Liburan sekolah sedang dilalui, muncul fenomena baru di Cilacap terutama di daerah dekat pantai. Ada istilah “Maklum, anak pantai gitu loh..” dengan kalimat ini ada suatu permakluman seolah anak pantai itu memiliki ciri khas dan identitas tersendiri. Ya, Budaya semir rambut pelajar selama liburan beberapa waktu ini seperti menjamur. Ditemui pelajar dari anak SD hingga menengah merubah penampilan dengan mencat rambut mereka dengan warna yang jauh lebih terang.
Istilah mereka, “gaul” dan “kekinian” karena banyak pula pemakainya dari teman sejawat mereka. Tapi apa benar hal ini sesuatu yang sekedar kesenangan saja, asal gaul dan kekinian tanpa ada sebuah tendensi ideology yang sedang menghujani para pemuda kita?
Budaya Liberal Penampilan
Marak bermunculan gaya hidup mengikuti Barat atau Timur dalam hal ini negara Jepang atau Korea memang mau tidak mau telah memancing otak pikir remaja kita hari ini. Bagaimana tidak, artis dengan tarian dan lagu yang digemari anak muda menampilkannya dengan gaya rambut dan busana yang di”jual” dan memang berniat diikuti oleh fans mereka.
Tak ayal lagi, sikap dan gaya hidup remaja dalam hal ini pelajar banyak yang terpengaruh “idol” mereka. Termasuk budaya berani beda ala semir rambut ini. Berkembang karena kesan gaul dan beda inilah yang kemudian memaksa pelajar kita hari ini untuk punya tampang beda, lebih garang, berani, keren, bahkan modis hanya karena berani tampil beda dengan warna rambut.
Tanpa disadari, budaya ini telah diikuti dengan budaya lain yang jauh kurang dipertimbangkan oleh generasi. Liberalisasi . sebuah cara pandang hidup bebas, menghantui kehidupan pelajar kita hari ini. Budaya hidup bebas, semir rambut selama liburan berimplikasi pada sikap cuek akan omongan orang, merasa modis dan keren tanpa memperhatikan kebolehannya atau tidak terutama bagi pelajar perempuan, rambut itu aurat atau bukan, bahkan sikap gaul dan ikutan jaman itulah yang kemudian membentuk corak pola pikir yang berbeda dan telah menghancurkan bangunan pemikiran lama.
Bukankah Islam Membolehkan Semir Rambut?
Memang benar, banyak periwayatan yang menyebutkan akan hal ini. Larangan menyemir rambut justru ditujukan akan warna hitam, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu peperangan misalnya. Selainnya dimubahkan.
Sebagaimana Hadits berikut:
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"غَيِّرُوا هَذَا الشَّيْبَ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ (رواه مسلم)
"Rubahlah warna uban itu, dan jauhi warna hitam." (HR. Muslim, no. 2102)
diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4212, dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ (والحديث صححه الألباني في صحيح أبي داود)
"Akan ada di akhir zaman, kaum yang menyemir rambutnya seperti bulu merpati, maka dia tidak mencium bau surga." (Hadits dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)
Soal warna rambut, para ulama bersepakat membolehkan seluruh warna, kecuali warna hitam. Adapun warna hitam, terdapat perbedaan pendapat para ulama berdasarkan tujuan dari mewarnai rambut tersebut.
Ulama bersepakat, jika bertujuan untuk penipuan, mayoritas ulama mengharamkannya. Orang yang sejatinya sudah tua bisa menipu agar tampak muda kembali karena rambutnya tak beruban. Jika tujuannya seperti ini, tentu tidak diperbolehkan. Demikian diterangkan dalam Al-Fatawa Al-Hindiyah (44/45) dari kalangan Mazhab Hanafiyah, Al-Fawakih Ad-Dawani (8/191) dari kalangan Mazhab Maliki, Matolib Ulin Nuha (1/195) dari kalangan Mazhab Hanbali.
Demikian juga, jika mewarnai rambut dengan warna hitam untuk berangkat berperang, seluruh ulama sepakat untuk membolehkannya. Pada zaman Rasulullah SAW, para tentara yang akan berangkat berperang punya tradisi mewarnai rambut dengan warna hitam. Tujuannya untuk menaikkan wibawa di hadapan musuh-musuh Islam. Kendati mewarnai rambut dengan warna hitam mengandung unsur penipuan, untuk berperang seluruh tipu daya bisa ditolerir. Sabda Nabi SAW, "Peperangan itu adalah tipu daya." (HR Ibnu Majah).
Jika pemakaian warna hitam hanya untuk berhias dan pemakaian sehari-hari tanpa ada maksud untuk penipuan, di sinilah perbedaan pendapat ulama muncul. Ulama kalangan Hanabilah, Malikiyah, dan Hanafiyah hanya sebatas memakruhkan. Kalangan ini berdalil, sabda Nabi SAW hanya sebatas anjuran untuk menjauhi atau menghindari warna hitam. Ijtanibu (jauhi atau hindari) dalam lafaz hadis bermakna hanya sebatas anjuran. Maka hukumnya pun tidak bisa melebihi makruh. Sedangkan, pendapat yang masyhur dari kalangan Mazhab Syafi'iyah mengharamkan penggunaan warna hitam untuk mewarnai rambut. Pengecualian warna hitam hanya untuk mereka yang pergi berperang. Adapun untuk penggunaan sehari-hari tidaklah diperbolehkan.
Adapun dalil yang menunjukkan dibolehkannya menyemir dengan warna merah dan kuning, adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4211, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Seorang yang menyemir rambutnya dengan hinna melewati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau berkata, 'Bagus sekali orang itu.' Kemudian lewat lagi seseorang di depan beliau seorang yang menyemir rambutnya dengan hina dan katm, maka beliau berkata, 'Bagus sekali orang itu.' Kemudian lewat lagi seseorang yang menyemir rambutnya keemasan, maka beliau berkata, 'yang ini lebih baik dari yang lainnya.'
Permasalahannya kemudian adalah tidak hanya sekledar boelh atau tidak menggunakan semir rambut. Jenis bahan yang diapakai apakah halal atau tidak. Jika dulu jaman rasul semir rambut menggunakan bahan hena dan katam lalu apakah semir hari ini yang digunakan terjamin serupa atas apa yang dibolehkan Rasul?
Masalah lainnya adalah jika dulu menyemir rambut dengan tujuan berhias untuk suami/ istri dan juga untuk strategi tertentu, lalu apakah alasan pemuda hari ini menyemir rambut bisa diserupakan dengan apa yang dilakukan Shahabat nabi?
Budaya Barat Tetap Menjadi Kiblat Penampilan Bukan Syariat
Jika sudah dipaparkan kemubahan menyemir rambut dan beberapa penjelasannya lantas apakah niat para pelajar hari ini melakukannya pun atas dasar landasan syariat? Tentu tidak. Budaya dan pola sikap remaja yang melakukan demikian adalah sebagai bukti terpengaruhnya mereka atas peradaban barat bukan sebagai bentuk pahamnya mereka akan kemubahan menyemir rambut.
Padahal patokan hidup seorang muslim hari ini seharusnya adalah “segala perbuatan seharusnya terikat pada hukum syariat’. Bukan justru membebebk akan peradaban asing, terlebih mereka adalah anak yang sudah baligh. Seluruh amal perbuatannya wajib terikat akan hukum Allah. Hisab Allah berlaku pada mereka tiap detiknya.
Pelaku semir rambut di kalangan pelajar terutama perempuan jelas melanggar syariat Allah karena dia menampakkan perhiasannya kepada lelaki asing yang bukan mahramnya. Sedangkan bagi semua pelakunya baik laki-laki atau perempuan jika melakukannya sebatas kesenangan, mode, gaul apalagi ikut-ikutan jelas hal ini pun adalah sebuah kemubahan yang tak jelas tujuannya. Justru malah menjadi korban atas kapitalisasi dan liberalisasi kehidupan hari ini.
Liberalisai ini memakan banyak korban, dan korban terbesar sasaran kerusakannya adalah remaja. Seharusnya remaja hari ini justru banyak mendekat pada syariuat dan berbondong-bonfong mengkajinya, bukan malah terjerumus dan menjadi korban liberalisasi. Jika pun melakukan sesuatu kemubahan, maka pertimbangkan sisi maslahat dan mudhorotnya agar tak jatuh pada perkara dosa. Perdalamlah ilmu agama agar nampak kualitas diri dan mampu menjadi penyelamat orang tua hingga ke surga.
Hal ini pun seharusnya menjadi introspeksi semua kalangan baik orang tua maupun pemerintah sebagai institusi penyelenggara pendidikan, bahwa penanaman agama dengan benar seharusnya akan mudah menghindari fenomena musiman ini. Menjelaskan posisi pendidikan formal sebagai pendukung pendidikan di keluarga dengan penanaman syariat Allah seharusnya menjadi sebuah prioritas dan kerjasama yang apik dalam membentuk pola sikap pelajar. Pendidikan bukanlah pembentuk mindset kapitalis dan liberal pelajar, tapi seharusnya pendidikan menjadi penyelamat para pelajar dari serangan budaya kapitalis dan liberal.
Wallahu a’lam.