Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kembali berbangga dengan menerima Anugerah Parahita Ekapraya (APE), dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Penghargaan yang diberikan lima kali berturut-turut ini, atas keberhasilan dan prakarsa Pemprov Jateng dalam membangun pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Jateng medapat APE kategori mentor. Hanya dua daerah tingkat provinsi yang memperoleh kategori ini, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas Perempuan dan Anak) Provinsi Jawa Tengah Retno Sudewi, bahwa pengarusutamaan gender di Jawa Tengah dilakukan dengan melibatkan perempuan dalam pembangunan. Satu di antaranya adalah keikutsertaan kelompok perempuan dalam setiap musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Di samping itu, Pemprov Jateng selalu memberdayakan perempuan dalam bidang ekonomi.
Anugerah Parahita Ekapraya (APE) merupakan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada Kementrian/Lembaga dan Pemda atas keberhasilan dan prakarsa dalam pencapaian Pembangunan Pengarusutamaan Gender, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Pusat dan Daerah. Yang menjadi indikator pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dilihat dari aspek kelembagaan dan implementasi dari 7 (tujuh) prasyarat yaitu komitmen, kebijakan, kelembagaan, sumberdaya, sistem informasi dan data terpilah, alat analisis gender dan partisipasi masyarakat.
Pemberian APE yang dilaksanakan sekali dalam 2 tahun, terbagi atas 4 (empat ) kategori yaitu, Pratama, Madya, Utama, dan Mentor. Berbagai langkah dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, sejatinya dilakukan aebagai bagian integral dari SDGs(Sustainable Development Goals). Paket tujuan pembangunan yang diagendakan untuk mewujudkan janji menjadi tindakan: Kesetaraan gender dalam Agenda 2030. Kesetaraan gender terus akan menjadi isu utama dunia yang ingin diwujudkan pada 2030 melalui Planet 50×50 dan SDGs.
Kesetaraan gender dikampanyekan ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, sebagai solusi persoalan perempuan,bahkan solusi masalah dunia. Hal ini tentu saja melahirkan cara pandang yang khas dalam melihat perempuan dari sisi peran ekonominya untuk membangkitkan pembangunan di tiap negara. Semakin besar diskriminasi terhadap kaum perempuan, hal ini dianggap menjadi penghalang kemajuan pembangunan. Tidak hanya itu, partisipasi perempuan dalam dunia kerja bahkan dianggap dapat meningkatkan PDB dunia.
Seperti yang dikatakan
Penelitian Prof. Claudia Goldin, ekonom dari Universitas Harvard peraih Nobel Ekonomi 2023, bahwa ada hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan partisipasi perempuan di dunia kerja. Hal ini didukung dengan data ILO bahwa pengurangan gender participation gap akan meningkatkan pendapatan GDP suatu negara.
Hal senada juga disampaikan "Peran perempuan dalam pemulihan ekonomi saat pandemi COVID-19 yang sudah mulai menurun dinilai sangat penting sehingga sudah saat posisinya disejajarkan dengan pria," kata Chairwoman G20 Empower Yessie D. Yosetya.
Berbagai narasi sejatinya menunjukkan dunia telah menjadikan perempuan sebagai tumbal pertumbuhan ekonomi dunia. Perempuan sengaja diposisikan sebagai pendongkrak ekonomi, bahkan hanya dihargai ketika berperan serta dalam proses produksi.
Perempuan akhirnya berbondong-bondong terjun ke dunia usaha, bekerja demi meningkatkannya perekonomian mereka yang senyatanya mereka pun tak cukup jika hanya mengandalkan penanggung jawab nafkah, suami mereka saja.
Sistem politik dan ekonomi kita telah mencetak beban berat justru kepada kaum perempuan, beban fisik dalam rumah, mendidik anak, dan beragam tugas lainnya harus ditambahkan dengan beban mencari cuan demi sebuah harapan, hidup mapan. Miris.
Padahal sejatinya kesetaraan gender inilah yang telah mendorong perempuan ke ranah publik untuk berpartisipasi ekonomi dan politik, hal ini hanya akan mengukuhkan kapitalisme neoliberal dengan menyediakan limpahan tenaga kerja, terwujudnya pasar yang murah, serta menguatkan nilai-nilai kebebasan yang diinginkan oleh demokrasi liberal.
Menguatnya demokrasi liberal inilah yang akan melapangkan jalan lahirnya kebijakan yang pro kapitalis atau pemilik modal, melanggengkan bisnis besar mereka dan peluang asing membuka berbagai kesempatan atas nama investasi demi kemajuan bangsa. Kapitalis makin tidak humanis, memperbudak para pekerja anak negeri dengan makin sadis, kita menjadi kuli di negeri sendiri.
*Kembali Kepada Islam*
Kita harus menyadari bahwa ada bahaya jika pemikiran ini diadopsi umat Islam. Pemikiran gender yang lahir justru bukan dari Islam, hanya melihat dari fakta liberal sekuler yang justru banyak mendiskreditkan kaum hawa. Perempuan dibebaskan justru banyak melahirkan masalah untuk kaum perempuan sendiri. Karena begitulah tabiat manusia, ketika manusia dibebaskan bukan menciptakan kedamaian justru akan menyebabkan kerusakan. Karena sejatinya manusia adalah seorang hamba yang harus tunduk terhadap aturan pencipta sehingga tidak menimbulkan banyak permasalahan.
Ide dasar kesetaraan gender adalah seruan pada perempuan untuk melepaskan diri dari ikatan berbagai aturan, termasuk agama. Perempuan didorong untuk bebas menentukan hidup sesuai dengan kemauannya, bahkan dalam aktivitas seksual dan reproduksi.
Ironisnya, dengan berbagai aturannya yang terperinci dan tegas, Islam justru dituduh tidak setara gender. Berbagai aturan Allah yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, semisal larangan perempuan menjadi penguasa, posisi kepala keluarga ada pada suami, kebolehan suami menikahi empat perempuan, bagian waris laki-laki dua kali lipat bagian perempuan, aurat perempuan seluruh tubuh, kecuali muka dan tangan, perintah agar istri taat pada suami, semua ini difitnah sebagai aturan yang mendiskriminasi perempuan.
Padahal sejatinya, Pengaturan terbaik untuk umat manusia tidak mungkin terwujud ketika hawa nafsu menguasai akalnya dan mengabaikan agama. Apalagi Allah sudah menetapkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS Al-Hujurat: 13).
Tak ada diskriminasi dalam Islam, tak ada pula budaya penguasaan satu gender atas lainnya.
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an Nisa 32)
Ketika pun Allah lebihkan satu dengan yang lainnya bukan berarti ada diskriminasi, Akan tetapi karena ada tanggung jawab dan kelanggengan hidup dengan adanya perbedaan tersebut.
Allah lebihkan laki-laki dengan bekerja di luar rumah, batasan aurat yang berbeda dengan perempuan, tidak akan sepadan dengan peran perempuan ketika dia sedang hamil, melahirkan, menyusui. Inilah bentuk keadilan Allah.
Kita harus menyadari ada upaya untuk menjauhkan umat Islam dari syariat . Dampak penerapan sekuler liberal sulit membentengi umat Islam dari berkembangnya pemikiran gender yang bertentangan dengan Islam sehingga hari ini banyak para pegiat pemberdayaan perempuan sendiri adalah kalangan kaum muslimin.
Solusi masalah umat adalah Islam
Islam memiliki solusi atas semua masalah. Termasuk dalam masalah menciptakan kesejahteraan. Strategi utama dari sistem Islam dalam membangun kesejahteraan rakyat, tentu termasuk para perempuan di dalamnya, adalah menjalankan roda pembangunan ekonomi yang tidak pernah berujung krisis. Berbeda dengan kapitalisme dalam membangunnya dengan dasar akal pikiran manusia semata, Islam dituntun atas wahyu atas penerapan solusinya.
Sistem Islam memiliki kesempurnaan regulasi ekonomi dalam menggerakkan semua sektor produktif tanpa berbasis riba. Negaralah yang akan menerapkan berbagai regulasi ekonomi Islam kafah juga memiliki keunggulan mekanisme politik yang tidak dimiliki sistem politik demokrasi sekuler. IsIam akan membangun pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menghilangkan pengangguran massal, juga menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan gratis. Sistem ekonomi Islam yang berbasis industri dan kemajuan teknologi benar-benar akan memberdayakan rakyatnya.
Dalam pandangan Islam, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul hanya sekadar pilihan, bukan tuntutan ekonomi ataupun sosial. Jika ia menghendaki, ia boleh melakukannya. Jika ia tidak menghendaki, ia boleh untuk tidak melakukannya. Bandingkan dengan kondisi sekarang, perempuan banyak dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah dan tidak layak karena tidak punya alternatif. Bekerjanya perempuan hari sebagai solusi ekonomi mereka bahkan oleh negara dijadikan pendongkrak perekonomiannya. Hal inilah yang justru menjauhkan perempuan dari fitrohnya.
Wallahu a'lam.