Senin, 15 Agustus 2022

Euforia Tanpa Makna Nir Rasa


Kata eu·fo·ria /éuforia/ n menurut KBBI merupakan perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan.
Dalam ilmu psikologi, euforia didefinisikan sebagai peningkatan suasana hati dan kebahagiaan yang tidak mencerminkan realitas keadaan yang sesungguhnya.
Maka tak salah jika kata ini dipilih untuk menggambarkan realitas yang terjadi akhir-akhir ini. Euforia kemerdekaan.

Kemerdekaan dirayakan dengan perlombaan, gegap gempita dan semarak acara hiburan hingga berbagai pawai yang menunjukkan keanekaragaman budaya. Tak salah bahagia, tak salah dengan bersyukur, tapi bukankan bagi seorang muslim memiliki cara mengungkapkan syukur sesuai tuntunan?

Jika melihat bagaimana negara Barat misal Amerika, negara bagian Amerika memiliki cara-cara tersendiri dalam merayakan kemerdekaan negaranya.
 Washington D.C.
Selain pesta kembang api, Washington D.C. juga akan dimeriahkan oleh pertunjukan musik dari The Beach Boys, The Temptations, Luke Combs, dan beberapa musisi lainnya. Acara ini akan diselenggarakan di kawasan National Mall.

Granbury
Perayaan hari kemerdekaan di sini dirayakan selama dua hari. Pesta kembang api dan parade busana jaman dulu menjadi atraksinya. Selain itu, bir dan ayam kalkun mendadak menjadi kuliner favorit di tempat tersebut.

Brooklyn
Salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu di Brooklyn saat hari kemerdekaan adalah kontes makan hot dog. Tahun lalu Joey Chestnut berhasil meraih juara pertama untuk kategori pria dengan menyantap 72 hot dog, sementara Miki Sudo berhasil meraih juara pertama untuk kategori wanita dengan menyantap 41 hot dog.

Atlanta
Mungkin Atlanta adalah satu-satunya negara bagian yang merayakan hari kemerdekaan dengan penuh keringat. AJC Road Race adalah ajang lari 10 kilometer di Atlanta yang sudah diselenggarakan sejak tahun 2970.

Mississippi
Hampir sebagian besar warga Tupelo merayakan hari kemerdekaan dengan cara bersantai di taman kota. Bahkan kota ini sudah dikenal dengan nama 'kota piknik Amerika', jika menjelang dirgahayu Negeri Paman Sam.

Bedanya, jika di negeri ini diadakan perlombaan dan hiburan yang sifatnya dianggap membawa kearifan lokal, meski hal ini pun sejatinya dikritik beberapa kalangan karena menumbuh suburkan warisan penjajah tempo dulu. Misal panjat pinang. 

 Masyarakat selalu antusias ketika menyaksikan lomba panjat pinang ini. Demikian juga dengan para peserta yang tak kalah semangat.

Lomba panjat pinang ternyata memiliki sejarah panjang dan filosofi mendalam. Bahkan disebutkan bahwa panjat pinang adalah warisan yang diturunkan bangsa Belanda sejak zaman kolonial.

Dikutip dari Instagram resmi Ditjen GTK Kemdikbud RI, lomba panjat pinang berasal dari hiburan panjat tiang ketika orang Belanda berada di Indonesia pada zaman kolonialisme. 

Dihimpun dari data detikEdu, panjat pinang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memperingati Koninginnedag atau Hari Ratu. Momen perayaan ini digelar setiap tanggal 31 Agustus sebagai peringatan kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau.

Di momen ini, semua lapisan masyarakat di Hindia Belanda (Indonesia) diminta untuk berkumpul mengikuti festival, karnaval, hiburan, pasar kaget dan juga termasuk lomba panjat pinang. Gelaran panjat pinang ini disebut oleh masyarakat Belanda sebagai de Klimmast yang berarti memanjat tiang.

Dikutip dari buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal oleh Fandy Hutari, disebutkan bahwa permainan panjat pinang sudah digelar sejak 1930-an. Panjat pinang juga menjadi ajang yang menarik sehingga kerap digelar untuk perayaan pernikahan, kenaikan jabatan hingga ulang tahun. Dilansir dari detikX, para peserta panjat pinang akan merebut hadiah yang lazimnya berupa bahan makanan. Beberapa hadiah panjat pinang antara lain beras, tepung, roti, keju, gula dan pakaian. Bagi orang pribumi, hadiah itu masih tergolong mewah.

Peserta panjat pinang hanya diikuti oleh orang-orang pribumi saja. Sedangkan meneer-meneer Belanda sebagai penonton akan tertawa melihat warga lokal yang mati-matian membuat tangga hidup memanjat batang pinang.

Maka, jika mengetahui sejarah panjat pinang terasa miris, ketika hari ini justru hal tersebut menjadi bentuk perayaan perlombaan dengan ekspresi kebahagiaan. 
Konser musik, pawai dengan baju adat tempo dulu, atau sesuai adat budaya pun ternyata mengikuti bagaimana cara negara Barat dalam merayakan kemerdekaan. 

Belum lagi dengan beragam hiburan yang malah justru dianggap menjadi ajang gaul bebas di kalangan remaja hingga orang tua, munculnya kelompok LGBT yang dipertontonkan dalam pawai-pawai kemerdekaan dianggap lelucon, guyonan akan penyerupaan terhadap lawan jenis pun marak terjadi misal dengan lomba bapak-bapak berdaster dan lain-lain.

Semua ini seharusnya menjadi evaluasi betapa ternyata kita salah dalam memaknai kemerdekaan. Merdeka dari penjajahan fisik tak berarti kita terbebas dari penjajahan non fisik. Sisa penjajahan dan peralihan penjajah dari cengekeraman dominasi negara yang brutal melakukan serangan fisik, sebenarnya hanya berganti dengan penjajahan diplomasi politik hingga cengekeramannya sampai hari ini pun masih terasa.

Bagaimana cengkeraman hegemoni Barat tetap masih menyetir kita dengan beragam pemikiran, politisasi hingga hegemoni ekonomi. Negara sebenarnya terjajah secara politik. Menurut salah seorang tokoh, dia menyebut ciri-ciri negara masih terjajah. Antara lain: Pertama, negeri tersebut dijadikan sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri dan kapitalis yang menjajahnya.Kedua, dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara penjajah. Ketiga, negeri jajahan dijadikan tempat mencari rente dengan memutarkan kelebihan kapitas mereka.

Kenyataan ini masih dirasakan masyarakat Indonesia, maka tak salah jika hari ini kita sebenarnya masih terjajah secara politik. Menyatakan diri merdeka hanya dari penjajahan fisik merupakan berpikir dangkal dalam melihat fakta. Maka merayakan dengan euforia yang tak pantas adalah bentuk aktivitas tanpa makna. Kita harus belajar lagi bagaimana sejarah dan harus berjuang lagi membebaskan negeri ini dari jeratan hegemoni politik Barat.

Dari awal, kita sudah salah dalam mengelola negeri ini. Misal, para pemimpin negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasific (APEC) pada tahun 2012, sepakat untuk mengedepankan lembaga-lembaga multilateral, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai instrumen penting dalam mengatasi krisis yang berlangsung. Termasuk Indonesia, sangat mempercayakan arahan dari lembaga asing dalam mengelola kekayaan negeri ini. Hingga tanpa sadar, kita saat ini sangat tergantung sekali dengan suntikan dana investasi swasta untuk mengelola negeri ini atas nama Pemulihan Ekonomi Nasional. Jika demikian, lalu dimana letak merdeka yang dibanggakan?

Masyarakat tetap saja terpuruk akan dominasi asing atas kekayaan negeri ini, masyarakat tetap dihantui dengan harga-harga yang tidak stabil dan cenderung naik. Pencabutan subsidi hingga segala kebutuhan hidup pun semua harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Pemerintah ada pada posisi sebagai regulator semata. Seperti berjual beli dengan rakyat. 

Sudah seharusnya bangsa ini introspeksi akan kelalaian kita karena memilih jauh dari bagaimana keinginan Sang Pencipta. Berhukum dengan aturan yang direkomendasikan Barat bahkan kini justru terkesan memerangi Islam politik. Adalah sebuah kesalahan ketika memposisikan diri dengan memasang badan menjadi tameng atas upaya meraih keberkahan Illahi dengan kembali kepada ketaatan. Seharusnya kita malu, karena cara kita bersyukur justru menjadikan kita kufur atas Syariat Sang Maha Pengatur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar