Senin, 26 Oktober 2020

Dampak Industri Kapitalis Menyasar Winong

Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat membutuhkan banyak dana. Dan kekuatan kapital akhirnya mendorong pihak yang menginginkan berkuasa untuk terjun dalam kompetisi.

Tak sedikit yang merasa rugi, karena kekalahan tapi akhirnya maju kembali di periode berikutnya dengan modal yang jauh lebih besar. Tak sedikit peran sponsor dari kalangan pengusaha, bahkan ada yang didukung swasta asing ikut ambil bagian dalam kompetisi.

Semua berujung pada, konsekuensi pasca terpilihnya pihak berkuasa. Amandemen perundangan, penyiapan peraturan baru dan beragam perubahan dalam regulasi pun dibuat. Seakan dilakukan demi rakyat, tapi sejatinya semua merupakan kompensasi dari sebuah kemenangan. 

Tak ayal, maka industrialisasi yang ada di negeri ini pun didalamnya selalu ada pengusaha yang mempengaruhi kekuasaan. Rakyat dikhianati dengan perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Melakukan manipulasi hukum untuk melegalkan beragam eksploitasi atas nama investasi.

Dampak Industri menjadi perkara kesekian yang menuntut diselesaikan. Rakyat menuntut, berdemo berkali-kali akhirnya terjadi akibat ketidakpekaan penguasa akan dampak yang diakibatkan. Sebutlah salah satunya warga Winong desa Karangkandri Kecamatan Kesugihan Cilacap. Sedah bertahun-tahun mereka menghirup polusi pembakaran asap PLTU, kini beberapa tahun terakhir mulai nerasakan dampak abrasi. Jarak bibir pantai yang sebelumnya ada sekitar 200 meter bahkna ada yang menyebut 500 meter kini tersisa 5 hingga 7 meter. Dampak yang dirasakan tidak ada 10 tahun ini bisa dikatakan cukup besar sekali. Padahal dalam perundangan peraturan mentri disebutkan laju perubahan garis pantai dalam 5 tahun terakhir dikatakan tinggi jika  lebihndari 2 meter per tahun. Lalu abrasi yang dihadapi warga Winong jelas sudah melewati batas ini.

Jelas peraturan ini dilanggar karena selain abrasi yang ditimbulkan cukup besar, pembangunan di kawasan pemukiman warga pun layak mendapatkan tanda tanya besar. Jarak PLTU dengan perumahan warga kurang dari 500 meter Sehingga warga mudah sekali terdampak limbah B3 berupa abu. Padahal hal ini jelas membahayakan kesehatan wargajarak ideal terhadap pemukiman minimal 2km. Hal ini tertuang dalam penjelasan atas Peraturan Menteri Perinduatrian Nomor 40/M-IND/PER/7/2016 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri. Dampak kesehatan, lingkungan hingga ancaman pekerjaan dan perumahan terancam abrasi kini terus menghantui warga. 

Dimana Penguasa? 

Saling melemparkan tanggung jawab. Itu kenyataan yang terjadi. Adanya pemetaan wilayah dengan aset nasional dianggap menjadi alasan kenapa oemerintah daerah terkesan diam pada dampak yang dihadapi warga. PLTU dianggap merupakan investasi berskala nasional sehingga oenanganannya pun bukan wewenang oemerintah daerah. Inilah kenyataan yang dirasakan warga Winong. Kepada siapa lagi mereka harus menuntut keselamatan diri mereka atas dampak industrialisasi di wilayah mereka? Apakah kompensasi pekerjaan, materi saja cukup membayar derita mereka selama belasan tahun ini? 

Ini merupakan gambaran industrialisasi dalam kapitalisme tidak menomorsatukan warga dan lingkungan. Semata-mata keuntungan materi mereka seakan melegalkan banyak cara dengan tidak memperhatikan ekosistem dimana industri berdiri. Miris. 

Kapitalisme memang hanya berorientasi pada kapital semata. Selama menguntungkan maka faktor kerugian dianggap kecil dibanding berapa keuntungan yang akan mereka dapatkan. Telah banyak kasus yang menggambarkan bahwa industri kapitalis berujung nasub rakyat tragis. 

Islam Solusi Industri Manusiawi

Dalam Islam, basis industri adalah untuk pertahanan. Bukan semata komiditas. Jika negara membangun industri orientasi penjagaan negara dari perang menjadi dasar industrialisasi. Karena orientasinya untuk perang yang maka perusahaan yang akan berdiri adalah industri alat berat industri persenjataan dan beragam macam kebutuhan untuk pertahanan negara. Dan hal ini akan menutup akses peluang investasi dari luar negeri yang sekiranya akan melemahkan eksistensi negara. 

Atas dasar ini maka sangat kecil peluang negara barat menanamkan investasinya apalagi mendominasi industri yang ada di dalam negeri.  Negara tidak akan dilemahkan dengan jumlah saham yang dominan dari negara barat juga peraturan tidak akan didominasi oleh kepentingan para pengusaha di negeri ini. 

 Ketika pun negara perlu mempekerjakan tenaga asing yang ahli di dalam Islam, maka akan diperlakukan secara profesional bukan sekedar tenaga yang tidak profesional. Dan mereka pun akan dibayar dengan ujrah atau upah yang sesuai dengan kemampuan mereka, tapi mereka tidak akan diberikan posisi penting dalam kebijakan industri. 

 Industri yang dibangun pun tidak boleh merusak lingkungan bahkan menimbulkan mudharat bagi manusia dan lainnya. Karena hal tersebut merupakan suatu keharusan dan negara akan aturan yang tegas sesuai dengan hukum Islam. 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Mâjah, dan lainnya: 
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ 

"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain."(HR. Imam Ahmad 1/313. Ibnu Mâjah dalam Kitab Al-Ahkâm, Bab Man banâ bihaqqihi mâ yadhurru jârahu, No. 2341. At-Thabrâni dalam Al-Kabir, No. 11806 dari Jâbir al-Jâ’fi dari Ikrîmah dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu)

Rabu, 21 Oktober 2020

Abrasi dan Matinya Kemanusiaan


Deu Ghoida
 
Bencana seringkali terjadi tidak semata faktor alam, qodho Allah. Tapi didalamnya ada peran manusia yang cuek pada kerusakan, memanipulasi dengan kekuasaan untuk melanggengkan kepentingannya. Rusaknya ekosistem dan semrawutnya tata pengelolaan wilayah sudah menjadi problem kompleks industri kapitalisme.

Demi mengeruk kekayaan, mereka idak akan tanggung-tanggung dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi wilayah. Seringkali tak mempertimbangkan nasib makhluk hidup yang ada disekitar kawasan industri. Beragam dampak lahir dari kebijakan industrialisasi tak manusiawi.

Karena industri dalam kapitalisme tidak berbasis pada pertahanan negara, tapi hanya mengandalkan kepentingan ekonomi semata, maka tata kelola dan kebijakan yang memuluskan penjajahan ekonomi inipun mampu melegalkan perkara yang sebenarnya melanggar syariat, norma bahkan kemanusiaan pun kerap dilanggar. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam industri kapitalis sering muncul problem kemiskinan di sekitar Kawasan Industri. Seperti yang terjadi di Papua, warga asli di sekitar tambang Freeport justru merasakan ketimpangan yang luar biasa. Juga kondisi lain, industri kapitalis akan melahirkan dampak buruk di sekitar kawasan pemukiman industri. Baik itu pencemaran air, polusi udara polusi tanah, kurangnya penghijauan maraknya penderita ISPA dan berbagai dampak buruk lainnya. Hingga kepada hewan dan tumbuhan sekalipun.

Apa yang terjadi di Winong Cilacap menunjukkan hal tersebut. Proyek PLTU beberapa tahun ini melahirkan problem kompleks bagi warga sekitar Karang Kandri, Winong dan daerah sekitaran proyek tersebut. PLTU yang diprediksi akan menjadi pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara ini melahirkan banyak masalah. Mulai dari penyempitan ruang milik warga, program pembebasan tanah yang tidak sepadan, dampak polusi akibat debu pembakaran di PLTU dan kini warga di sekitar Winong dihadapkan dengan abrasi yang terus mengancam. Sudah dua rumah menjadi korban ganasnya air laut karena semakin dekatnya bibir pantai dengan perumahan warga akibat sedimentasi. terjadi abrasi disebabkan adanya pembangunan kanal intake dan maintenance dredging. Akhirnya hal ini mempengaruhi makin cepatnya abrasi dalam waktu satu tahun terakhir. 

Warga sudah melakukan banyak aksi dan sikap untuk membuat perhatian pemerintah agar menyelesaikan masalah tersebut. Akan tetapi seruan demi seruan seakan tidak berakhir baik. Warga seakan harus bersabar akan keganasan industri kapitalis, meski korban polusi udara tetap harus mereka rasakan dan sudah banyam korban bahkan hingga meninggal akibat ISPA. 

Kini warga pun harus merasakan ancaman dengan rumah mereka. Air laut terutama ketika pasang, seakan mengancam mereka setiap waktu. Mana kesejahteraan yang dijanjikan dari induatrialisasi? Yang ada warga kehilangan banyak mata pencaharian akibat industri kapitalis ini. Nelayan turun hasil tangkapannya, penambangan pasir turun drastis juga. Janji kesejahteraan hanya jargon menutupi kejahatan industri kapitalis. 

Yang mendapatkan kesejahteraan habya mereka yang ada dalam lingkaran industri kapitalis ini. Dekatnya para pengusaha dengan para oengambil kebijakan telah menyelingkuhi rakyat demi kepentingan duniawi mereka. Perselingkuhan itu nyata, dan menyakiti bahkan mengorbankan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya atas kekayaan di negeri ini. Kapitalisme memang kejam, tak memanusiakan manusia.