Sudah berkali-kali rasanya dibahas dalam berbagai media, baik kajian online dan offline, maupun tulisan-tulisan yang membahas tentang maksiat di malam tahun baru masehi. Perayaan tahun baru masehi biasa dirayakan secara sistematis oleh semua negara di dunia, hingga ke pelosok desa dengan beragam kegiatan yang tak jauh berbeda sepanjang tahun. Menyalakan kembang api, hiburan panggung, terompet, dan beragam acara kumpul-kumpul lainnya yang dibuat seolah-olah menjadi wajib merayakannya di luar rumah di malam tahun baru ini.
Tak sedikit yang mengikutinya karena sekedar ikut-ikutan, bahkan ibu-ibu pun tak jarang membawa anak mereka yang masih bayi dalam gendongan, seolah sang ibu ingin mengajarkan pada anaknya cara kebahagiaan orang dewasa. Berbahagia melihat tontonan dan hiburan di malam hari. Padahal biasanya anti angin malam tapi dalam satu malam itu, semua hukum dilanggar.
Tahun Baru: Menyesatkan Pikiran
Pertanyaannya, siapa sebenarnya pelaku dan penikmat terbesar dari budaya malam tahun baru ini? Muslim tentunya. Aneh tapi nyata, bagaimana mungkin, mayoritas pelakunya muslim sementara jelas-jelas semua aktivitas itu tak tertulis dalam agama mereka.
Beragam perayaan tahun baru dianggap telah bertasyabbuh terhadap orang kafir. Seperti budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Petasan atau kembang api sudah seperti sebuah tradisi wajib perayaan tahun baru. Berapa miliar dihabiskan untuk sebuah seremoni tahunan dan hiburan semata. Kembali lagi, uang rakyat yang akhirnya dipakai untuk hura-hura, sementara rakyat dalam kondisi menanggung beban hidup yang cukup berat.
Tanpa disadari, budaya ini telah menjadikan mereka serupa bahkan tanpa beda beramal layaknya orang kafir. Melakukan ikhtilat atau bercampur baur di suatu tempat dan berinteraksi tanpa ada kepentingan syariat didalamnya, menikmati tontonan para artis menggoyang pinggul mereka, seronok tapi memang tak bisa dipilih untuk ditonton atau tidak, mau tidak mau harus mengikuti iramanya.
Sebenarnya MUI pernah memfatwakan terkait hal ini, yaitu:
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru dan Walimah (Resepsi), seperti yang dilakukan oleh umat Islam khususnya warga DKI Jakarta, atau menjadi bagian dalam ritual ziarah di TPU Dobo, adalah suatu tradisi atau kebiasaan buruk yang sama sekali tidak terdapat dalam ajaran Islam, bahkan merupakan suatu perbuatan haram yang sangat bertentangan dan dilarang ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Tradisi membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api adalah bersumber dari kepercayaan umat di luar Islam untuk mengusir setan yang dianggap mengganggu mereka. Hal ini jelas merupakan suatu kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam. Padahal Islam memerintahkan umatnya untuk menghindari kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam, karena hai itu dinilai sebagai langkah setan dalam menjerumuskan umat manusia, sebagaimana difirmankan dalam Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar." (QS. An-Nur[24] : 21)
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api merupakan pemborosan (tabdzir) terhadap harta benda yang diharamkan Allah, sebagaimana difirmankan :
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra [17] : 27)
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sebagaimana difirmankan dalam :
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah [2]:195.)
Demikian juga sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
"(Kamu) tidak boleh membuat bahaya bagi dirimu sendiri dan juga tidak boleh membuat bahaya bagi orang lain".
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api bahayanya (mudharat) lebih besar dari pada manfaatnya (kalau ada manfaatnya). Padahal di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Sebagaimana didasarkan pada makna umum ayat Al-Quran sebagai berikut:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir."
Dan hadits Rasulullah SAW:
"Di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat".
Islam Tegas Menjaga Aqidah
Perkara ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhu- saat beliau berkata,
كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاَةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِي بِالصَّلاَةِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ
“Dahulu kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani. Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng seperti lonceng orang-orang Nashoro”. Sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat”. [HR. Al-Bukhoriy (604) dan Muslim (377)]
Terkait dengan menyalakan kembang api juga sudah banyak hujah yang dijelaskan bahwa budaya tersebut bukanlah berasal dari Islam. Kaum Majusi lah yang cara peribadatannya menyembah api. Menyalakan kembang api ini termasuk hal yang sia-sia dalam memanfaatkan harta dan jauh dari manfaat bahkan bisa membawa kepada keharaman.
Menyalakan kembang api termasuk bentuk membuang-buang harta. Padahal membuang-buang harta termasuk perbuatan yang terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukkhari, no.1407)
Benda semacam itu juga sangat mengganggu orang lain, terutama dentuman suaranya yang membuat kaget. Bahkan terkadang bisa memicu timbulnya kebakaran.
Kemudian Syaikh Utsaimin mengatakan,
فمن أجل هذين الوجهين نرى أنها حرام ، وأنه لا يجوز بيعها ولا شراؤها
”Karena dua alasan ini, kami berpendapat bahwa petasan hukumya haram, tidak boleh diperjual-belikan.” (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, Pusat Dakwah dan Bimbingan di Unaizah, 3:3)
Kedua, menyalakan kembang api di tengah malam, bertolak belakang dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidur di awal malam, dan tidak bergadang.
Dari Abu Barzah Al-Aslami beliau menceritakan tentang kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan ngobrol setelah isya’ (HR. Bukhari, no.599)
Apapun itu, aktivitas di malam tahun baru jelas sangat banyak mudharatnya dan banyak pelanggaran didalamnya. Tak semestinya seorang muslim mengikuti dan memberikan loyalitasnya pada jenis perayaan apapun karena tidak dituntunkan oleh Islam. Islam adalah agama yang tinggi dan tak ada yang lebih tinggi darinya. Kenapa masih mencari jalan kebahagian lain selain Islam?
Wallahu a’lam.
Tulisan ini termuat di Islampos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar