Senin, 09 April 2018

Sabar

Dari As-Syaikh 'Atha Abu Rasytah rahimahu-Llah menyatakan,

"Sesungguhnya sabar itu adalah kamu sabar mengatakan kebenaran, melakukan kebenaran, menahan penderitaan —karena keteguhanmu dengan semua itu— di jalan Allah; sabar tidak membuat kamu berpaling, lemah, dan lunak.

Sesungguhnya sabar itu adalah sabar atas bencana, sabar dengan qadha’ (keputusan Allah), yang membuat kamu semakin teguh, tidak membuat kamu labil; semakin membuat kamu berpegang teguh pada al-Kitab, tidak membuat kamu berpaling darinya dengan dalih beratnya musibah yang menimpamu.

Sabar adalah sesuatu yang membuat seseorang bertambah dekat dengan Tuhannya, tidak membuat seseorang semakin jauh dari Tuhannya. “Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap:

‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim’.” (TQS. Al-Anbiyā’ [21] : 87).

Sesungguhnya sabar itu adalah yang mempertajam misi, dan yang mendekatkan jalan ke surga, sebagaimana kesabaran Bilal, Khubab, dan keluarga Yasir.

“Tetaplah sabar, keluarga Yasir, sesungguhnya tempat yang dijanjikan kepada kalian adalah surga.”

Sebagaimana kesabaran Khubaib, dan Zaid.

Seperti kesabaran orang-orang yang melawan penguasa tiran, dimana mereka sedikit pun tidak takut karena Allah, terhadap celaan para pencela.

Seperti kesabaran generasi pertama yang cemerlang dan diberkati, yaitu para sahabat Rasulullah ﷺ, yang jujur dan terpercaya.

Seperti kesabaran para sahabat yang menyaksikan perjanjian Hudaibiyah, mereka yang diboikot penduduk Makkah, mereka yang hijrah ke Habsyah, dan mereka yang dikejar-kejar karena mereka berkata “Allah Tuhan Kami”.

Seperti kesabaran kaum Muhajirin dan Anshar ketika mereka berjihad melawan orang-orang musyrik, Persia, dan Romawi.
Seperti kesabaran tawanan perang kelompok Abdullah bin Abu Khudafah.

Seperti kesabaran para Mujahid yang beriman, yang benar dengan keimanannya.

Sabar itu adalah kamu sabar memerintahkan perbuatan yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, serta tidak lemah ketika disiksa di jalan Allah.

Sabar itu adalah kamu sabar menjadi prajurit dalam tentara kaum Muslim yang tengah bergerak untuk memerangi musuh-musuh Allah!"

Kilas Diksi Ayat Riba

*Kilas Diksi Ayat Al-Qur'an Tentang "Memakan" Riba*

Salah satu ayat agung yang mengandung pesan mendalam terkait peringatan Allah 'Azza wa Jalla atas bahaya riba adalah ayat ini:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat): “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”  (QS al-Baqarah [2]: 275)

Dalam ayat yang agung ini, Allah 'Azza wa Jalla memilih diksi "يَأْكُلُونَ الرِّبا" untuk menunjukkan makna "memanfaatkan" harta riba. Diksi ini, bukan sekedar diksi tanpa pesan mendalam. Secara umum, menjelaskan ayat ini, Syaikhuna al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu al-Rasytah menjelaskan dalam kitab tafsirnya, al-Taysir fi Ushul al-Tafsir:

بعد أن بين الله سبحانه أجر المنفقين حلالاً طيبًا في سبيل الله، بين في هذه الآيات مصير ألئك المنفقين حرامًا وعصيانًا لله سبحانه و لرسول الله صلوات الله وسلامه عليه. وذكر الله سبحانه في هذه الآيات (الربا) وبين عظم جريمته وسوء صنيع أهله والعقاب الشديد والعذاب الأليم على هذه الشنيعة والمنكر العظيم
“Setelah Allah SWT menjelaskan balasan pahala bagi orang-orang yang mengeluarkan harta yang halal dan baik di jalan Allah. Dijelaskan dalam ayat-ayat ini (ayat-ayat tentang riba), apa yang dialami orang-orang yang mengeluarkan harta secara terlarang dan bermaksiat kepada Allah SWT dan kepada Rasulullaah SAW. Dan Allah SWT menyebutkan dalam ayat-ayat ini (tentang riba), Allah SWT pun menjelaskan besarnya kejahatan dan betapa buruknya perbuatan pelakunya, disamping (menjelaskan) hukuman yang sangat keras dan adzab yang sangat pedih atas kejahatan dan kemungkaran yang besar ini.” (‘Atha’ bin Khalil Abu al-Rasytah, Al-Taysîr fî Ushûl al-Tafsîr (Sûrah al-Baqarah), Beirut: Dar al-Ummah, 1427 H, cet. II)

Menariknya, kalimat ya'kuluna al-riba, dijelaskan Imam al-Alusi dalam kitab Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim wa al-Sab’u al-Matsani:

{ الذين يَأْكُلُونَ الربا } أي يأخذونه فيعم سائر أنواع الانتفاع والتعبير عنه بالأكل لأنه معظم ما قصد به
"(Orang-orang yang memakan harta riba) yakni orang-orang yang mengambil harta riba, (frasa) ini mencakup segala bentuk pemanfaatan (terhadap harta riba), dan penggunaan ungkapan “makan” karena ungkapan ini merupakan hal yang paling banyak jadi tujuan orang."

Sedangkan Imam al-Baghawi menjelaskan dalam tafsirnya, Ma’alim al-Tanzil :

قوله تعالى: { الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا } أي يعاملون به، وإنما خص الأكل لأنه معظم المقصود من المال { لا يَقُومُونَ } يعني يوم القيامة من قبورهم { إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ } أي يصرعه { الشَّيْطَان }
"Firman Allah SWT: (Orang-orang yang memakan harta riba) yakni orang-orang yang bermu’amalah secara ribawi, dan penggunaan istilah khusus “makan” karena ia paling sering dijadikan sebagai maksud pemanfaatan harta, (mereka tidak bisa berdiri) yakni pada hari kiamat dari kubur mereka (kecuali seperti berdirinya orang-orang yang kerasukan) yakni kesurupan (syaithan)."

والعياذ بالله

📝 Irfan Abu Naveed, M.Pd.I
(Peneliti di Raudhah Tsaqafiyyah Jawa Barat, Dosen Bhs Arab)

Caci Maki dan Celaan Adalah Argumentasi Orang Licik

CACI MAKI DAN CELAAN ADALAH ARGUMENTASI ORANG YANG LICIK

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

الشتيمة والوٓقيعة والتهجم عند النقاش حيلة العاجز وبضاعة المفلس، فإن الرد بمجرد الشتم والتهويل لا يعجز عنه أحد.

"Mencaci maki, menjatuhkan kehormatan, dan menyerang ketika diskusi merupakan cara licik untuk berkelit yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hujjah dan merupakan barang dagangan orang yang bangkrut, karena sesungguhnya membantah dengan semata-mata melontarkan caci makian dan ancaman bisa dilakukan oleh semua orang."

[Majmu’ul Fatawa, jilid 4 hlm. 186]
======
Raudhah Tsaqafiyah

Rabu, 04 April 2018

Untuk Penista

@mahadewi

Jika kau tak tau syariat Islam, maka mengkajilah. Bukan melecehkan ajarannya dan membandingkannya pada hal tak sepandan.

Jika kau tak paham agamamu, pergilah mendalami maka kau akan lebih mudah menjaga lisanmu dari mencela.

Perjelaslah jika kau memang belum mengerti kebenaran. Jangan pernah berpaling dari kebenaran.

Hidup dengan jasad hanya beritung hari. Sementara mati itu pasti.
Apalah arti dunia jika hidup hanya sebagai penista.

Jasad akan rusak di alam kubur. Tapi ruh akan menghadap Allah dengan pembuktian.
Istighfarlah selagi masih ada malam nanti
Tobatlah selagi oksigen masih terasa wangi.

Untuk para penista agama, kalian bisa berdalih tanpa salah. Tapi peradilan Allah takkan mampu kalian skenario.

Yang kalian lecehkan adalah umat terbaik. Manusia terbaik bagi kaumnya.
Dunia pun takkan rela mereka dilecehkan.
Ingat itu!