bahkan beragam modus yang sudah terlanjur dimaklumi masyarakat selalu ada potongan juga selalu terjadi.

Jauh panggang dari api, bantuan dengan pemotongan seakan sulit untuk dihapuskan karena terjadi berulang dan meski sudah diancam adanya sanksi masih belum mampu menghilangkan pemotongan bansos tersebut. Bahkan urusan potong memotong uang bantuan sosial terkesan lumrah. Mirisnya, potongan ini adalah potongan uang bantuan untuk rakyat kecil. Bagaimana bisa ada oknum-oknum yang tega memotong bansos di saat krisis ekonomi seperti ini. Rakyat kecil yang sedang mengalami masalah ekonomi dan membutuhkan bantuan untuk sekadar bertahan hidup, harus berhadapan dengan para pejabat yang menganggap dirinya berkuasa dan "berjasa", sehingga merasa punya hak untuk mendapatkan bagian dari bansos tersebut.

Aksi memotong dana bantuan sosial yang paling menghebohkan di tahun ini adalah dilakukan oleh Menteri Sosial sebelumnya, Juliari P. Batubara. Walaupun potongan hanya sepuluh ribu rupiah per paket, tetapi jika diakumulasikan menjadi angka yang fantastis, hingga puluhan miliar rupiah.

Lagi-lagi, rakyat miskin menjadi korban. Dari oknum tingkat bawah sampai sekelas menteri pun tega "menyunat" hak rakyat kecil. Mirisnya, yang dirugikan itu masyarakat kecil dan yang diuntungkan para pejabat. Sudah dapat tidak seberapa, masih dipotong pula. Itulah ironi yang sering kita jumpai di negeri ini.

Mekanisme pemerintah mengeluarkan banyak jenis bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai solusi masalah ekonomi masyarakat juga sebenarnya masih perlu dikritisi. Seharusnya pengelolaan kebutuhan masyarakat, penjaminan kestabilan harga dan kemudahan masyarakat dalam mengakses kebutuhan seharusnya menjadi orientasi untuk diselesaikan secara sistemik. Tapi dengan adanya bantuan tersebut justru semakin membuka peluang yang dipotong oknum-oknum pejabat, bantuan tak sempurna tersalurkan dan takkan mampu menyelesaikan masalah ekonomi secara sistemik. 

Memotong dana yang diberikan pemerintah sepertinya sudah menjadi tradisi. Dari pejabat setingkat menteri hingga ke pejabat tingkat desa atau RT/RW. Pihak yang "memotong" adalah orang yang "berkuasa". Mereka diberikan tanggung jawab dalam penyaluran bantuan. Yang bisa jadi mereka berpikir bahwa merekalah yang memungkinkan seseorang menerima bantuan atau tidak. Kemudian, mereka merasa sudah bekerja keras, mengusahakan orang-orang miskin menerima bantuan "cuma-cuma" dari pemerintah. Jadi jika rakyat kecil tersebut menerima bantuan, sudah selayaknya para oknum pejabat tersebut "kecipratan".

Karena itu, mereka berpikir bahwa kecil kemungkinan para penerima bantuan itu akan melapor jika dipotong. Karena posisi mereka sebagai pejabat maka mereka bisa saja mengancam, "tidak memberikan bantuan lagi di kemudian hari jika si penerima bansos macam-macam." Ancaman itu menjadi senjata yang cukup ampuh dari para pejabat korup tersebut.

Di pihak lain, si penerima yang adalah orang kecil dan membutuhkan. Mereka terbatas pengetahuan dan keberaniannya untuk melawan. Mereka tidak tahu harus melapor ke mana, ataupun kalau mengetahuinya mereka takut melakukannya.


Bansos, Alat Pansos untuk Memperkaya Diri Pejabat Korup

Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, program bansos selain sudah disalahgunakan, juga sudah dipolitisasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Dirinya mencontohkan, selama proses Pilkada 2020, dana bansos juga disinyalir digunakan untuk memenangkan calon-calon incumbent.

“Tingginya kemenangan calon incumbent di pilkada 2020 kemungkinan berhubungan dengan tingginya intensitas pemberian bansos kepada masyarakat di daerah,” kata Ray.

Menurutnya, selain pesta para petahana, Pilkada 2020 juga telah menjadi pesta para pelaku dinasti politik. Di daerah, sekalipun bansosnya berasal dari pusat, tapi masyarakat tetap menilainya pemberian kepala daerah.

Hal semacam ini terjadi karena demokrasi memang mudah menyuburkan korupsi dan politisasi. Maju sebagai petahan dengan dukungan modal para pengusaha, ketika menjabat proyek berpeluang diambil keuntungan didepan mata. Mindset jual beli dengan rakyat menjadikan para pejabat negeri ini selalu mencari keuntungan dari tiap kesempatan. 

Suara rakyat tak terwakili, suara rakyat terbeli kursi. Rakyat hanya terpakai ketika dibutuhkan suaranya pada masa pemilu semata. Ketika menduduki kursi jabatan, suara rakyat lenyap. Demokrasi mematikan naluri para pejabat negeri. Mereka tak mencari solusi bagaimana mudah dan murahnya kebutuhan rakyat, tapi mereka justru merendahkan rakyat dengan harus berdesakan mengantri bansos, meributkan dan saling mencurigai antara masyarakat karena sulitnya dirasakan keadilan. Sudah jatuh tertimpa tangga, masyarakat tetap dalam kemiskinan tapi masyarakat harus menjadi pelaku ekonomi sebagai objek utama ekonomi saat ini. Rakyat sebagai pembeli. 

Islam Solusi Mensejahterakan

Melihat permasalahan Bansos, tak hanya dilihat dari sisi keuntungan yang diraih masyarakat. Karena sejatinya tugas penguasa dalam Islam adalah mengatur urusan masyarakat. 
Rasulullah saw. bersabda:

فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.

Kondisi pemimpin dalam Islam memiliki andil besar mengatur urusan rakyatnya. Ini sangat jauh berbeda dengan sistem kapitalisme hari ini. Penerapan sistem Islam kaffah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan dijadikan dasar dalam mengatur urusan ekonomi rakyat. Islam akan memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakatnya secara individu per individu. Pemenuhan kebutuhan dasar keluarga seperti sandang, pangan, dan papan, maka negara akan memampukan kepala keluarga di dalam bekerja agar terpenuhi kebutuhan dasar ini. Artinya negara akan membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Dan akan dipastikan tidak akan ada satu pun laki-laki yang tidak bekerja ketika mampu. 

Islam juga akan mengembalikan harta milik umum kepada pemiliknya yaitu rakyat. Tidak akan di
serahkan oleh negara kepada pihak swasta apalagi asing. Selanjutnya, negara akan menyediakan secara langsung layanan kesehatan dan pendidikan. Semua rakyat akan menikmati layanannya secara cuma-cuma dan tidak dipungut biaya. Siapa pun mereka yang menjadi warga negara baik Muslim ataupun non-Muslim. 

Di dalam sistem ekonomi Islam juga akan menjamin kebutuhan rakyat saat terjadi bencana alam atau pandemi dengan distribusi yang merata tanpa memandang status ekonomi baik yang kaya ataupun miskin. Inilah penerapan Islam kaffah yang akan mampu mengatasi permasalahan ekonomi rakyatnya. Tidak sekadar program PKH, BLT, dan lain-lainnya tetapi penjaminan kebutuhan seluruh masyarakatnya secara pasti. Inilah Islam rahmatan lil ‘alamiin.

Untuk itu, sudah saatnya kita menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan kita. Islam kaffah akan mampu memecahkan berbagai permasalahan kehidupan, baik ekonomi, politik, kesehatan, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan sistem Islam berasal dari Allah SWT, Rabb Pencipta seluruh alam semesta.

Jumat, 14 Oktober 2022

Mampukah Kawasan Industri Menuntaskan Problem Kemiskinan?

Upaya membangkitkan kondisi perekonomian Jawa Tengah yang terpuruk akibat pandemi terus dilakukan oleh berbagai pihak.Kawasan industri dinilai berperan besar dalam membangkitkan perekonomian di Jawa Tengah. Dengan adanya kawasan industri, dianggap peluang investasi masuk dan tenaga kerja terserap semakin tinggi.

Hal inilah yang mendorong Ganjar Pranowo sangat aktif dalam menawarkan beragam potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah khususnya barang potensi ekspor.

Provinsi Jawa Tengah dinilai memiliki potensi kerjasama yang bagus dengan Uni Eropa, terutama sektor industri hijau, energi terbarukan, hingga transportasi publik. Selain itu pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mengunggulkan industri garmen, dan produk kebudayaan Jawa Tengah. 

Ganjar memaparkan, data total investasi negara-negara Eropa yang tergabung dalam UE di Jateng sebesar 4.924,40 dolar AS (Semester I 2022). Negara Benua Biru yang paling besar menanamkan modal di Jateng adalah Jerman, disusul Belgia, Luxembourg, Denmark, Perancis, Spanyol, Italia, dan Swedia. Setidaknya ada 7 kawasan industri di Jawa Tengah yang berpotensi menjadi lahan investasi oleh pihak Uni Eropa.(https://jatengprov.go.id/publik/uni-eropa-jajaki-investasi-di-jateng-ganjar-ini-potensi-yang-bagus/) 

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kawasan industri diharapkan dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja serta pembangunan kawasan industri yang berkelanjutan dan punya daya saing global.

Menurutnya, kawasan industri harus bisa menarik minat investor, merealisasikan pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, kawasan industri juga bisa membangun pendidikan semacam vokasi agar bisa dorong pekerja di sektor kawasan industri untuk bekerja.

Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah bekerja keras untuk mengupayakan pemerataan pembangunan industri dengan mengakselerasi pembangunan kawasan industri melalui fasilitasi pengembangan 27 kawasan industri yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan 16 Proyek Strategis Nasional (PSN).

Hingga Januari 2022, terdapat 135 perusahaan kawasan industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektare yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Dari 135 kawasan industri tersebut, 46% atau 30.464 hektare diantaranya sudah terisi oleh tenant industri.

Akan tetapi masuknya investasi asing bak pisau bermata dua. Satu sisi membawa keuntungan yang tak sebanding dengan ancaman kerugiannya. Investasi disisi lain menjadi ancaman bagi pengusaha domestik. Akibatnya produk dalam negeri tidak dipakai dan pengusaha dalam negeri tidak memiliki pasarnya di negeri sendiri.

Dampak lain yang muncul dalam kegiatan industri adalah pencemaran lingkungan. Pencemaran ini dapat berupa limbah maupun pencemaran udara. Makin banyak perusahaan asing di Indonesia, makin meningkatkan produksi limbah. Limbah yang tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan.

Dampak selanjutnya adalah berkurangnya lahan produktif. Areal yang dapat digunakan sebagai lahan produktif seperti untuk usaha pertanian akan habis karena dimanfaatkan untuk mendirikan pabrik. Bahkan Beberapa perusahaan asing akan melakukan eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan. Akibatnya sumber daya alam di Indonesia habis atau rusak.

Dalam beberapa penanaman modal asing memberikan keuntungan yang lebih besar kepada penanam modal. Hasil usaha penanaman modal asing banyak yang dibawa ke negara investor. Akhirnya kaum kapital yang akan jauh diuntungkan dengan adanya investasi bahkan dengan kemudahannya justru menjadikan wilayah kita terjajah hegemoni politik ekonomi negara asing.

Dalam Islam, membebaskan rakyat dari kemiskinan adalah tugas negara. Jika pun negara memberlakukan investasi, pemerintah seharusnya bertanggung jawab agar investasi dapat berjalan sesuai koridor Islam. Selain menerapkan aturan Islam secara total, ia juga harus mengawasi pelaksanaannya. Nabi saw. dan para khalifah setelah beliau telah mencontohkan bagaimana mereka, misalnya, mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.

Pemerintah juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan penuh amanat, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi rakyat. Sikap tersebut dalam pernyataan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. : “ Sungguh saya tidak menemukan keuntungan pada harta Allah ini kecuali dengan tiga hal: diambil dengan cara yang benar; diberikan dengan cara yang benar; dan dari berbagai kebatilan melihatlah, posisi saya atas harta kalian seperti seorang wali atas harta yatim. Jika merasa cukup, saya tidak mengambilnya, namun jika saya membutuhkannya, maka saya akan memakannya dengan cara yang makruf."

Menyerahkan investasi berbasis kapitalis dalam pengelolaan kawasan industri kepada asing, tidak akan mampu menuntaskan masalah kemiskinan rakyat, bahkan pertumbuhan ekonomi. Negara hanya akan terjebak dengan jeratan hegemoni asing, hingga akhirnya akan menjadikan negara lemah dan terjajah secara ekonomi.