Minggu, 31 Januari 2016

Hati-Hati dengan Lisan

Berhati-hatilah wahai lisan, bisa jadi lisan akan menghantarkan pada kemurkaan Allah.
Apalagi lisan yang mengutuk orang-orang yang memperjuangkan tegaknya agama Allah di muka bumi.
Berhati-hatilah wahai lisan, Allah Ta’ala berfirman, ”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18).
Lisan penuh kebencian, fitnah, kedustaan dan propaganda untuk memusuhi islam semua dicatat sebagai amal kalian.
Berhati-hatilah wahai lisan, karena lisan bisa membawamu pada kesesatan atau kebaikan. Jadikan berpikir sebagai awal sebelum berucap.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Berhati-hatilah wahai lisan, apalagi lisan yang dipenuhi dengan tipu daya, makar dan propaganda untuk memusuhi islam dan perjuangan islam kafah.
“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran: 120)
"Sesungguhnya dari dulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya.” (Q.S. At-Taubah: 48)
Maka mudah bagi Allah mencerai beraikan persatuan orang-orang yang memusuhi islam, dakwah islam dan pengembannya.
"Mereka (orang-orang kafir itu) membuat makar, dan Allah membalas makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembuat makar." [Ali Imran : 54]

Rabu, 20 Januari 2016

Pencari Kebenaran

" Orang-orang yang mencari kebenaran itu, seperti air.. Jika dihadang, ia berbelok. Dibendung, ia akan merembes. Bahkan jika dibendung dengan menggunakan beton dalam bendungan raksasa, ia akan menguap.. Ia tidak akan pernah lelah mencari jalannya…”

AKU


Terkadang godaan untuk terus mengenang itu ada.
Kadang godaan untuk menjauh dari syukur hari ini itu menguat.
Tapi segera ku menepis, membantah bahkan berlari menjauh.
Tidak imbang segala pengorbanan untuk sesuatu yang ber'bau' duniawi.
Dunia itu sempit, singkat, sementara dan penuh tipuan.
Ketika kita jalani hari ini, sejatinya kita menjalaninya untuk hari kemudian.
Terlalu egois jika realita berhenti pada saat ini saja.
Tak adil bagi para pejuang kehidupan jika waktu tanpa penghisaban.
Sedang aku ada dalam barisan yang terkadang masih belum tegap berdiri, lelah kadang menepi dan menangis jika terluka.
Dan meski kadang waktu berganti, aku tidak sama dengan hari ini.
Tap asaku hari ini selalu ada, meski esok aku tak bisa memastikannya.
Karena aku labil, aku beruntung.
Lalaiku ku tinggalkan.
Menepiku tak butuh waktu lama.
Sempoyonganku tidak butuh jarak panjang.
Tangisku mudah terganti dengan semangat baru.
Karena aku....akan tetap berusaha meski kadang tertatih dan berlari.
#DUSheart.

Minggu, 10 Januari 2016

Dalil Masyiroh

Ini Landasan Dalil Hizbut Tahrir Melakukan Masyiroh (Unjuk Rasa)

Hadits Pertama:

“Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam kitabnya Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’ dari Ibn Abbas, ia berkata: aku bertanya kepada Umar ra.:

“Karena apa engkau disebut al-Faruq?” Umar berkata: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku, kemudian Allah melapangkan dadaku untuk Islam… Aku berkata: “dimana Rasulullah saw? Saudara perempuanku berkata: “beliau di rumah al-Arqam bin al-Arqam di bukit Shafa”, maka aku datang ke rumah itu… lalu aku berkata: “aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Umar berkata: “maka orang yang ada di rumah itu meneriakkan takbir sehingga terdengar oleh orang-orang di masjid.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “ya Rasulullah saw, bukankah kita di atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup? Beliau menjawab: “benar demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangannya, sungguh kalian berada di atas kebenaran jika kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “lalu kenapa sembunyi? Demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran sungguh kalian harus keluar. Maka kami keluar dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi, ia memiliki garam halus seperti tepung, sampai kami masuk ke masjid.” Umar berkata: “lalu aku memandang kepada Quraisy dan kepada Hamzah, maka mereka ditimpa bencana yang semisalnya belum pernah menimpa mereka, maka Rasulullah saw pada saat itu menamaiku al-Faruq, dan Allah memisahkan antara yang haq dan yang batil.”

Hadits Kedua :

Di dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:

Dari Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia Badriyan, dan Rasulullah saw berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai genap empat puluh orang muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah Umar bin al-Khaththab radhiyallâh ‘anhum. Ketika mereka empat puluh orang mereka keluar kepada orang-orang musyrik…
Al-Hakim berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan muslim tidak mentakhrijnya” dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

Hadits Ketiga :

Di Thabaqât al-Kubrâ karya Ibn Sa’ad: ia berkata …. dari Yahya bin Imran bin Utsman bin al-Arqam, ia berkata; “aku mendengar kakekku Utsman bin al-Arqam mengatakan:

“Aku anak orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang ketujuh, rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi saw ada di situ pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam dan di situ banyak orang telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin berdoa: “Ya Allah muliakan Islam dengan salah satu laki-laki yang lebih Engkau sukai: Umar bin al-Khathab atau Amru bin Hisyam”. Lalu Umar bin al-Khathab datang besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di rumah al-Arqam dan mereka keluar dari situ, mereka meneriakkan takbir dan berthawaf mengelilingi baitullah terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut Dar al-Islam…”

Hadits Keempat :

Ibn Ishaq berkata di as-Sîrah an-Nabawiyyah:

“Umar berkata pada saat demikian, “Demi Allah, sungguh kita dengan Islam lebih berhak untuk menyeru… dan sungguh agama Allah akan nampak di Mekah, jika kaum kita ingin zalim terhadap kita maka kita lawan mereka dan jika kaum kita berlaku fair kepada kita maka kita terima dari mereka”. Lalu Umar dan sahabat-sahabatnya keluar dan mereka duduk di Masjid. Ketika Quraisy melihat Islamnya Umar maka jatuhlah (apa yang ada) di tangan mereka.”

Juga dinyatakan topik dua shaf itu di karya Taqiyuddin al-Maqrizi dalam Imtâ’ al-Asmâ’; dan Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam Tarîkh al-Khamîs fî Ahwâl Anfusi an-Nafîs, dan Muhammad Abu Syuhbah dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah ‘alâ Dhaw’ al-Qur’ân wa as-sunnah, dan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahîq al-Makhtûm … dan selain mereka.

Sabtu, 09 Januari 2016

Imam Mahdi dan Khilafah

Imam Mahdi dan Khilafah

Soal:

Keyakinan kaum muslim akan kembalinyaKhilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah semakin meningkat. Namun, ada sebagian yang percaya, bahwa Khilafah akan berdiri sendiri, karena sudah merupakan janji Allah. Caranya, dengan menurunkan Imam Mahdi. Pertanyaannya, benarkan Imam Mahdi yang akan mendirikan Khilafah? Ataukah kaummuslim yang mendirikannya, kemudian lahirlah Imam Mahdi?

Jawab:

1- Kalaupun ada hadits yang menunjukkan Imam Mahdi akan mendirikan, maka hadits tersebut tetap tidak boleh dijadikan alasan untuk menunggu berdirinya Khilafah. Karena berjuang untuk menegakkanKhilafah hukumnya tetap wajib bagi kaum Muslimin, sebagaimana hadits Nabi:

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةِ اللهِ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَحُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan menjumpai Allah pada Hari kiamat dengan tanpa mempunyai hujah. Dan, siapa saja yang mati sedangkan di atas pundaknya tidak terdapat bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hr. muslim)[1]

Manthuq hadits di atas menyatakan, bahwa “Siapa saja yang mati, ketika Khilafahsudah ada, dan di atas pundaknya tidak ada bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” Atau “Siapa yang mati, ketikaKhilafah belum ada, dan dia tidak berjuang untuk mewujudkannya, sehingga di atas pundaknya ada bai’at, maka dia pun mati dalam keadaan mati jahiliyah.” Karenanya, kewajiban tersebut tidak akan gugur hanya dengan menunggu datangnya Imam Mahdi.

2- Memang banyak hadits yang menuturkan akan lahirnya Imam Mahdi, namun tidak satupun hadits-hadits tersebut menyatakan, bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah. Hadits-hadits tersebut hanya menyatakan, bahwa Imam Mahdi adalah seorang khalifah yang saleh, yang akan memerintah dengan adil, dan akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan penyimpangan. Dari Abi Sa’id al-Hudhri ra. berkata, dari Nabi saw. bersabda:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَمْتَلِيءَ الأَرْضُ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا، ثُمَّ يَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ أَوْ عِتْرَتِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا

Hari kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. Setelah itu, lahirlah seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlu al-Bait), atau keturunanku, sehingga dia memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. (Hr. Ibn Hibban)[2]

Dalam riwayat lain, dari Abdullah, dari Nabi Rasulullah saw. beliau bersabda:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمْلِكَ النَّاسَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمَهُ اسْمِي وَاسْمَ أَبِيْهِ اسْمُ أَبِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً

Hari kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah manusia ini diperintah oleh seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlu al-Bait), yang namanya sama dengan namaku, dan nama bapaknya juga sama dengan nama bapakku. Dia kemudian memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan. (Hr. Ibn Hibban)[3]

3- Hanya saja, terdapat riwayat yang menyatakan, bahwa Imam Mahdi tersebut lahir setelah berdirinya Khilafah, bukan sebelumnya. Diriwayatkan dari Ummu Salamah, berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ المَدِيْنَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيْهِ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيَخْرُجُوْنَهُ وَهُوَ كاَرِهٌ فَيُبَايِعُوْنَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ وَيُبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْثٌ مِنَ الشَّامِ فَيُخْسِفَ بِهِمْ بِالبَيْدَاءِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالمَدِيْنَةِ فَإِذَا رَأَى النَّاسُ ذَلِكَ أَتَاهُ أَبْدَالُ الشَّامِ وَعَصَائِبُ أهْلِ العِرَاقِ فَيُبَايِعُوْنَهُ، ثُمَّ يَنْشَأُ رَجُلٌ مِنْ الشَّامِ أَخْوَالُهُ كَلْبٌ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِمْ بَعْثًا فَيُظْهِرُوْنَ عَلَيْهِمْ وَذَلِكَ بَعْثُ كَلْبٍ وَالْخَيْبَةِ لِمَنْ لَمْ يَشْهَدْ غَنِيْمَةَ كَلْبٍ فَيُقَسِّمُ المَالَ وَيَعْمَلُ فِي النَّاسِ.. وَيُلْقِيَ الإِسْلاَمَ بِجِرَانِهِ فِي الأَرْضِ فَيَلْبَثُ سَبْعَ سِنِيْنَ ثُمَّ يَتَوَفَّى وَيُصَلِّى عَلَيْهِ الُمسْلِمُوْنَ وَفِي رِوَايَةٍ فَيَلْبَثُ تِسْعَ سِنِيْنَ

“Akan muncul pertikaian saat kematian seorang khalifah. Kemudian seorang lelaki penduduk Madinah melarikan diri ke kota Makkah. Penduduk Makkah pun mendatanginya, seraya memintanya dengan paksa untuk keluar dari rumahnya, sementara dia tidak mau. Lalu, mereka membai’atnya di antara Rukun (Hajar Aswad) dengan Maqam (Ibrahim). Disiapkanlah pasukan dari Syam untuknya, hingga pasukan tersebut meraih kemenangan di Baida’, tempat antara Makkah dan Madinah. Tatkala orang-orang melihatnya, dia pun didatangi oleh para tokoh Syam dan kepala suku dari Irak, dan mereka pun membai’atnya. Kemudian muncul seorang (musuh) dari Syam, yang paman-pamannya dari suku Kalb. Dia pun mengirimkan pasukan untuk menghadapi mereka, hingga Allah memenangkannya atas pasukan dari Syam tersebut, hingga al-Mahdi merebut kembali daerah Syam dari tangan mereka. Itulah suatu hari bagi suku Kalb yang mengalami kekalahan, yaitu bagi orang yang tidak mendapatkan ghanimah Kalb. Al-Mahdi lalu membagi-bagikan harta-harta tersebut dan bekerja di tengah-tengah masyarakat… menyampaikan Islam ke wilayah di sekitarnya. Tidak lama kemudian, selama tujuh atau, dia pun meninggal dunia, dan dishalatkan oleh kaum muslim. Dalam riwayat lain dinyatakan, tidak lama kemudian, selama sembilan tahun. ” (Hr. At-Thabrani)

Hadits di atas, dengan jelas menyatakan, bahwa akan lahir khalifahbaru setelah meninggalnya khalifahsebelumnya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam lafadz:

يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ

“Akan muncul pertikaian saat kematian seorang khalifah. Kemudian keluarlah seorang lelaki..” (Hr. At-Thabrani)

Dengan demikian, pandangan yang menyatakan, bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah Rasyidah Kedua jelas merupakan pandangan yang lemah. Demikian juga pandangan yang menyatakan, bahwa tidak perlu berjuang untuk menegakkan Khilafah, karena tugas itu sudah diemban oleh Imam Mahdi, sehingga kaum muslim sekarang tinggal menunggu kedatangannya, adalah juga pandangan yang tidak berdasar.

Jadi jelas sekali, bahwa Imam Mahdi bukanlah orang yang mendirikan Khilafah, dan dia bukanlah khalifah yang pertama dalam Khilafah Rasyidah Kedua yang insya Allah akan segera berdiri tidak lama lagi. Karena itulah, tidak ada pilihan lain bagi setiap muslim yang khawatir akan mati dalam keadaan jahiliyah, selain bangkit dan berjuang bersama-sama para pejuangsyariah dan Khilafah hingga syariah danKhilafah tersebut benar-benar tegak di muka bumi ini. Allah Akbar.

[1] Lihat, muslimSahih muslimjuz , hal.

[2] Lihat, Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban,Mu’assasah ar-Risalah, Beirut, cetakan II, 1993, juz XV, hal. 236.

[3] Lihat, Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban,Mu’assasah ar-Risalah, Beirut, cetakan II, 1993, juz XV, hal. 236.

Kamis, 07 Januari 2016

Konspirasi Arab

Bagaimana Inggris Memecah Belah Dunia Arab

Perkembangan negara bangsa (nations state) modern di seluruh dunia Arab adalah proses menarik dan memilukan. 100 tahun yang lalu, sebagian besar wilayah Arab adalah bagian dari KhilafahUtsmani, suatu negara multi – etnis yang besar yang berbasis di Istambul. Pada hari ini, peta politik dunia Arab tampak seperti suatu teka-teki silang yang sangat rumit. Suatu perjalanan yang kompleks dan rumit dari peristiwa-perristiwa yang terjadi di tahun 1910-an yang mengakhiri Dinasti Utsmani dan bangkitnya negeri-negeri baru dengan perbatasan di sepanjang Timur Tengah, yang memecah kaum muslim satu sama lain. Meskipun ada banyak faktor yang berbeda yang menyebabkan hal ini, peran yang dimainkan Inggris dalam hal ini adalah jauh lebih besar daripada para pemain lain di wilayah tersebut. Tiga perjanjian terpisah membuat janji-janji yang saling bertentangan yang menjadikan Inggris harus siap siaga. Hasilnya adalah kekacauan politik yang memecah sebagian besar dunia muslim.

Pecahnya Perang Dunia I

Pada musim panas tahun 1914, perang pecah di Eropa. Suatu sistem aliansi yang kompleks, perlombaan senjata militeristik, ambisi kolonial, dan kesalahan manajemen di tingkat pemerintahan tertinggi menyebabkan perang itu begitu dahsyat dan merenggut nyawa 12 juta orang selama tahun 1914-1918. Di sisi “Sekutu” berdiri Kerajaan Inggris, Perancis, dan Rusia. Di sisi “Tengah” terdiri dari Jerman dan Austria – Hongaria.

Pada awalnya, Imperium Utsmani memutuskan untuk tetap bersikap netral. Mereka hampir tidak sekuat negara-negara lain yang ikut dalam perang, dan didera oleh ancaman internal dan eksternal. Sultan/khalifah Utsmani adalah tidak lebih dari boneka pada saat ini, dengan sultan terakhir yang kuat, Abdulhamid II, digulingkan pada tahun 1908 dan diganti dengan pemerintahanmiliter yang dipimpin oleh “Tiga Pasha”. Mereka berasal dari kelompok sekuleryang beraliran Barat, yakni kelompok Turki Muda. Secara finansial, Utsmani dalam kondisi terikat, karena utang yang besar kepada kekuatan Eropa sehingga mereka tidak mampu membayarnya. Setelah mencoba bergabung dengan pihak Sekutu dan ditolak, Utsmani memihak Blok Sentral pada bulan Oktober 1914.

Inggris segera mulai memahami rencana untuk membubarkan Imperium Utsmani dan memperluas kerajaan mereka di Timur Tengah. Mereka sudah punya kendali di Mesir sejak tahun 1888 dan India sejak tahun 1857. Utsmani Timur Tengah tergeletak tepat di tengah-tengah dua koloni penting, dan Inggris bertekad untuk memusnahkannya sebagai bagian dari perang dunia.

Revolusi Arab

Salah satu strategi Inggris adalah untuk mengubah penduduk Arab di Imperium Utsmani untuk melawan pemerintah. Mereka menemukan pembantu yang siap dan bersedia melakukan hal itu di Hijaz, di wilayah barat Semenanjung Arab. Sharif Hussein bin Ali, yakni Amir (Gubernur) dari Makkah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris untuk memberontak melawan Imperium Utsmani. Alasannya untuk bersekutu dengan Inggris untuk melawan umat Islam lainnya masih belum jelas. Kemungkinan alasan pemberontakan itu adalah: ketidaksetujuannya dengan tujuan nasionalis “Tiga Pasha” Turki, perseteruan pribadi dengan pemerintah Utsmani, atau hanya keinginan bagi kerajaannya sendiri.

Apapun alasannya itu, Sharif Hussein memutuskan untuk memberontak melawan pemerintah Utsmani dan bersekutu dengan Inggris. Sebagai imbalannya, Inggris berjanji untuk memberikan uang dan senjata kepada para pemberontak untuk membantu mereka agar bisa melawan tentara Utsmani dengan jauh lebih terorganisir. Juga, Inggris berjanji kepadanya bahwa setelah perang, dia akan diberi kerajaan Arab tersendiri yang akan mencakup seluruh Semenanjung Arab, termasuk Suriah dan Irak. Surat-surat di mana kedua belah pihak menegosiasikan dan membahas pemberontakan ini dikenal sebagai Korespondensi McMahon – Hussein, saat Sharif Hussein berkomunikasi dengan Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon.

Pada bulan Juni tahun 1916, Sharif Hussein memimpin sekelompok prajurit Bedouin dari Hijaz dalam kampanye bersenjata melawan Utsmani. Dalam beberapa bulan, para pemberontak Arab berhasil menaklukan berbagai kota di Hijaz (termasuk Jeddah dan Makkah) dengan bantuan dari tentara dan angkatan laut Inggris. Inggris memberikan dukungan dalam bentuk tentara, senjata,uang, dan penasehat (termasuk penasehat “legendaris” Lawrence of Arabia), dan bendera. Di Mesir, Inggris membuat bendera untuk Arab untuk digunakan dalam pertempuran, yang dikenal sebagai “Bendera Revolusi Arab”. Bendera itu nantinya akan menjadi model bagi bendera Arab lainnya dari negara-negara seperti Yordania, Palestina, Sudan,Suriah, dan Kuwait.

Pada saat Perang Dunia I berkembang selama tahun 1917 dan 1918, para pemberontak Arab berhasil menaklukkan banyak kota-kota besar dari Utsmani. Saat Inggris memasuki Palestina dan Irak, mereka menaklukkan kota-kota seperti Yerusalem dan Baghdad, dan orang-orang Arab membantu mereka menaklukkan Amman dan Damaskus. Penting untuk dicatat bahwa Revolusi Arab tidak memiliki dukungan dari sebagian besar penduduk Arab. Revolusi itu adalah gerakan minoritas yang dipimpin oleh beberapa pemimpin yang berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka sendiri. Sebagian besar orang-orang Arab tinggal jauh dari wilayah konflik dan tidak mendukung pemberontak atau pemerintah Utsmani. Rencana Sharif Hussein untuk menciptakan kerajaan Arab sendiri sejauh itu telah berhasil, jika bukan karena janji-janji yang dibuat Inggris.
Perjanjian Sykes Picot

Sebelum Revolusi Arab dimulai dan bahkan sebelum Sharif Hussein bisa menciptakan kerajaan Arabnya, Inggris dan Perancis sudah punya rencana lain. Pada musim dingin tahun 1915-1916, dua orang diplomat, Sir Mark Sykes dari Inggris dan François Georges – Picot dari Perancis diam-diam bertemu untuk memutuskan nasib dunia pasca  Utsmani-Arab.

Menurut Perjanjian Sykes – Picot, Inggris dan Perancis sepakat untuk membagi dunia Arab diantara mereka berdua. Inggris mengambil kendali dari apa yang sekarang menjadi Irak, Kuwait, dan Yordania. Perancis diberi Suriah modern, Lebanon, dan Turki selatan. Status Palestina akan ditentukan kemudian, dengan memperhitungkan ambisi Zionis. Zona kontrol yang diberikan kepada Inggris dan Perancis memperbolehkan beberapa jumlah pemerintahan Arab sendiri di beberapa wilayah, meskipun dengan kontrol Eropa atas kerajaan-kerajaan Arab tersebut. Di wilayah lain, Inggris dan Perancis dijanjikan kontrol total.

Meskipun hal ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah perjanjian rahasia pasca- Perang Dunia I di Timur Tengah, perjanjian ini mulai dikenal publik pada tahun 1917 ketika pemerintah BolshevikRusia mengungkapnya. Perjanjian Sykes Picot – secara langsung bertentangan dengan janji Inggris yang dibuat bagi Sherif Hussein dan menyebabkan ketegangan besar antara Inggris dan Arab. Namun, hal ini tidak menjadi perjanjian yang bertentangan yang terakhir yang dibuat Inggris.

Deklarasi Balfour

Kelompok lain yang menginginkan suara dalam lanskap politik di Timur Tengah adalah Zionis. Zionisme adalah gerakan politik yang menyerukan pembentukan sebuah negara Yahudi di Tanah Suci Palestina. Hal ini dimulai pada tahun 1800 sebagai sebuah gerakan yang berusaha untuk menemukan tanah air yang jauh dari Eropa bagi orang-orang Yahudi (yang sebagian besar tinggal di Jerman, Polandia, dan Rusia).

Akhirnya Zionis memutuskan untuk menekan pemerintah Inggris selama Perang Dunia I untuk memungkinkan mereka agar bisa menetap di Palestina setelah perang usai. Di dalam pemerintahInggris, ada banyak orang yang bersimpati kepada gerakan politik ini. Salah satunya adalah Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris. Pada tanggal 2 November 1917, dia mengirim surat kepada Baron Rothschild, pemimpin komunitas Zionis. Surat itu menyatakan dukungan resmi pemerintah Inggris untuk tujuan gerakan Zionis untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina:

“Pandangan pemerintahYang Mulia dengan mendukung pendirian di Palestina sebagai suatu tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi, dan menggunakan upaya terbaik untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, jelas dipahami bahwa tidak akan dilakukan hal-hal yang mungkin merugikan sipil dan keagamaan hak-hak masyarakat non – Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dimiliki orang-orang Yahudi di negara lain.”


Tiga Perjanjian Yang Bertentangan 

Tahun 1917, Inggris membuat tiga perjanjian yang berbeda dengan tiga kelompok yang berbeda dan menjanjikan tiga masa depan politik yang berbeda bagi dunia Arab. Orang-orang Arab bersikeras mereka masih mendapatkan kerajaan Arab yang dijanjikan kepada mereka melalui Sharif Hussein. Perancis (dan Inggris sendiri) diharapkan membagi tanah yang sama di antara mereka sendiri. Dan Zionis diharapkan akan diberikan Palestina seperti yang dijanjikan oleh Balfour.

Pada tahun 1918 perang berakhir dengan kemenangan Sekutu dan kehancuran total Imperium Utsmani. Meskipun Utsmani hanya sebagai nama hingga tahun 1922 (dan kekhalifahan sebagai nama sampai tahun 1924), semua tanah bekas Utsmani kini di bawah pendudukan Eropa. Perang usai, tapi masa depan Timur Tengah masih dalam sengketa antara tiga sisi yang berbeda.

Sisi mana yang menang? Tidak satupun yang sepenuhnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagai buntut dari Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa (yang merupakan cikal bakal PBB) didirikan. Salah satu pekerjaannya adalah untuk memecah negeri-negeri Utsmani yang ditaklukan. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menyusun “mandat” bagi dunia Arab. Setiap mandat dikuasai oleh Inggris atau Perancis “sampai saat mereka mampu berdiri sendiri.” LBB adalah lembaga yang menyusun perbatasan seperti yang kita lihat pada peta politik modern di Timur Tengah. Perbatasan itu tibuat tanpa memperhatikan keinginan masyarakat yang tinggal di sana, atau di sepanjang batas-batas etnis, geografis, atau agama – mereka benar-benar berbuat sewenang-wenang. Penting untuk dicatat bahwa bahkan sampai hari ini, batas-batas politik di Timur Tengah tidak menunjukkan kelompok orang-orang yang berbeda . Perbedaan antara Irak,Suriah, Yordania, dll seluruhnya diciptakan oleh penjajah Eropa sebagai metode untuk memecah Arab satu sama lain.
Melalui sistem mandat, Inggris dan Prancis mampu mendapatkan kontrol yang mereka inginkan di Timur Tengah. Bagi Sharif Hussein, anak-anaknya diizinkan untuk memerintah dengan mandat di bawah “perlindungan” Inggris. Pangeran Faisal menjadi Raja Irak danSuriah dan Pangeran Abdullah diangkat menjadi Raja Yordania. Namun, dalam prakteknya, Inggris dan Perancis memiliki kewenangan yang nyata atas wilayah-wilayah tersebut.

Bagi Zionis, mereka diizinkan olehpemerintah Inggris untuk menetap di Palestina, meskipun dengan keterbatasan. Inggris tidak ingin kemarahan orang-orang Arab yang sudah tinggal di Palestina, sehingga mereka mencoba membatasi jumlah orang-orang Yahudi yang diizinkan untuk bermigrasi ke Palestina. Hal ini membuat marah kaum Zionis, yang kemudian mencari cara-cara ilegal untuk berimigrasi sepanjang tahun 1920 hingga 1940-an, serta orang-orang Arab, yang melihat imigrasi sebagai perambahan ke tanah dimana mereka telah menetap sejak Salahudin membebaskan wilayah itu pada tahun 1187.

Kekacauan politik yang diciptakan Inggris pada masa setelah Perang Dunia I masih terasa sampai sekarang. Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dan negara-negara yang kemudian diciptakan untuk memecah belah umat Islam satu sama lain telah menyebabkan ketidakstabilan politik di seluruh Timur Tengah. Munculnya Zionisme ditambah dengan perpecahan umat Islam di wilayah itu telah menyebabkanpemerintahan yang korup dan kemerosotan ekonomi bagi Timur Tengah secara keseluruhan. Perpecahan yang dilembagakan oleh Inggris di duniamuslim tetap kuat hingga hari ini, meskipun dibuat dalam 100 tahun terakhir. (riza/ http://lostislamichistory.com/how-the-british-divided-up-the-arab-world/)

 

Daftar Pustaka :

Hourani, Albert Habib. A History Of The Arab Peoples. New York: Mjf Books, 1997. Print.Ochsenwald, William, and Sydney Fisher. The Middle East: A History. 6th. New York: McGraw-Hill, 2003. Print.