Selasa, 07 Januari 2025

Swasembada Pangan Dengan Perikanan, Tak Sekedar Impian


Penulis: Dewi Ummu Syahidah


 Pj Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Nana Sudjana A.S.. M.M., mengatakan, swasembada pangan tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian. Namun, sektor perikanan juga dibutuhkan dalam penyediaan makanan bergizi bagi masyarakat.

Selain wilayah Jawa Tengah sebagai lumbung pangan nasional, ternyata wilayah Jateng juga sebagai menyumbang hasil ikan tangkap yang cukup besar. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mencatat hasil tangkapan ikan nelayan mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2023 lalu, produksi ikan tangkap mencapai 396.084 ton dengan nilai tukar berkisar Rp7,6 triliun. Nana Sudjana pernah menjelaskan, luas budidaya ikan di Jateng mencapai 40.871 hektar, dengan jumlah pembudidaya ikan sebanyak 204.516 orang. Produksi utama adalah lele, nila dan bandeng. Dengan potensi ini, maka akan menjadi salah satu sumber kebutuhan protein, yang kebutuhan ini diprediksi akan meningkat hingga 70 persen pada tahun 2050. Oleh karena itu, beragam upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi agar Jateng menjadi sektor perikanan yang kuat.(jateng.tribunnews.com, 2/1/2025)

Atas dasar inilah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen memperkuat sektor perikanan untuk mendukung percepatan swasembada pangan. Sektor perikanan juga menjadi perhatian untuk menyediakan pangan bergizi bagi masyarakat. 

Seperti yang kita tau, swasembada pangan menjadi salah satu misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang kini memimpin Kabinet Merah Putih. Hal inilah yang makin mendorong pemerintah Jawa Tengah untuk mengupayakan penambahan area tambak di sejumlah lokasi dengan penggunaan teknologi budidaya hemat air, seperti bioflog dan close recirculation system, serta pemilihan benih ikan yang tahan penyakit. 
Nana Sudjana bahkan mengusulkan rehabilitasi saluran pasok air untuk tambak ikan maupun udang, dan fasilitasi Industri garam rakyat melalui program Pengelolaan Irigasi Tambak Partisipatif (PITAP). Selain itu juga pengembangan keramba jaring apung untuk budidaya laut di wilayah 0-12 mil. (rri.co.id, 1/1/2025) 

Menjadi sebuah kebanggaan dimana total produksi perikanan budidaya di Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga se-Indonesia berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. (jateng.antaranews.com,11/12/2023). 

Hal inilah yang memotivasi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, mendorong hilirisasi di sektor perikanan. Musababnya, dari tahun ke tahun ekspor produk olahan ikan Jateng terus meningkat. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoro, membeberkan ekspor produk olahan ikan Jateng terus naik. Pada tahun 2022 ekspor produk perikanan Jateng mencapai 63.445 ton senilai Rp 4,1 triliun. Pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 78.399 ton dengan nilai transaksi Rp4,3 triliun. Adapun saat ini terdapat 77 Unit Pengolahan Ikan (UPI) di Jawa Tengah yang berorientasi ekspor. Sementara 8.521 UPI berorientasi pada pasar lokal. (mediaindonesia.com, 23/10/2024) 

Sebagai salah satu negara dengan tingkat produksi perikanan yang tinggi di dunia, Indonesia memiliki total produksi perikanan tahunan yang menjangkau 22,2 juta ton. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengoptimalkan potensi pangan biru (pangan akuatik) untuk mendukung pencapaian target swasembada pangan tahun 2028, serta mendukung pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG).



Jauh Panggang Dari Api Perikanan Jawa Tengah

Besarnya cita-cita untuk merealisasikan swasembada pangan melalui perikanan, ternyata tak sejalan dengan realita yang dihadapi nelayan lokal. Kenyataannya, ruang tangkap nelayan Jawa Tengah menyempit setelah pemerintah menetapkan pesisir dan laut sebagai kawasan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Fahmi Bastian, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Tengah (Walhi Jateng) dalam keterangan resminya mengatakan, nelayan Semarang kehilangan wilayah tangkapnya karena wilayah pesisir Semarang kini menjadi kawasan industri. Nelayan di Batang juga mengalamai hal sama, karena di sana akan dibangun kawasan industri terpadu beserta pelabuhan.


Sisi lain, Pada 2025, Indonesia menargetkan kenaikan ekspor udang hingga 250%. Jika kita tengok lagi, ternyata data ikan dan udang berfokus pada nilai ekspor. Komoditas bernilai protein tinggi ini ditujukan untuk dikirim keluar negeri, bahkan utamanya negara maju. Artinya, ekspor berkorelasi erat dengan nilai standar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDB. Hal ini cukup kontradiktif dengan tujuan Asta Cita dan Swasembada pangan yang dicanangkan. 

Lalu bagaimana dengan kondisi anak negeri? Apakah anak negeri tidak membutuhkan gizi terbaik dan tidak berhak mendapatkan gizi terbaik? Apakah cukup hanya mendapatkan udang sisa ekspor yang ditolak atau udang reject dengan kualitas nutrisi yang sudah jauh menurun?

Dengan kekayaan laut yang sedemikian rupa, semestinya kebutuhan protein balita, bahkan seluruh penduduk Indonesia, bisa didapatkan dengan mudah dan murah. Terlebih, jaminan tersedianya pangan yang halal dan thayib erat kaitannya dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia. 

Apa yang dicita-citakan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk segera menuntaskan masalah kemiskinan dan kelaparan di Indonesia di periode kepemimpinannya dengan swasembada pangan dianggap bisa menjadi salah satu jalan keluar membawa Indonesia terbebas dari kelaparan sekaligus mencapai kemandirian pangan. Tapi kenyataannya negeri ini berjalan dengan skenario yang telah ditetapkan oleh SDGs. 

Pada kenyataannya komitmen pemerintah untuk berani mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi pada tahun 2030 merupakan bentuk realisasi dari SDGs. Target nomor dua Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs ”tanpa kelaparan” pada 2030 tampaknya sulit tercapai, baik di tingkat global maupun nasional.


Karena kenyataannya yang mendasari swasembada pangan adalah prinsip politik ekonomi kapitalistik liberal, maka akan mengalami kegagalan dalam merealisasikannya. Beragam program dibuat, cita-cita dirancang, dan strategi inovasi dilakukan bahkan anggaran juga terus bertambah, Swasembada pangan kenyataannya akan berujung pada titik yang sama, gagal dan rakyat tetap tak sejahtera. 

Hal ini dikarenakan sistem aturan yang digunakan dalam menegakkan swasembada pangan adalah kapitalisme liberal. Akan berujung pada penguasaan aset, yang kuat mendominasi bahkan akan selalu menguasai demi menguatkan oligarki di negeri ini. Hal ini terbukti dengan makin menguatnya orang kaya dan makin banyaknya orang miskin yang lemah akan pangan. 

Meski sudah dilakukan kampanye merdeka protein 100 gram dalam Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) bersama mitra di 77 kabupaten/kota, serta kampanye protein ikan guna mendukung program makan bergizi dan total, kegiatan tersebut melibatkan lebih dari 300 ribu peserta, khususnya anak-anak atau para siswa dan santri. Tapi hal ini jelas tak sebanding dengan nilai ekspor hasil perikanan sebanyak 1,15 juta ton dengan nilai USD 4,81 Miliar pada periode Januari - Oktober 2024. Akhirnya berbagai strategi pemasaran dilakukan untuk meningkatkan serapan ekspor hasil perikanan di pasar global dan domestik. 


Bahkan kita tidak lupa bahwa proyek Shrimp Estate pernah dicanangkan pemerintah sebagai proyek hulu perikanan. Shrimp estate sudah dibangun oleh pemerintah dan berfokus pada komoditas udang vaname. Komoditas udang vaname dipilih karena mempunyai pasar yang tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu proyek shrimp estate ini berlokasi di Kebumen, Jawa Tengah yang bernilai Rp175 miliar di atas lahan seluas 100 hektare. Pembangunan shrimp estate merupakan upaya pemerintah untuk meraih target produksi dan peningkatan nilai ekspor udang nasional. 

Pembangunan shrimp estate berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan catatan Walhi, lahan pesisir yang dibuka di sana sangat luas, yaitu mencapai 1.800 hektare sehingga berdampak pada makin menyusutnya ekosistem mangrove. Jika seperti ini, proyek swasembada hanya akan menjadi pemanis bibir atas program-program kepentingan kapitalisme di negeri ini. Ini hanya satu dari sekian proyek perikanan yang pernah dijalankan. Berujung pada kepentingan kapitalistik. 


Islam Solusi Kesejahteraan

Dalam Islam, penguasa adalah penanggung jawab rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda,

 أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya. Seorang pembantu rumah tangga bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya. Kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya.” (HR Muslim).

Berdasarkan hadits ini, tujuan adanya kekuasaan adalah adalah untuk teraturnya urusan rakyat dan mewujudkan kesejahteraannya. Oleh karenanya, Islam akan memberikan hak kepada penguasa untuk menerapkan aturan sesuai syariat, baik itu untuk merealisasikan pembangunan, mewujudkan program swasembada pangan dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Kebijakan pemerintah tidak akan didikte atau disetir oleh para pemilik modal (kapitalis), bahkan tidak akan mengikuti rancangan dari negara Barat demi mewujudkan tujuan pembangunan. 

Dengan demikian, sistem pemerintahan khilafah tidak akan mengadakan proyek yang merugikan masyarakat dan merusak alam. Dan terkait dengan pencapaian target produksi pangan, negara akan memfasilitasi rakyat dengan teknologi dan metode perikanan yang modern sehingga hasil perikanan lebih banyak dan membangkitkan ekonomi masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Akan sangat mudah bagi negara yang menerapkan Islam mewujudkan swasembada pangan dan mensejahterakan warganya, karena hukum yang diterapkan datang dari Sang Maha Pencipta.