Selasa, 27 Agustus 2019

BRUTALLY HATE THE CALIPHATE

By. Deu Ghoida

Mereka, kaum pembenci melakukan pengopinian khilafah dengan citra buruk secara brutal membenturkan dengan dasar negara. Memaksa menjadikannya menjadi sebuah ideologi, sehingga bisa dengan mudah diamini dan dibenci sebagai common enemy pemikiran yang harus ditakuti.

Ide Khilafah menjadi hantu yang dianggap jauh lebih berbahaya dari PKI dengan sejarah kelamnya. Dan dianggap jauh lebih anarkis dari OPM yang telah memalan banyak korban. Bahkan jauh lebih berbahaya dari Kapitalis Barat dan Timur yang terus-menerus menjejalkan hutang ribawi hingga seakan tak mungkin terbayarkan.

Masyarakat dibuat lupa akan perbuatan para antek kapitalis menjual negeri ini dengan sangat murahnya. Dan masyarakat pun seolah tidak mempermasalahkan ide liberal yang sengaja ditancapkan oleh musuh negara. Hingga meracuni otak dan pemikiran generasi dan masyarakat. Menjadi konsumen gaya hidup bebas, maraknya korban seks bebas, HIV/AIDS hingga kasus-kasus kriminalitas yang tidak pernah ada hentinya.

Yang lebih diherankan adalah ketika opini untuk membenci Khilafah secara brutal justru dilakukan oleh mulut-mulut umat Islam sendiri. Berbekal arahan opini dan sosialisasi anti radikalisme berbagai kalangan terjun dan di blow up oleh media agar menjadi sebuah isu yang terus panas untuk digoreng.

Akhirnya umat Islam pun seakan pecah oleh adu domba murahan yang dihembuskan para musuh Islam. Ada sebagian orang yang mencari-cari dalil untuk mengkriminalkan ajaran Islam ini bahkan ketika disodorkan dalil pun ditolak dengan alasan intoleransi.

Brutalnya pengopinian Khilafah membawa pihak rezim berani menjadikan tameng undang-undang atau hukum yang ada untuk mengkriminalkan para pejuang yang mendakwahkan Khilafah. Gerakan serampangan mereka ini sering dinilai oleh sebagian pihak dengan sikap keterlaluan. Alih-alih untuk mengalienasi HTI yang paling santer mendakwahkan Khilafah tapi justru nampak seakan memukul rata pihak lain sebagai tertuduh. Hanya karena mereka pernah menyuarakan Khilafah.

Beragam macam cara dan makar terus dilakukan untuk menghalangi menyebarnya opini Khilafah di tengah masyarakat
Tapi apakah mereka mampu untuk mencegah terbitnya matahari esok pagi. Mengingat hadirnya Khilafah sudah dituangkan di dalam hadits rasulullah SAW:

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

ثُمَّ سَكَتَ

“....Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Kebrutalan mereka juga nampak dengan beragam macam manuver yang terus-menerus mereka persiapkan untuk menghadang dan mengkriminalkan orang-orang yang mendakwahkan Khilafah. Meski didapati tidak ada satupun pasal dari undang-undang untuk melarang dakwah menyerukan khilafah karena Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Khilafah merupakan sistem pemerintahan seperti halnya sistem-sistem yang lainnya ekonomi, politik, sosial dll.

Brutalnya perlakuan kaum pembenci banyak dilakukan di media baik media cetak maupun media sosial karena memang hanya di situ saja peluang mereka untuk alienasi dakwah dan mengkriminalkan dakwah. Hal itu terbukti ketika disebut bahwa Khilafah bertentangan dengan Pancasila tidak ditemukan satu indikasi pun yang bertentangan. Khilafah bagian dari syariat Islam dan merupakan ajaran Islam sehingga bagaimana mungkin sesuatu yang datang dari Allah akan mengancam manusia?

Khilafah merupakan institusi pelaksana syariah secara Kaffah dan akan menjadi pelindung Islam dan umat manusia beserta darah, negeri, kekayaan dan kehormatan mereka. Realita hari ini menunjukkan, karena tidak ada khilafah kerusakan dan kesengsaraan mendera setiap manusia dan negeri-negeri di dunia.

Realitas sejarah membuktikan bahwa sepeninggal Rasulullah SAW diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan para sahabat serta tabiin dan tabiut tabiin masalah kepemimpinan mereka sebut dengan kekhilafahan. Artinya hal utama yang harus ada pada saat itu adalah kondisi umat Islam yang ada dalam satu kepemimpinan. Tapi sejak adanya perang dunia pertama dan kedua dan runtuhnya Turki Utsmani pada 1924 telah menjadikan negara bangsa sebagai solusi membangun sebuah pemerintahan berdasarkan arahan negara kapitalis.

Dunia ada dalam cengkraman kapitalisme Global di dalam agenda the New World Order dan pada akhirnya penguasa yang berkuasa dalam negara bangsa ini harua berjalan demi kemaslahatan negara kapitalis penjajah. Imperialisme memainkan perang gaya barunya. Penguasa boneka atau antek barat yang ditanamkan di suatu negeri yang dulunya adalah negeri muslim saat ini justru memiliki rasa takut yang sama dengan kapitalis akan hadirnya kekuatan besar yaitu Khilafah Islamiyah yang telah dijanjikan
Oleh karena itu mereka berusaha menghalangi tegaknya Khilafah dengan beragam macam upaya yang paling menyakitkan menggunakan lisan dan tangan umat Islam sendiri.

Mereka brutal mencegah tegaknya janji Allah Wahai Kaum Pembenci tunggu saja bagaimana cara Allah menjawab kebrutalan dan kesombongan mereka. Karena makar manusia tidak akan pernah mampu membalas keMaha Besaran dan ke Maha Kuatan Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”
QS. Ali Imran:54

Senin, 19 Agustus 2019

MERAYAKAN CENGEKERAMAN IMPERIALISME

By. Deu Ghoida

Perayaan kemerdekaan selalu dimaknai sebagai bentuk syukur atas terbebasnya penjajahan secara fisik. Hingga pada akhirnya beragam macam seremonial pun dilakukan meski terkadang tidak nyambung dengan esensi kemerdekaan tersebut.

Masyarakat sering kali merayakan kemerdekaan hanya sekedar rutinitas seremonial dan hiburan semata. Hal ini dinilai sebagian pihak kurang melakukan penjiwaan terhadap negerinya. Bagaimana tidak, negeri ini memang tidak dijajah lagi oleh Jepang, Inggris, Belanda dengan senjata. Akan tetapi faktanya deklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, menjadi pintu masuk penjajahan gaya baru. Penjajah tak lagi membawa senjata untuk melakukan pendudukan. Mereka hanya butuh ruang konferensi dan pengiriman delegasi serta secarik kertas untuk bisa menguasai negeri ini.

Hal ini nampak dari dominannya penguasaan asing terhadap sumber daya alam negeri ini, juga makin bertambahnya hutang hingga lebih dari Rp 5.000 T. Pemerintah membuka akses investasi sebesar-besarnya kepada asing dan tidak menghiraukan lagi bagaimana nasib jangka panjang anak bangsanya. 1 kali periode penguasa di negeri ini meneken kontrak yang lamanya puluhan tahun. Lalu siapa lagi yang akan menanggung kalau bukan rakyat negeri ini?

Oleh karenanya merayakan kemerdekaan seharusnya dibarengi dengan berpikir mendalam. Apa benar negeri ini telah merdeka atau perayaan kemerdekaan justru bisa jadi sebagai upaya meninabobokan masyarakat agar tidak kritis terhadap dominasi imperialisme?

Merdeka Hakiki Lepas dari Dominasi Manusia

Yang seharusnya patut dirayakan oleh seorang muslim adalah ketika dirinya mampu berlepas diri dari penghambaan kepada makhluk. Jika dikembalikan misi penciptaan maka akan kita temui bahwa tujuan manusia di muka bumi adalah untuk beribadah. Terbebasnya seorang muslim dari penghambaan kepada selain Allah dan keridhaannya berhukum hanya kepada hukum Allah merupakan esensi dari kemerdekaan yang sesungguhnya.

Bagi seorang muslim, Allah adalah ahkamul hakimin alias sebaik-baik pemberi ketetapan hukum. , “Bukankah Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8).

Oleh sebab itu ciri orang yang beriman adalah yang patuh kepada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman, “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Imam Ibnu Katsir rahimahullahmenafsirkan ayat di atas, “Ayat ini bersifat umum mencakup segala permasalahan. Yaitu apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan hukum atas suatu perkara, maka tidak boleh bagi seorang pun untuk menyelisihinya dan tidak ada lagi alternatif lain bagi siapapun dalam hal ini, tidak ada lagi pendapat atau ucapan -yang benar- selain itu.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [6/423] cet. Dar Thaibah)

Jadi sebenarnya tak layak menjadikan selain hukum Allah sebagai aturan yang mengatur hidup kita. Lalu bagaimana realitasnya jika yang mengatur justru negara kafir yang memberi hutang?

Allah ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai hakim/pemutus perkara dalam segala permasalahan yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’: 65)

Kemudian dalam ayat lain, Allah ta’ala juga dengan tegas menyebutkan bahwa orang yang tidak mau berhukum dengan hukum Allah adalah kafir. Firman-Nya:

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah :44)

Jelas sekali ada ancaman dan celaan Allah atas keridhoan kita atas berhukum pada selain hukum Allah. Perayaan kemerdekaan janganlah sampai dijadikan sebagai ceremonial perayaan dan simbolisme kebahagiaan atas dominasi kekufuran.

Tak pantas seorang muslim melakukan perbuatan tanpa melihat dasarnya dalam Islam. Konspirasi kebathilan telah diagendakan di tengah umat yang selalu disibukkan pada urusan duniawi. Kapitalisme menjerat umat pada kemiskinan, memandulkan pemikirannya hingga tumpul melihat realitas dengan jelas. Bahkan tak sedikit yang justru menjadi pembela hegemoni kekufuran imperialisme Barat atas nama nasionalisme. Miris.